CNBC Indonesia Research

Makin Banyak Bukti RI Jauh Dari Resesi, Sudah Boleh Happy?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 November 2022 14:05
Kapal Ekspor Manufaktur Indonesia Siap Berangkat ke AS
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Sebelumnya di awal bulan ini, S&P Global pada melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50.

Angka di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya adalah kontraksi.

Jika dilihat lebih detail, laporan S&P global menyatakan tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret.

"Tingkat keyakinan usaha manufaktur terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai level tertinggi sejak Maret. Perusahaan berharap kondisi ekonomi akan membaik yang bisa mendorong penjualan. Selain itu, dunia usaha juga terus menambah input dan merekrut tenaga kerja di awal kuartal IV-2022 yang merefleksikan ekspektasi positif terkait output ke depannya," kata Jingyi Pan, Economic Associate Director di S&P Global Market Intelligence, dalam rilisnya Selasa (1/11/2022).

Jika dilihat dari lapangan usaha, industri pengolahan menjadi kontributor terbesar PDB. Di kuartal III-2022 lalu, kontribusinya mencapai 17,88%.

Di hari yang sama, dengan rilis S&P Global BPS melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71% secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%.

"Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers.

Penurunan inflasi ini lagi-lagi menjadi kabar bagus, inflasi yang melandai dengan IKK yang meningkat, tentunya bisa mendongkrak belanja rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi pun bisa lebih kencang lagi ke depannya.

Namun, bukan berarti otoritas bisa tenang, sebab jika konsumsi rumah tangga meningkat inflasi tentunya bisa naik lagi. Bank Indonesia selaku otoritas yang memiliki mandat stabilitas harga harus menjaga agar inflasi tidak lepas kendali sehingga pertumbuhan ekonomi ke depannya bisa terus terjaga.

Selain itu, dunia yang terancam mengalami resesi di 2023 juga terus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, ketika resesi terjadi maka ekspor Indonesia tentunya akan terkena dampaknya, dan bisa menjalar ke industri dalam negeri.

Industri tekstil misalnya, saat ini sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia kepada CNBC Indonesia, mengatakan sejumlah perusahaan yang tidak mampu lagi bertahan juga sudah menutup operasional, artinya tutup pabrik. Data PPTPJB setidaknya ada 18 pabrik garmen yang sudah tutup di Jawa Barat.

"Sebelum kejadian ini, penutupan di Jawa Barat wilayah Bogor dan Purwakarta sudah terjadi. Peristiwa resesi Eropa, Amerika hanya memperburuk keadaan. Untuk wilayah Bogor saja, sudah berkurang kurang lebih 50 persen. Di Purwakarta lebih kurang sama," ujarnya pekan lalu.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Senin kemarin mengatakan kondisi ekonomi global yang memburuk menjadi penyebab banyak pabrik tekstil yang tutup.

Ekonomi dunia, khususnya mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) dan China kini sedang alami penurunan yang signifikan.

"Pelemahan permintaan global akan menahan laju ekspor ke depan dan mulai berdampak dari sektor tekstil dan produk tekstil," jelas Airlangga.

Ini baru permulaan, tahun depan kondisi ekonomi global bisa lebih parah, sehingga patut menjadi perhatian utama pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular