
Maaf, Bestie! Wall Street Libur, tapi Ukraina Masih Panas

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Senin (21/2/2022) kemarin, secara mayoritas ditutup positif, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga obligasi pemerintah terpantau menguat sedangkan rupiah ditutup cenderung stagnan.
IHSG ditutup menguat 0,15% ke level 6.902,965 pada perdagangan kemarin. Beberapa menit setelah pembukaan perdagangan sesi I, IHSG sempat kembali mencetak level tertinggi barunya tepatnya di level 6.927,909.
Namun selepas itu, IHSG sempat menyentuh zona merah pada sesi kedua perdagangan kemarin, dengan level terendah harian berada di angka 6.886,133 yang disentuh pada pukul 14:00 WIB.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai Rp 12,4 triliun. Sebanyak 223 saham menguat, 292 saham melemah, dan 163 lainnya stagnan. Investor asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 706 miliar di pasar reguler.
IHSG bersama dengan indeks Straits Times (Singapura) ditutup positif pada perdagangan kemarin, dikala koreksinya sebagian besar bursa Asia kemarin.
Dari bursa Asia yang mengalami koreksi, indeks Nikkei (Jepang) menjadi yang paling besar koreksinya pada perdagangan kemarin disusul oleh indeks TAIEX Taiwan yang keduanya ambles lebih dari 1%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin (21/2/2022).
Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Senin kemarin ditutup cenderung stagnan atau sama seperti pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan kemarin dengan melemah 0,1% ke Rp 14.340/US$. Tetapi setelahnya rupiah sukses memangkas pelemahan bahkan sempat menguat tipis 0,09% ke Rp 14.312/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah stagnan terhadap dolar AS dan berada di Rp 14.325/US$.
Sementara di Asia, mata uangnya cenderung menguat dihadapan sang greenback, di mana won Korea Selatan memimpin penguatan mata uang Asia kemarin.
Sedangkan mata uang Asia yang ditutup melemah yakni yuan China, dolar Hong Kong, dolar Singapura dan baht Thailand.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Senin (21/2/2022).
Adapun untuk pergerakan harga mayoritas SBN pada perdagangan kemarin kembali ditutup menguat, ditandai dengan kembali menurunnya imbal hasil (yield) di mayoritas SBN acuan. Investor pun kembali memburu surat utang pemerintah RI.
Hanya SBN bertenor 20 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 20 tahun naik 0,3 basis poin (bp) ke level 6,91%.
Sedangkan untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara melemah 0,8 bp ke level 6,494%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin (21/2/2022).
Kembali positifnya IHSG dan kembali menguatnya harga SBN pada perdagangan kemarin terjadi di tengah bayang-bayang eksalasi konflik di Ukraina.
Namun, kabar baik datang di mana Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden telah menyatakan mencapai kesepakatan mengenai prinsip stabilitas dan keamanan di Eropa.
Kedua belah pihak dikabarkan akan bertemu kembali pada 24 Februari antara Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, untuk memulai pembicaraan mencari solusi diplomatik.
Jen Psaki, Pejabat Gedung Putih mengatakan kemungkinan pertemuan puncak antara Biden-Putin hanya akan diadakan setelah pertemuan antara menteri luar negeri kedua negara tersebut, yang dijadwalkan untuk akhir pekan ini.
Psaki juga menegaskan pertemuan itu bisa terjadi jika Rusia tidak melakukan invasi ke Ukraina. Meski masih dipenuhi ketidakpastian, setidaknya pasar melihat risiko terjadinya serangan militer bisa semakin berkurang.
Pada Senin pekan ini waktu Amerika Serikat (AS), Bursa saham New York (NYSE) dan Nasdaq atau disebut juga Wall Street ditutup alias tidak beraktivitas karena sedang libur nasional memperingati Hari Ulang Tahun George Washington.
Sebagai informasi, George Washington merupakan presiden pertama AS. Sebelum menjadi negara adikuasa seperti saat ini, AS juga sempat mengalami masa-masa sulit di mana saat itu terjadi peristiwa Revolusi Amerika.
George Washington pun dianggap sebagai pahlawan bagi orang Amerika karena pada saat itu dia berhasil membawa Amerika terlepas dari perang kemerdekaan dan berhasil mendapatkan kemerdekaan Amerika.
Liburnya pasar keuangan Negeri Paman Sam pada awal perdagangan pekan ini membuat sentimen eksternal dari AS cenderung minim, sehingga investor mencari sentimen eksternal lainnya.
Pada pekan lalu, ketiga indeks utama di Wall Street terpantau terkoreksi lebih dari 1%, di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 1,41%, S&P 500 merosot 1,2%, dan Nasdaq Composite ambruk 1,76%.
Investor di AS pada pekan lalu merespons negatif dari pernyataan Presiden The Fed St. Louis James Bullard, yang menilai aksi Federal Reserve (The Fed) kedepannya akan lebih agresif, mengingat bahwa inflasi bisa tak terkendali jika tidak ada kenaikan suku bunga acuan.
Risalah juga menunjukkan para pejabat melanjutkan pertimbangan mereka tentang seberapa agresif kebijakan untuk mengecilkan portofolio aset US$ 9 triliun mereka, tetapi tidak memberikan banyak petunjuk baru tentang bagaimana hal itu mungkin terjadi akhir tahun ini.
Langkah tersebut merupakan cara lain bagi The Fed untuk memperketat kondisi keuangan guna mendinginkan perekonomian.
Investor di AS juga masih merespons negatif dari ketegangan antara Rusia dengan Ukraina, di mana ketakpastian akana selesainya ketegangan politik kedua negara tersebut masih akan membebani sentimen pasar global beberapa hari kedepan.
Terbaru, Presiden AS, Joe Biden setuju untuk menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk upaya diplomatik terakhir mencegah invasi Rusia ke Ukraina.
Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan bahwa jika Rusia tidak menginvasi Ukraina dalam pekan ini, pertemuan antara kedua Presiden tersebut akan dilakukan setelah pertemuan Menteri Luar Negeri AS dan Rusia dilakukan.
Pasar keuangan Negeri Paman Sam yang libur pada Senin kemarin waktu setempat membuat pelaku pasar di Indonesia dan Asia akan mencari sentimen eksternal lainnya diluar AS.
Pasar pada hari ini masih akan memantau perkembangan terbaru dari ketegangan geopolitik dari Rusia dan Ukraina, di mana kabar terbaru datang dengan Presiden AS, Joe Biden setuju untuk menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk upaya diplomatik terakhir mencegah invasi Rusia ke Ukraina. Keduanya akan ditengahi Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan bahwa kemungkinan pertemuan puncak antara Biden Putin hanya akan diadakan setelah pertemuan antara menteri luar negeri kedua negara, yang dijadwalkan untuk akhir pekan ini.
Psaki juga menegaskan pertemuan itu bisa terjadi jika Rusia tidak melakukan invasi ke Ukraina. Meski masih dipenuhi ketidakpastian, setidaknya pasar melihat risiko terjadinya serangan militer bisa semakin berkurang.
Selain itu, fokus pasar juga bakal tertuju pada peluang kenaikan suku bunga di AS pada bulan depan.
Pelaku pasar melihat bank sentral AS (The Fed) hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis poin (bp) di bulan Maret. Ekspektasi tersebut berubah daru sebelumnya 50 basis poin.
Berdasarkan data dari CME Group pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 82,8% suku bunga akan dinaikkan sebesar 25 basis poin, pada pekan lalu probabilitasnya bahkan mencapai 100%.
![]() |
Padahal hanya tujuh hari sebelumnya, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin dengan probabilitas lebih dari 90%.
Beberapa pejabat elit The Fed juga memandang tidak perlu kenaikan suku bunga yang besar.
"Saya tidak melihat argumen yang meyakinkan untuk mengambil langkah besar di awal," kata Presiden The Fed wilayah New York, John Williams, sebagaimana diwartakan Reuters, Jumat (18/2/2022).
Hal senada juga diungkapkan Lael Brainard, Gubernur The Fed yang dinominasikan menjadi wakil ketua oleh Biden. Dalam konferensi di New York, Brainard mengatakan perkembangan pasar finansial saat ini "konsisten" dengan langkah yang akan diambil The Fed.
Brainard melihat akan ada "beberapa kenaikan suku bunga lagi" setelah bulan Maret, dan nilai neraca akan mulai dikurangi.
Dari dalam negeri, penambahan kasus virus corona (Covid-19) berangsur menurun hingga Senin kemarin.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada Senin, kasus harian Covid-19 di Indonesia bertambah 34.418 kasus sehingga total kasus Covid-19 mencapai 5.231.923 kasus.
Tambahan kasus pada Senin melanjutkan tren penurunan dari Minggu pekan lalu yang mencapai 48.484 kasus.
Jawa Barat masih menyumbangkan tambahan kasus harian terbanyak kali ini dengan tambahan 8.105. Disusul DKI Jakarta (5.358) dan Jawa Timur (3.621).
Sementara itu, kasus sembuh bertambah 39.929 menjadi 4.554.711.
Sedangkan kasus meninggal bertambah 176. Dengan demikian, sudah ada 146.541 orang wafat akibat Covid-19 di tanah air.
Sementara itu, kasus aktif turun 5.687 sehingga totalnya 530.671.
Dari data ekonomi global, tak banyak data penting yang akan dirilis pada hari ini. Hanya beberapa data penting yang akan dirilis seperti data indeks keyakinan konsumen (IKK) Korea Selatan dan IKK CB AS dan data awal PMI manufaktur AS periode Februari 2022.
Sedangkan di dalam negeri, data pertumbuhan pinjaman pada Januari lalu juga akan dirilis pada hari ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) Korea Selatan periode Februari 2022 (04:00 WIB),
- Rilis data pertumbuhan pinjaman Indonesia periode Januari 2022 (14:30 WIB),
- Rilis data indeks harga rumah Amerika Serikat periode Desember 2021 (21:00 WIB),
- Rilis data awal PMI Manufaktur Amerika Serikat periode Februari 2022 (21:45 WIB),
- Rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) CB Amerika Serikat periode Februari 2022 (22:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Januari 2022 YoY) | 2,18% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2022) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | 4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021 YoY) | 0,3% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2021 YoY) | US$ 13,5 miliar |
Cadangan Devisa (Januari 2022) | US$ 141,34 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat