Jika Pemerintah Sudah Bilang Jangan Panik, Maka Paniklah

Research - Muhammad Maruf, CNBC Indonesia
30 October 2022 10:36
Investor Foto: dok Investor

Posisi pemerintah sedang serba salah. Bilang ekonomi tahun depan gelap salah, apalagi memprediksi akan baik baik saja. Lebih salah. Jadi harus bilang apa?

Protes sudah diwakilkan. Bukan kaleng-kaleng. Oleh mantan wakil presiden dua periode, politisi ulung, sekaligus pengusaha nasional Jusuf Kalla saat berbicara dalam gala dinner HUT ke-70 Kalla Group dan HUT ke-44 Bukaka di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

Mungkin karena terlalu sering atau prediksi yang kelewat suram, Pak JK tak tahan juga, menelepon Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

"Saya bilang ke Sri Mulyani, jangan selalu kasih takut-takut orang besok akan, tahun depan akan kiamat. Saya telepon, jangan begitu, jangan kasih takut semua orang," ungkap dia.

Tidak jelas JK mewakili siapa dengan beragam latar belakang yang melekat pada dirinya. Tapi, pak mantan tidak sendiri, karena perlahan muncul suara resistensi di media sosial, dan mungkin sebentar lagi counter atas pandangan pesimistis itu.

Soalnya, urusan tidak suka dengan prediksi pesimistis ekonomi ini sudah menyeberang ke ranah politik. Paling tidak, ada dua analisis liar muncul menanggapi kegemaran pejabat berpidato tentang kondisi buram di depan.

Pertama, itu hanyalah dalih untuk mencari kambing hitam bila kondisi ekonomi benar-benar memburuk 2023 dan tahun pemilu 2014. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menutup 10 tahun kepemimpinannya.

Amat disayangkan misalnya--karena tipikal memori pendek para pemilih--membuat rakyat melupakan prestasi kerja luar biasa Jokowi selama 8 tahun sebelumnya. Jadi bila benar ada krisis ekonomi di dua tahun terakhir, tinggal tunjuk biangnya adalah faktor ekonomi global.

Pendek kata, jangan sampai--nauzubillah--berakhir seperti Pak Harto, yang dikenang dengan porak-poranda ekonomi 1997. Lupa Indonesia pernah swasembada beras, stabilitas politik, dan salah satu macan Asia di bawah kepemimpinannya.

Yang kedua lebih liar. Menuduh pemerintah sengaja menggoreng situasi, menunggangi narasi resesi dunia, membuat skenario buruk ekonomi agar ada alasan menunda pemilu 2024, dan mengklaim jabatan presiden untuk Jokowi tiga periode. Kalau lah Jokowi tak berkenan, ada kekuatan oligarki yang menghendaki demikian.

Pandangan kedua tak sepenuhnya ngawur. Ada presedennya, baru saja di negeri China. Xi Jinping mengklaim jabatan ketiga setelah prakondisi amandemen konstitusi jabatan presiden, dan ditutup dengan semboyan "Making China Great Again" pada pidato kemenangannya.

Tidak hanya itu, fakta-data ekonomi terbaru dan sejumlah ulasan lembaga dunia seolah berkhianat kepada pemerintah Indonesia.

Teranyar ada pecah pandangan diantara dewan gubernur bank sentra Amerika Serikat (AS) (the Federal Reserve/Fed) bahwa mereka seharusnya sudah tidak perlu agresif lagi menaikan suku bunga. Ini berlawanan dengan prediksi lama agresif, karena inflasi tinggi.

Perdebatan di tubuh the Fed memunculkan opini baru bahwa ekonomi adi kuasa Amerika tidaklah seburuk yang dikira.

Bahkan, data pertumbuhan ekonomi kuartal III AS mencatat 2,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 2,3%. Lagi lagi data ini memupus sedikit demi sedikit ketakutan akan resesi di Negeri Paman Sam, setelah mengalami resesi teknikal pada kuartal sebelumnya.

Demikian pula mesin ekonomi kedua dunia, China. Tumbuh 3.9% pada kuartal III, melesat dari 0,4% pada kuartal sebelumnya sehingga total sudah tumbuh 3%. Walau sedang di hajar krisis properti, Negeri Kungfu Panda tampak baik baik saja.

S&P pekan lalu memprediksi Asia Pasifik, termasuk Indonesia adalah mesin utama pertumbuhan ekonomi dunia 2023. Ekonomi dunia, katanya, tidak akan negatif, hanya tumbuh rendah.

Tapi pemerintah juga tidak mengada ada. Ada bahan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia dibelakang mereka. Kata kunci "badai yang sempurna" atau perfect storm yang kerap dirapal pejabat RI dalam pidato, termasuk Menko Perekonomian tak muncul dari ruang hampa.

Itu adalah diksi dari pejabat IMF pada Juni lalu. Alasan IMF terang karena berdasarkan data. Diantaranya, perang Rusia versus Ukraina yang memicu krisis energi, rekor-rekor inflasi tinggi di banyak negara, krisis utang akibat kenaikan suku bunga, fenomena penguatan dolar AS, dan fragmentasi geopolitik global. Dalam angka, semua alasan IMF tampak nyata.

Sementara, ancaman stagflasi, yaitu periode dimana inflasi tinggi bersamaan dengan laju ekonomi rendah, dikeluarkan oleh ekonom top Bank Dunia. Ancaman gelap ini sudah dikumandangkan sejak pertengahan tahun.

Gong masa depan gelap 2023 dapat dikutip dari opini Nouriel Roubini baru baru ini. Peramal jitu yang pernah tepat memprediksi krisis global 2008 ini yakin akan ada krisis hebat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Itu adalah kombinasi stagflasi era 1980-an dan krisis utang global 2008.

Yang benar siapa?

Ekonom senior, mantan Menkeu Chatib Basri punya seloroh yang rendah hati saat prediksinya terbukti benar. Katanya, lebih karena keberuntungan saja, mengapa prediksinya kebetulan masih benar.

Disalah satu akun media sosialnya dia pernah bilang "ekonom adalah seseorang yang punya kemampuan untuk membuat prediksi tentang masa depan. Kemudian, dengan cara meyakinkan dia akan menjelaskan mengapa prediksinya salah,"

Terlepas dari siapa paling benar, sudah ada masalah yang jelas di sini. Krisis komunikasi. Para konsultan komunikasi hendaknya menangkap peluang besar dari krisis penyampaian pesan ini.

Sementara bagi khalayak awan ada baiknya menilik diksi pernyataan pejabat saat menjelang krisis 1997 dan global 2008 dulu. Saat mereka pernah menenangkan investor yang panik.

Intinya sebuah kelakar; kalau pemerintah bilang jangan panik, maka sebaiknya kita panik. Sekarang, mereka baru bilang waspada.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mum/mum)

[Gambas:Video CNBC]