Newsletter

The Fed dkk Disebut Error, Awas Deep Recession!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 September 2022 05:59
Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)

Wall Street yang belum kompak, apalagi penguatan Dow Jones dan S&P 500 baru diraih di menit-menit akhir menunjukkan sentimen pelaku pasar sebenarnya belum bagus. Apalagi jika melihat bursa saham Eropa yang semuanya merosot lebih dari 1%. 

Bursa saham Asia, termasuk IHSG akan kembali dalam tekanan pada hari ini. Rupiah juga berisiko tertekan, sementara SBN masih akan berfluktuasi. 

Seperti disebutkan sebelumnya, banyak pelaku pasar mulai takut jika kebijakan yang diambil The Fed dan bank sentral lainnya saat ini salah.

The Fed tidak hanya agresif dalam menaikkan suku bunga, tetapi juga mengurangi nilai neracanya (balance sheet) atau yang disebut quantitative tightening (QT).

Saat pandemi Covid-19 melanda, The Fed menerapkan program pembelian surat berharga (quantitative easing/QE) yang membuat balance sheet The Fed naik tajam, nyaris mencapai US$ 9 triliun, dibandingkan sebelum pandemi sekitar US$ 4,1 triliun.

Artinya, The Fed menyuntikkan likuiditas sekitar US$ 4,8 miliar sejak awal pandemi, yang menjadi salah satu pemicu bangkitnya perekonomian AS, serta Wall Street yang berkali-kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Kini dengan dimulainya normalisasi kebijakan, The Fed menerapkan QT atau pengurangan nilai neraca artinya The Fed menjual surat berharga yang dimiliki, sehingga menyerap likuiditas di perekonomian.

Nilai balance sheet The Fed pun mulai menurun, menjadi sekitar US$ 8,85 triliun pada 22 Agustus lalu.

QE membuat balance sheet naik, dan secara tidak langsung mendorong pasar saham meroket. Sebaliknya QT bisa menurunkan balance sheet, dan bisa menyeret turun pasar saham.

Di bulan ini, The Fed meningkatkan nilai QT dari sebelumnya US$ 45 miliar per bulan, menjadi US$ 95 miliar per bulan.



Michael Howell, CEO CrossBorder Capital yang berbasis di London mengatakan QT yang sangat masif bisa berdampak pada stabilitas finansial.

Howell percaya bank sentral di berbagai negara terlalu cepat menyerap likuiditas di pasar finansial. Ia juga menyoroti perubahan sikap bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang menjadi lebih hawkish yang bisa memicu gejolak nilai tukar euro dan pada akhirnya berdampak pada keseimbangan likuiditas bank sentral di 2023.

"Pada satu tahap do 2023, The Fed akan dipaksa mencari keseimbangan dengan menaikkan kembali balance sheet, dolar akan melemah. Sampai saat itu tercapai dalam beberapa bulan ke depan kita akan melihat QT yang besar. Itu akan membuat takut pasar," kata Howell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (31/8/2022).

Kekhawatiran akan QT juga diungkapkan kepala ekonomi perusahaan audit Mazars, George Lagarias. Ia mendorong investor untuk melupakan apa yang didengar dari ketua The Fed, Jerome Powell pada simposium Jackson Hole, dan fokus pada aset The Fed sebagai leading indicator.

"Apakah The Fed akan menyerap likuiditas di pasar lebih cepat? Niat mereka sebenarnya akan terlihat di lapangan, bukan dari omongan," kata Lagarias.

"Investor harus khawatir terhadap implikasi jangka panjang dari stance The Fed. Pelambatan ekonomi bisa menjadi resesi dalam. Inflasi bisa menjadi deflasi," tambahnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi & Agenda Emiten Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular