Newsletter

Wall Street Kembali Cetak Rekor, Bagaimana IHSG Hari Ini?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
09 November 2021 06:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan Senin (8/11/2021) kemarin karena sentimen positif cenderung mendominasi pasar keuangan pada perdagangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup menguat sedangkan harga surat berharga negara (SBN) terpantau beragam pada perdagangan kemarin.

IHSG ditutup melesat 0,77% ke level 6.632,297. Sepanjang perdagangan kemarin, pergerakan IHSG terpantau positif tanpa menyentuh zona merah sedikitpun. Namun, IHSG masih belum mampu menyentuh level tertinggi sepanjang masa yang pernah tercipta pada tahun 2018, yakni di level 6.693,4.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi kemarin kembali naik menjadi Rp 11,7 triliun. Sebanyak 283 saham naik, 224 saham turun dan 167 lainnya stagnan. Investor asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 625 miliar di pasar reguler.

IHSG mengikuti pergerakan bursa Asia yang bergerak positif pada perdagangan kemarin. Hanya indeks saham Hang Seng Hong Kong, Nikkei Jepang, KOSPI Korea Selatan, dan SET Index Thailand yang terkoreksi kemarin.

Indeks saham Filipina memimpin penguatan bursa Asia pada perdagangan kemarin. Di mana indeks saham acuan Negeri Presiden Duterte tersebut melonjak lebih dari 2%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin (8/11/2021).

Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Senin kemarin ditutup bergairah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17% ke Rp 14.300/US$. Sempat memangkas penguatan ke Rp 14.315/US$, rupiah kemudian melesat 0,52% ke Rp 14.250/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.255/US$ atau menguat 0,49% di pasar spot. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor, rupiah berada di Rp 14.268, menguat 0,73% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Tak hanya rupiah saja yang bergairah, hampir seluruh mata uang Asia berhasil mengalahkan sang greenback kemarin. Hanya dolar Hong Kong dan dolar Taiwan yang kalah kuat dengan greenback.

Di sisi lain, mata uang baht Thailand menjadi yang paling besar penguatannya terhadap dolar AS, yakni hingga nyaris 1%. Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Senin (8/11/2021).

Adapun untuk pergerakan harga SBN pada perdagangan kemarin ditutup bervariasi, ditandai dengan beragamnya pergerakan imbal hasil (yield). Sikap investor di pasar SBN pun beragam pada kemarin.

SBN bertenor 1, 3, 5, dan 15 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield). Sedangkan sisanya yakni SBN berjatuh tempo 10, 20, 25, dan 30 tahun ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan penguatan harga dan penurunan yield.

Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali melemah 3 bp ke level 6,178%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin (8/11/2021).

Kabar positif datang dari China, di mana otoritas setempat melaporkan impor batu bara melonjak nyaris dua kali lipat pada Oktober, yakni sebesar 26,9 juta ton, atau melesat 96,2% secara tahunan dan 18,2% secara bulanan.

Sebelumnya pada akhir perdagangan pekan lalu, harga energi seperti minyak, batu bara dan gas alam global naik cukup signifikan. Penyebabnya masih sama, kecemasan investor akan supply dan demand gap di pasar yang belum mereda.

Dalam jangka pendek, kenaikan harga komoditas terutama batu bara yang melesat 10% lebih sepekan dapat membuat harga saham-saham emiten tambang batu hitam dalam negeri mendapatkan tenaga untuk menguat.

Meskipun ketakutan akan inflasi dan bahkan stagflasi masih menghantui pasar, harga saham dan obligasi pemerintah AS masih lanjut naik. Di akhir perdagangan Jumat (5/11/2021), tiga indeks saham Paman Sam kompak menguat lebih dari 0,2%.

Sementara itu imbal hasil (yield) obligasi pemerintahnya drop 7 basis poin (bp) ke level 1,45%. Sebagai informasi penurunan yield mengindikasikan bahwa harga mengalami kenaikan. Kenaikan harga aset keuangan AS terbukti menjadi katalis positif untuk aset finansial dalam negeri.

Halaman 2>>

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kembali ditutup di zona hijau pada perdagangan Senin (8/11/2021). Ini setelah DPR AS resmi mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) stimulus infrastruktur bipartisan senilai US$ 1 triliun.

Tiga indeks utama di Wall Street kembali mencetak rekor tertinggi barunya kemarin. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,29% ke level 36.432,22, S&P 500 naik 0,09% ke posisi 4.701,72, dan Nasdaq Composite naik tipis 0,07% ke 15.982,36.

Pasar merespons positif dari keputusan DPR AS yang meloloskan anggaran infrastruktur senilai US$ 1 triliun untuk ditandatangani Presiden AS Joe Biden. Paket yang diloloskan Senat pada Agustus itu akan menyediakan pendanaan untuk proyek infrastruktur sektor transportasi, utilitas, dan broadband.

"Investor telah menunggu peningkatan yang signifikan dalam pengeluaran infrastruktur selama beberapa dekade," kata Anthony Pettinari, analis dari Citi dalam risetnya Minggu (7/11/2021), dikutip dari CNBC International.

Saham sektor industri dan material ditutup menguat pada perdagangan Senin kemarin terdorong karena mendapat manfaat dari paket pengeluaran. Saham Caterpillar ditutup melonjak 4%, menjadi pendorong indeks Dow Jones pada perdagangan kemarin.

Sementara itu, saham energi mendapat suntikan dari kenaikan harga energi dunia setelah Presiden AS, Joe Biden menyatakan bahwa dia tak mengantisipasi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) akan merespons seruan percepatan kenaikan produksi.

Saham Tesla anjlok 4%, setelah Elon Musk mewacanakan penjualan 10% sahamnya di perusahaan yang didirikannya itu guna merespons wacana pemajakan keuntungan yang belum terealisasi di saham. Sebanyak 58% responden menjawab: iya.

Pengesahan stimulus infrastruktur, situasi Covid-19 yang membaik di AS, dan pembacaan pasar tenaga kerja yang lebih baik dari perkiraan mendorong kepercayaan investor terhadap pemulihan ekonomi.

Di lain sisi, data laporan pekerjaan Oktober yang dirilis pada Jumat (5/11/2021) akhir pekan lalu tercatat lebih baik dari perkiraan ekonom, karena gaji AS menambahkan 531.000 pekerjaan bulan lalu, menurut Departemen Tenaga Kerja.

"Ekonomi jelas mendapatkan beberapa momentum... kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan menguat hingga akhir 2021 dan awal 2022," tutur analis JPMorgan David Lebovitz kepada CNBC International.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menahan suku bunga acuan AS (Federal Funds Rate) di level 0,25% pekan lalu. Bank sentral terkuat dunia ini juga mulai mengurangi nilai pembelian aset di pasar dari posisi sekarang US$ 120 miliar/bulan, pada akhir bulan ini.

Investor memantau rilis data inflasi terbaru yakni Indeks Harga Produsen (producer price index/PPI) dan indeks harga konsumen (IHK). Ekonom memperkirakan keduanya masih akan tinggi pada Oktober.

Halaman 3>>

Kembali bergairahnya bursa Wall Street pada perdagangan semalam meskipun penguatannya cenderung tipis perlu dicermati oleh pelaku pasar pada hari ini.

Masih positifnya bursa saham Negeri Paman Sam didorong oleh optimisme pelaku pasar di AS seiring makin terkendalinya kasus Covid-19 di AS, data tenaga kerja yang terus membaik, dan telah disahkannya RUU stimulus infrastruktur.

Sebagai informasi, RUU infrastruktur tersebut akan memberikan dana senilai US$ 550 miliar atau setara dengan Rp 7.865 triliun (kurs Rp 14.300/US$) untuk investasi federal baru dalam infrastruktur Amerika selama 5 tahun, menyentuh segala aspek mulai dari jembatan dan jalan hingga sistem broadband, air, dan energi.

Para ahli mengatakan dana tersebut sangat dibutuhkan untuk memastikan perjalanan yang aman, serta transportasi barang dan produk yang efisien di seluruh AS, mengingat awal tahun ini sistem infrastruktur AS memperoleh nilai C dari American Society of Civil Engineers.

Meskipun demikian, dana yang disetujui kali ini secara signifikan lebih kecil dari proposal US$ 2,25 triliun atau setara dengan Rp 32.000 triliun yang diluncurkan Biden pada bulan Maret lalu, yang dikenal sebagai America's Job Plan.

Dalam siaran pers resminya, Gedung Putih menyebutkan bahwa RUU ini dibiayai melalui kombinasi pengalihan dana bantuan darurat yang tidak terpakai dan biaya pengguna korporat yang ditargetkan.

Selain dari pengesahaan RUU infrastruktur bipartisan, positifnya bursa saham AS didorong oleh kembali positifnya data ketenagakerjaan AS pada Oktober 2021.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa 531.000 pekerjaan diciptakan bulan lalu, jauh di atas perkiraan pasar yang memprediksi ada 450.000 gaji.

Saat ini, investor di AS dan tentunya di global sedang menanti rilis data inflasi Negeri Paman Sam pada Oktober 2021.

Data inflasi dari sisi harga produsen (producer price index/PPI) akan dirilis pada malam hari ini waktu Indonesia, dan inflasi dari sisi harga konsumen (indeks harga konsumen/IHK) akan dirilis pada Rabu (10/11/2021) malam waktu Indonesia. Ekonom memperkirakan keduanya masih akan tinggi pada Oktober.

Kedua data yakni data pekerjaan dan inflasi akan digunakan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menjadi acuan ada atau tidak perubahan kebijakan moneter.

Sebelumnya pada pekan lalu, The Fed memutuskan untuk memulai mengurangi pembelian obligasi atau tapering pada akhir bulan ini, di mana tapering kali ini dilakukan secara bertahap hingga pertengahan tahun depan. Adapun sebagai awal mula, The Fed akan mengurangi laju pembelian obligasi sebesar US$ 15 miliar.

Sementara itu dari dalam negeri, data penjualan ritel periode September 2021 akan dirilis pada hari ini pukul 10:00 WIB. Data ini juga akan dipantau mengingat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sudah mulai membaik pada bulan lalu.

Bank Indonesia pada Senin (8/11/2021) kemarin mengumumkan Survei Konsumen periode Oktober 2021 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terus menguat sejalan dengan membaiknya mobilitas masyarakat.

Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2021 yang tercatat sebesar 113,4, meningkat dari 95,5 pada September 2021.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Kalau sudah di atas 100, maka artinya konsumen sudah optimistis.

Kenaikan IKK, lanjut keterangan BI, terutama didorong oleh membaiknya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini terpantau membaik terutama persepsi terhadap lapangan kerja dan penghasilan saat ini.

Halaman 4>>

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data transaksi berjalan Jepang periode September 2021 (06:50 WIB),
  2. Rilis data penjualan ritel Indonesia periode September 2021 (10:00 WIB),
  3. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Provident Agro Tbk (14:00 WIB),
  4. Pidato Presiden Europe Central Bank (20:00 WIB),
  5. Rilis data indeks harga produsen (PPI) Amerika Serikat periode Oktober 2021 (20:30 WIB),

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51%

Inflasi (Oktober 2021, YoY)

1,66%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

5,17% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2021)

0,8% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2020)

US$ 0,4 miliar

Cadangan Devisa (Oktober 2021)

US$ 145,5 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/sef) Next Article Hari Penentuan Tiba: AS Akan Buat Dunia Menangis atau Ketawa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular