CNBC Indonesia Research

China-Australia Kembali Mesra, Batu Bara RI Bisa Merana?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
09 January 2023 06:05
Pemerintah China menutup jalan raya dan sekolah di sejumlah kota karena polusi udara akibat asap batu bara pada Jumat (5/11). REUTERS/Jianan Yu
Foto: Pemerintah China menutup jalan raya dan sekolah di sejumlah kota karena polusi udara akibat asap batu bara pada Jumat (5/11). REUTERS/Jianan Yu

Hubungan China-Australia telah menghangat sejak pergantian pemerintah pada bulan Mei tahun lalu, dengan menteri luar negeri Australia, Penny Wong, bulan lalu melakukan kunjungan pertama ke Beijing. Itu merupakan kunjungan menteri Australia pertama ke negeri Tirai Bambu dalam tiga tahun.

China memiliki alasan tersendiri untuk melanjutkan impor batu bara setelah kekeringan parah tahun lalu menyebabkan turunnya daya PLTA dan pada akhirnya mengakibatkan menipisnya stok batu bara.

Meski dilakukan sebagai bentuk hukuman, pemberlakuan pembatasan impor komoditas dari Australia oleh Beijing - seperti batu bara, anggur, dan jelai, tetapi bukan bijih besi - malah menyebabkan eksportir Australia menemukan pasar alternatif. Bahkan dalam beberapa kasus, mampu menaikkan jumlah ekspor negara Kangguru.

Kepala eksekutif Dewan Sumber Daya Queensland, Ian Macfarlane, mengatakan industri akan menyambut baik setiap pelonggaran pembatasan dan akan memanfaatkan peluang ekspor yang dihidupkan kembali.

"Perlu dicatat bahwa peningkatan ekspor ke negara lain, terutama India dan [tempat lain] di Asia, selama dua tahun terakhir telah membangun hubungan jangka panjang dengan negara-negara tersebut," kata Macfarlane.

Kepala ekonom di Betashares, David Bassanese, mengatakan China mungkin mempertimbangkan kembali larangannya terhadap batu bara Australia karena ketidakpastian yang sedang berlangsung tentang pasokan global mengingat perang di Ukraina dan mengakibatkan sanksi terhadap pengekspor energi Rusia.

Sejak melarang batu bara dari Australia, China harus mencari pasokan dari sumber yang lebih jauh atau meningkatkan ketergantungannya pada batu bara berkualitas rendah dari tambang China.

Dampak Perbaikan Hubungan Dagang

Meskipun China sekarang diperkirakan akan mulai kembali membeli batu bara Australia, langkah tersebut mungkin tidak segera mengubah rute perdagangan yang telah mengalami perubahan menyusul larangan tidak resmi terhadap batu bara Australia.

Dilansir Reuters, seorang pejabat di utilitas yang dikelola negara China mengatakan pembangkit listrik di China tidak terlalu menginginkan kargo batubara termal Australia, karena mereka biasanya menggunakan batu bara dengan kalori yang lebih rendah, serta persediaan pembangkit listrik yang tinggi.

"Batubara termal Australia memiliki kualitas yang lebih baik dan mahal. Utilitas China karenanya mungkin kurang tertarik untuk membeli," kata pejabat tersebut.

Langkah ini juga diharapkan memiliki dampak terbatas pada utilitas Jepang karena mereka secara tradisional mengandalkan batu bara termal Australia dengan kualitas lebih tinggi, sementara pembeli China memilih bahan bakar berkualitas lebih rendah, kata seorang sumber di pemasok batu bara Jepang.

Harga global untuk kokas dan batu bara termal melonjak setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu. Pembeli utama seperti China dan India merespons dengan meningkatkan pembelian batu bara dari Rusia, yang menawarkan diskon besar.

Analis dan pedagang mengharapkan kembalinya batu bara Australia untuk menantang pangsa pasar pemasok seperti Rusia dan menambah tekanan pada harga dalam jangka panjang.

"Masuknya batu bara Australia ke pasar Cina dapat meringankan harga batu bara kokas, yang saat ini berada di level yang lebih tinggi," kata seorang pedagang batu bara India.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(fsd/fsd)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular