
Bursa Saham Global Bergairah, IHSG Bakal Happy Weekend?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air Kamis (26/5) kemarin tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Kenaikan Isa Almasih di tengah penguatan pasar ekuitas global. Namun sehari sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Rabu (25/5) dengan koreksi 0,44% dan ditutup di level 6.883,504.
Rabu lalu,IHSG kembali terlempar dari level psikologis 6.900 meski sempat menguat di awal perdagangan. Namun setelah itu IHSG cenderung tertekan. Di sesi II, IHSG tetap berada di zona koreksi.
Asing net buy Rp 40,54 miliar di pasar reguler. Saham BBNI dan UNVR menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net buy Rp 137 miliar dan Rp 55 miliar.
Sedangkan saham BBRI dan BUMI menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan net sell masing-masing Rp 165 miliar dan Rp 34 miliar.
Pada perdagangan kemarin (26/5), bursa Asia ditutup variatif atau, dengan mayoritas mengalami pelemahan, kecuali indeks Shanghai dan Singapura yang mampu mengakhiri hari di zona hijau.
Dari benua biru, seluruh indeks utama kompak ditutup di zona hijau. Stoxx 600 menguat 0,78%, Indeks saham Inggris FTSE naik 0,56%, Indeks saham Jerman DAX dan Prancis CAC masing-masing melonjak 1,59% dan 1,78% secara berurutan.
Sementara itu, dari pasar keuangan lainnya, pada perdagangan Rabu (25/5) untuk pertama kalinya dalam 5 pekan terakhir rupiah akhirnya mampu mencatat penguatan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) masih menjaga kinerja rupiah, selain itu, dolar AS juga masih terus mengalami koreksi.
Melansir data Refinitiv, rupiah langsung menguat 0,21% ke Rp 14.625/US$ begitu perdagangan dibuka. Sempat berbalik melemah, tetapi rupiah akhirnya sukses mempertahankan penguatan. Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.630/US$, menguat 0,17% di pasar spot.
Penguatan beruntun hari Rabu lalu merupakan yang pertama sejak 19 April lalu.
Rupiah memang sudah terlihat akan mampu kembali mencatat penguatan melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat.
Penguatan secara beruntun terjadi pasca BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (24/5) lalu, meskipun suku bunga acuan masih belum diutak-atik sesuai ekspektasi pasar.
Namun, BI mengambil langkah-langkah lain guna menjaga stabilisasi rupiah dengan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan GWM secara bertahap.
Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%
Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.
BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.
Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.
Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun. Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil.
Indeks saham utama Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan hari Kamis (26/5), menempatkan Wall Street di jalur yang tepat untuk mengakhiri serangkaian penurunan mingguan beruntun.
Dow Jones Industrial naik 1,6% dan ditutup di level 32.637,19. Penguatan tersebut merupakan yang kelima hari berturut-turut. Sementara itu S&P 500 naik sekitar 2% ke 4.057,84 dan Nasdaq Composite naik hampir 2,7% ke 11.740,65, dibantu oleh lonjakan saham Dollar Tree.
Penguatan ini memberikan angin segar bagi investor pasar modal AS secara luas mengingat Dow telah jatuh dalam delapan minggu terakhir, sementara S&P 500 dan Nasdaq mengalami penurunan beruntun selama tujuh minggu. Pasar tampaknya telah mendapatkan kembali pijakannya minggu ini, dengan investor berharap untuk melihat puncak inflasi yang kian menggerogoti ekonomi AS.
Dow dan S&P 500 masing-masing naik 4,4% dan 4%, untuk minggu ini. Sementara Nasdaq naik 3,4%.
Mengutip CNBC Internasional, kepala strategi ekuitas LPL Finansial, Quincy Krosby menyebut bahwa kondisi pasar saham AS pekan ini "menunjukkan bahwa malapetaka dan kesuraman minggu lalu tentang pentingnya konsumen AS terlalu berlebihan, bersama dengan berita utama resesi yang mengerikan."
"Yang pasti, rilis data minggu ini menunjukkan kondisi ekonomi yang melambat, dan The Fed tampaknya siap untuk menaikkan suku 50 bps selama dua bulan ke depan," tambahnya. "Tetapi gagasan bahwa konsumen, 70 persen dari ekonomi AS, melakukan mogok [belanja], terlalu dilebih-lebihkan karena laporan pendapatan ditambah dengan panduan positif perusahaan menunjukkan [arah] sebaliknya."
Saham ditutup lebih tinggi akibat kinerja keuangan yang kuat dari sektor ritel memberikan dorongan sentimen positif bagi investor. Saham Macy melonjak 19,3% setelah perusahaan menaikkan prospek laba 2022, dan Williams-Sonoma naik 13% setelah melampaui perkiraan pendapatan dan laba bersih.
Saham pengecer produk diskon, Dollar Tree, melonjak sekitar 21,9% setelah melaporkan kinerja keuangan yang melampaui ekspektasi analis. Lonjakan saham Dollar Tree ikut membantu mendorong Nasdaq ditutup lebih tinggi. Dollar General juga melaporkan pendapatan yang kuat, dan membuat sahamnya menguat 13,7%. SPDR S&P Retail ETF naik lebih dari 4%.
Akan tetapi, terlepas dari kenaikan indeks utama minggu ini, banyak investor memperkirakan pasar akan tetap bergejolak dalam beberapa waktu mendatang.
Investor telah mempertimbangkan bagaimana rencana Federal Reserve untuk memperketat kebijakan moneter dapat membebani pertumbuhan ekonomi dan kinerja pasar keuangan.
Risalah pertemuan Fed yang dirilis Rabu menunjukkan bahwa pembuat kebijakan sepakat untuk kenaikan suku bunga setengah poin persentase (50 bps) di bulan Juni dan Juli, sejalan dengan komunikasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Indeks saham utama ditutup lebih tinggi setelah rilis tersebut.
Manajer investasi juga mengamati dengan cermat data baru saat mereka mengukur kesehatan ekonomi. Pada hari Kamis pembacaan kedua produk domestik bruto AS kuartal pertama dilaporkan lebih buruk daripada yang pertama dengan kontraksi pada tingkat tahunan 1,5%.
Klaim pengangguran awal turun minggu lalu dan melayang di dekat posisi terendah bersejarah, menunjukkan gambaran ekonomi yang beragam.
Pada perdagangan hari ini terdapat beberapa sentimen pasar utama yang patut diperhatikan oleh investor.
Pertama adalah terkait risalah dari pertemuan The Fed 3-4 Mei yang dirilis Kamis dini hari kemarin waktu Indonesia barat. Risalah menunjukkan bahwa para pejabat bank sentral AS membahas kemungkinan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga ke tingkat yang cukup tinggi untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan sengaja demi memerangi inflasi yang tinggi.
Pejabat Federal Reserve berpikir mereka perlu menaikkan suku bunga masing-masing setengah poin persentase (50 bps) pada dua pertemuan berikutnya ketika mereka menyetujui kenaikan siklus kedua pada pertemuan awal bulan ini.
Meski sepakat menaikkan suku bunga secara lebih agresif dalam dua bulan ke depan, para pejabat The Fed masih memperdebatkan langkah apa yang akan diambil selanjutnya, apakah kebijakan agresif terus berlanjut atau tidak.
Beberapa presiden Fed regional mengatakan mereka akan mendukung untuk melanjutkan laju kenaikan suku bunga yang agresif pada bulan September jika pembacaan inflasi bulanan tetap tinggi.
Presiden The Fed St. Louis James Bullard telah menyerukan agar The Fed menaikkan suku bunga menjadi sekitar 3,5% tahun ini, yang berarti kenaikan suku bunga setengah poin pada setiap pertemuan tahun ini.
Selain itu, beberapa pejabat The Fed ada juga yang waswas dan memperingatkan risiko bahwa kebijakan Fed yang lebih ketat dapat memperburuk tekanan di pasar.
Selain AS, Investor juga patut menyimak dinamika kondisi ekonomi China. Rabu kemarin, pemerintah China menggelar rapat raksasa yang diikuti lebih dari 100 ribu pejabat untuk membahas langkah-langkah stabilisasi ekonomi yang terpukul akibat lonjakan kasus Covid-19 yang diikuti penguncian sejumlah wilayah.
Sebelumnya, tidak pernah ada pertemuan dengan skala seperti ini selama bertahun-tahun, dan belum pernah juga terjadi sebelumnya satu pertemuan membahas begitu banyak tingkat administrasi pemerintahan sekaligus.
Pemilihan waktu dan skala rapat via telekonferensi video itu menunjukkan tingkat urgensi dan tantangan bagi China untuk mencapai target pertumbuhan PDB sekitar 5,5% untuk tahun ini, akibat perlambatan ekonomi yang tampaknya cukup signifikan.
Perdana Menteri Chian Li Keqiang bahkan mengatakan, dalam beberapa aspek, impak ekonomi yang terlihat pada Maret dan April tahun ini sudah melampaui kondisi di 2020 atau awal mula pandemi Covid-19. Ia menunjukkan beberapa indikator termasuk tingkat pengangguran dan produksi industri yang lebih rendah.
Berbagai bank dan lembaga keuangan internasional terlah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China, meskipun pemerintah masih tetap berpegang pada prediksi perekonomian yang akan tumbuh 5,5% di 2022.
Investor juga patut memperhatikan perkembangan harga komoditas, khususnya minyak dan gas yang kembali naik signifikan kemarin. Kenaikan harga migas dapat menimbulkan efek domino pada komoditas lain seperti batu bara.
Harga minyak mentah (crude oil) dunia naik sekitar 3% ke level tertinggi dua bulan pada hari Kamis (26/5) di tengah tanda-tanda pasokan yang ketat karena Uni Eropa (UE) berencana untuk melarang impor minyak mentah dari Rusia atas invasinya ke Ukraina, meskipun perdebatan dengan Hongaria masih berlanjut.
Hongaria masih tetap menjadi batu sandungan utama akan upaya Eropa untuk 'memecut' Rusia. Hal ini karena tanpa persetujuan negara tersebut sanksi UE tidak dapat dijatuhkan, karena untuk dapat memberlakukan embargo minyak Rusia, UE membutuhkan dukungan bulat dari seluruh anggotanya.
Pasokan minyak yang ketat ini terjadi menjelang musim panas kala penduduk ramai-ramai melakukan mobilisasi dan membutuhkan tingkat energi yang lebih tinggi.
Kontrak berjangka Brent naik US$ 3,37 lebih tinggi ke harga US$ 117,40 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 3,4% ke level US$ 114,09 per barel.
Minyak Brent on track untuk mencatatkan kenaikan harian keenam berturut-turut dan juga penutupan tertinggi sejak 25 Maret. Sedangkan WTI tampaknya akan mampu mencatatkan penutupan tertinggi sejak 23 Maret.
Selanjutnya dari dalam negeri, investor juga perlu dengan seksama mengati aksi korporasi yang cukup ramai hari ini, dengan musim dividen yang masih terus berlanjut.
Hari ini 11 emiten dijadwalkan akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) salah satunya membahas penggunaan laba perusahaan untuk tahun buku 2021 lalu. Beberapa perusahaan besar yang akan melakukan RUPST termasuk Telkom yang jika masih mengikuti taktik tahun-tahun sebelumnya, sepertinya tetap akan membagi dividen tahun ini.
Perusahaan Gas Negara (PGAS) juga dijadwalkan akan melaksanakan RUPST besok. Emiten BUMN yang merupakan anak usaha Pertamina tahun lalu PGAS memutuskan tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2020. Akan tetapi, absen dividen tahun lalu bisa saja berubah mengingat akibat krisis energi global yang menerbangkan harga migas, PGAS berhasil mencetak kinerja apik sepanjang 2021.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Pembacaan awal data penjualan ritel Australia April (08.30)
- Laporan laba sektor industri China April (08.30)
- Siaran pers perkembangan uang beredar (money supply) RI April (11.00)
- Pinjaman perusahaan dan rumah tangga kawasan euro April (15.00)
- Laporan stabilitas finansial Turki (18.00)
- Pidato pejabat bank sentral Eropa (18.35)
- Data pendapatan dan pengeluaran pribadi AS April (19.30)
- Indeks PCE dan core PCE (ukuran inflasi yang lebih disukai The Fed) AS April (19.30)
Hari ini setidaknya terdapat 18 agenda korporasi yakni:
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Telkom Indonesia (TLKM)
- RUPST TOWR
- RUPST TLDN
- RUPST SUPR
- RUPST SGRO
- RUPST PGAS
- RUPST PBSA
- RUPST BRIS
- RUPST KDSI
- RUPST BCIC
- RUPST BBKP
- RUPSLB TRIN
- Cum date deviden tunai TURI
- Cum date deviden tunai MPPX
- Cum date deviden tunai KUAS
- Cum date deviden tunai CSRA
- Cum date deviden tunai BYAN
- Perdagangan perdana (IPO) ASHA
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd) Next Article Powell Buat Pasar Happy, IHSG Bisa Cuan Saat Window Dressing