Market Commentary

Simak! Ini 2 Penyebab Utama IHSG Anjlok Parah

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
05 January 2023 09:30
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambles pada awal perdagangan sesi I Kamis (5/1/2023), karena investor khawatir setelah melihat prediksi ekonomi global di 2023 oleh Dana Moneter Internasional.

Hingga pukul 09:16 WIB, IHSG ambruk 1,6% ke posisi 6.704,38. IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.800 dan kini diperdagangkan kembali di level psikologis 6.700.

Seluruh saham berkapitalisasi pasar 10 terbesar berjatuhan pada pagi hari ini dan turut membebani pergerakan IHSG.

Berikut pergerakan saham-saham big cap 10 besar pada awal perdagangan sesi I hari ini.

EmitenKode SahamHarga TerakhirPerubahan Harga
Bayan ResourcesBYAN20.450-3,20%
Astra InternationalASII5.525-2,64%
Indofood CBPICBP9.875-2,23%
Bank Rakyat IndonesiaBBRI4.670-2,10%
Bank Negara IndonesiaBBNI9.000-1,91%
Telkom IndonesiaTLKM3.760-1,57%
Bank MandiriBMRI9.875-1,50%
Chandra Asri PetrochemicalTPIA2.370-1,25%
Bank Central AsiaBBCA8.275-0,90%
Unilever IndonesiaUNVR4.620-0,43%

Sumber: RTI

Saham emiten batu bara PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi yang paling parah koreksinya pada awal perdagangan sesi I hari ini, yakni ambruk 3,2% ke posisi harga Rp 20.450/unit.

Berikutnya ada saham PT Astra International Tbk (ASII) yang ambles 2,64% menjadi Rp 5.525/unit.

Keduanya pun turut membebani IHSG, di mana BYAN memperberat IHSG hingga 10,18 indeks poin, sedangkan ASII membebani IHSG sebesar 5,86 indeks poin.

Akar penurunan tersebut tak lepas dari kabar Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang membuat gempar banyak orang di global dan dalam negeri, setelah mereka merilis proyeksi ekonomi global di tahun 2023.

Meski ngeri, ramalan itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, tiga mesin utama ekonomi dunia yakni Amerika Serikat (AS), China, dan Uni Eropa bakal melambat.

"Kami memperkirakan sepertiga ekonomi dunia berada dalam resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujar Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva dalam wawancara dengan CBS Face the Nation, dikutip Rabu (4/1/2023).

Di China, menurut Georgieva, laju ekonomi China pada 2022 kemungkinan di bawah pertumbuhan ekonomi global untuk pertama kalinya dalam 40 tahun karena lonjakan kasus Covid-19.

"Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan China pada 2022 kemungkinan berada di bawah atau di bawah pertumbuhan global," kata Georgieva.

Peningkatan kasus Covid-19 setidaknya setahun terakhir membuat Negeri Tirai Bambu tersebut menerapkan sejumlah pembatasan yang membuat aktivitas ekonomi kembali terhambat.

Bahkan, lonjakan baru kasus Covid-19 yang diperkirakan terjadi di China dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan makin memukul ekonominya tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global.

"Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan China akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif," ujar Georgieva.

Dalam perkiraan pada Oktober 2022, IMF mematok pertumbuhan produk Domestik Bruto (PDB) China tahun lalu sebesar 3,2%, atau setara dengan prospek global IMF untuk 2022.

Sementara itu, kata Georgieva, ekonomi AS berdiri terpisah dan dapat menghindari kontraksi langsung yang kemungkinan akan menimpa sepertiga dari ekonomi dunia.

"AS paling tangguh, dapat menghindari resesi. Kami melihat pasar tenaga kerja tetap cukup kuat," katanya.

Namun, fakta itu sendiri menghadirkan risiko karena dapat menghambat kemajuan yang perlu dibuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam membawa inflasi AS kembali ke level yang ditargetkan sebesar 2%.

"Ini adalah ... berkah campuran karena jika pasar tenaga kerja sangat kuat, Fed mungkin harus mempertahankan suku bunga lebih lama untuk menurunkan inflasi," kata Georgieva.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation