Newsdata

Pandemi Nyaris Usai, Emiten Sektor Kesehatan Masih Bersinar?

Research - Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
22 December 2022 08:10
Karyawan beraktivitas di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut  jumlah investor pasar modal telah meningkat 33,53% dari 7,48 juta di akhir tahun 2021 menjadi 10 juta pada 3 November 2022. Secara komposisi umur sebesar 60% didominasi oleh investor di bawah 30 tahun. Tidak berhenti di situ, investor juga didominasi oleh lulusan SMA ke bawah. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Karyawan beraktivitas di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut  jumlah investor pasar modal telah meningkat 33,53% dari 7,48 juta di akhir tahun 2021 menjadi 10 juta pada 3 November 2022. Secara komposisi umur sebesar 60% didominasi oleh investor di bawah 30 tahun. Tidak berhenti di situ, investor juga didominasi oleh lulusan SMA ke bawah. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 sudah mulai terkendali di Indonesia, masyarakat sudah mulai hidup berdampingan dengan virus ini. Kendati demikian, sektor kesehatan (healthcare) nyatanya masih punya daya tarik tersendiri bagi investor.

Secara sektoral, indeks healthcare masih naik meskipun tidak signifikan. Jika dilihat 3 bulan terakhir, indeks sektor kesehatan mampu menguat 18,29%, sementara secara year-to-date (ytd) indeks juga naik 19,63%.

Prospek emiten di sektor kesehatan masih menarik dicermati. Pasca pandemi katalis yang bisa menjaga pertumbuhan kinerja adalah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.

Hal ini sejalan dengan ter-akselerasinya Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia, yang berkorelasi positif dengan angka harapan hidup. Semakin tinggi PDB, semakin tinggi juga kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDB per kapita Indonesia di tahun 2021 sebesar US$ 4.349 atau meningkat 11,20% jika dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar US$ 3.911.

Namun demikian, ada tantangan lain yang dihadapi oleh emiten kesehatan, khususnya perusahaan farmasi. Terutama pada tingginya harga bahan baku yang sebagian besar masih dipenuhi secara impor.

Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat, yang membuat biaya impor menjadi lebih besar. Hal tersebut tentu akan menekan EBITDA emiten yang berdampak pada sisi bottom line.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan:Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(aum/aum)

[Gambas:Video CNBC]