Newsletter

Tapering Lebih Terukur, Semoga Gak Tantrum! IHSG Siap Manjat?

Putra, CNBC Indonesia
30 August 2021 08:49
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatat penguatan tipis sepanjang pekan ini. Rupiah dan obligasi juga turut mencatat penguatan. Perkembangan isutaperingmenjadi penggerak utama pasar finansial dalam negeri dalam sepekan terakhir.

Melansir data Refintiv, IHSG mampu mencatat penguatan 0,18% ke 6.041,366, sekaligus mengakhiri kemerosotan dalam 2 pekan sebelumnya. Dalam sepekan, investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) sebesar Rp 111 miliar.

Dari pasar obligasi, hanya Surat Berharga Negara (SBN) tenor 1 tahun yang mengalami pelemahan, selainnya itu menguat. Penguatan tersebut tercermin dari penurunan yield.

Harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik makayieldakan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, berarti ada aksi beli, dan tidak menutup kemungkinan investor asing, artinya terjadi capital inflow.

Masuknya aliran modal ke dalam negeri tersebut membuat rupiah perkasa, menguat 0,24% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.415/US$.

Tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh bank sentral AS (The Fed) di tahun ini bukan sekadar isu. The Fed sendiri yang mengindikasikan hal tersebut dari rilis risalah rapat kebijakan moneter edisi Juli.

Dalam risalah tersebut, mayoritas anggota pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed melihat kemungkinantaperingdilakukan di tahun ini. Selain itu pejabat elite The Fed yang juga anggota FOMC sudah dengan gamblang menyatakan keinginannya untuk melakukantaperingdi tahun ini.

"Kita kemungkinan tidak perlu lagi melakukan pembelian aset pada titik ini," kata bos The Fed wilayah St. Louis, James Bullard kepada CNBC International, kemarin.

Bullard kembali menegaskan pilihannya untuk segara melakukantaperingQE yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan, dan mengakhiri program tersebut di awal tahun depan.

Ada lagi presiden The Fed wilayah Kansas City Ester George, kepada Fox Business mengatakan ia memperkirakan informasi detail mengenai tapering akan ada setelah rapat kebijakan moneter The Fed bulan September.

"Dengan inflasi yang kuat dan pemulihan pasar tenaga kerja yang diperkirakan berlanjut, ada peluang untuk mengurangi pembelian aset," kata George.

Ia juga lebih senang jika tapering dilakukan lebih cepat ketimbang mundur lagi.

Sementara presiden The Fed wilayah Dallas, Robert Kaplan mengatakan The Fed seharusnya mengumumkan tapering pada bulan September, dan melakukannya di bulan Oktober atau tidak jauh dari pengumuman, dan diselesaikan dalam waktu 8 bulan.

Komentar-komentar tersebut mengindikasikantaperingakan dilakukan di tahun ini, tetapi pelaku pasar juga menanti pernyataan dari ketua The Fed, Jerome Powell, di simposium Jackson Hole Jumat malam lalu.

Menguatnya isu tapering membuat Bank Indonesia melakukan stress test dengan menyiapkan sejumlah kebijakan, guna memitigasi adanya tekanan potensi di pasar keuangan tanah air. Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti.

"Ke depan ada risiko rencana kebijakan pengurangan stimulus atautaperingoleh The Fed. Kita sepakat akan melakukan stress test simulasi antisipasi tapering," ujarnya dalam rapat bersama Banggar DPR, Rabu (25/8/2021).

Wall Street ditutup melesat kencang pada perdagangan hari Jumat (28/8/2021). Pidato Bos The Fed, Jerome Powell, membawa angin segar pada bursa saham Amerika Serikat (AS).

Semua indeks utama Wall Street mengalami kenaikan. Di mana Dow Jones naik 0,7% ke 25.455,80, S&P naik 0,9% ke 4.509,37 sementara Nasdaq 1,2% ke 15.129,50.

Tak hanya melesat di hari terakhir, ketiga indeks acuan tersebut sudah terbang selama sepekan terakhir dimana DJIA sudah naik 0,34%, S&P 500 terbang 0,67%, dan Nasdaq melesat 1,25%. Kenaikan pekan ini menyebabkan S&P 500 dan Nasdaq berhasil memecah level tertinggi sepanjang sejarahnya bahkan Nasdaq menutup pekan di level 4.500 pertama kali dalam sejarah.

Powell menyampaikan pidato tahunannya di simposium bank sentral Jackson Hole. Ia memberi sinyal lagi tak akan buru-buru menaikkan suku bunga, dengan alasan tekanan inflasi saat ini akan bersifat sementara.

Ia juga mengatakan soal bagaimana Covid-19 varian Delta tetap menjadi risiko. Namun, ia mengisyaratkan bisa memulai proses pengurangan pembelian obligasi besar-besaran tahun ini.

"Kami akhirnya mendengar dari ketua Fed dan pasar menyukainya. Meskipun, dia mengatakan apa yang diharapkan banyak orang, bahwa pengurangan pembelian obligasi dapat dimulai sebelum akhir tahun," kata Fawad Razaqzada, analis pasar di ThinkMarkets, dikutip dari AFP.

"Komentar Powell ditafsirkan oleh pasar sebagai Ketua Fed tidak memberikan berita baru, dan orang-orang yang telah bertaruh padanya dengan memberikan beberapa garis waktu pengurangan yang jelas dibiarkan kecewa," ujarnya lagi.

Hal senada juga dikatakan analis lain dari Bokeh Capital Partners, Kim Forrest. Menurutnya terlihat perbaikan lapangan kerja menjadi fokus sebelum inflasi.

"Berarti tapering dipindahkan ke tempat yang jauh dari yang diantisipasi investor," katanya.

Sementara itu, saham pembuat peralatan latihan interaktif Peloton turun 8,6 % setelah melaporkan hasil kuartalan yang lesu. Tapi pengecer pakaian Gap naik 0,6% setelah laporan pendapatan positif.

Untuk pekan ini, para pelaku pasar dalam negeri akan memantau berbagai sentimen, Pertama dan terutama, tentunya hasil dari Simposium Jackson Hole di AS pada hari Jumat malam yang siap untuk direspons pelaku pasar dalam negeri dimana Bos The Fed, Jerome Powell, memberikan detail kapan dan bagaimana tapering akan dilakukan.

Powell memberikan petunjuk yang tentunya berdampak pada pasar finansial Indonesia di pekan depan. Powell sepakat dengan mayoritas koleganya jika tapering "akan tepat dilakukan di tahun ini".

Meski demikian, pasar saham AS (Wall Street) justru menguat merespons penyataan tersebut, yang berarti direspons positif oleh pelaku pasar.

Artinya, langkah The Fed untuk terus mengkomunikasikan tapering dengan pasar efektif meredam gejolak yang mungkin terjadi seperti di tahun 2013, atau yang dikenal dengan istilah taper tantrum.

Selain itu, The Fed juga menyatakan saat tapering selesai artinya sudah tidak ada lagi QE. Hal tersebut bukan berarti langkah The Fed selanjutnya akan menaikkan suku bunga.

"Waktu mengurangi pembelian aset tidak berarti menjadi pertanda waktu kenaikan suku bunga. Keduanya merupakan hal yang berbesar secara substansial," kata Powell dalam pertemuan Jackson Hole.

Artinya, suku bunga kemungkinan masih akan ditahan di rekor terendah 0,25% dalam beberapa waktu ke depan setelah QE selesai. Hal tersebut lagi-lagi memberikan sentimen positif ke aset-aset berisiko, tetapi tidak untuk dolar AS.

Pada perdagangan Jumat lalu, indeks dolar AS merosot 0,4%, dan selama sepekan anjlok 0,87% yang tentunya membuka peluang rupiah menguat di awal pekan depan. SBN juga berpotensi menguat, sebab yield obligasi (treasury) AS juga turun pada hari Jumat lalu.

Namun, mulai pertengahan pekan pelaku pasar akan lebih berhati-hati. Sebab ada rilis data tenaga kerja AS yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan tapering. Di hari Rabu, akan ada data tenaga kerja AS versi Automatic Data Processing Inc (ADP) yang biasa dijadikan acuan dan memprediksi data tenaga kerja versi pemerintah AS yang akan dirilis hari Jumat.

Selain itu dari dalam negeri ada data aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) serta data inflasi yang akan mempengaruhi pergerakan pasar saham, rupiah, hingga SBN.

IHS Markit akan melaporkan data PMI manufaktur bulan Agustus pada Rabu (1/9/2021). Di bulan Agustus pemerintah mulai melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4, sehingga ada peluang aktivitas manufaktur akan membaik.

PMI manufaktur menggunakan angka 0 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, di atasnya berarti ekspansi. Pada bulan Juli lalu PMI ini jeblok ke level 40,1 dari bulan Juni 53,5.

Sementara itu data inflasi akan dirilis pada Kamis (2/9/2021). Kini yang dinanti adalah kenaikan inflasi sebab menjadi indikasi daya beli masyarakat meningkat. Selain itu, pelaku pasar juga akan menanti apakan PPKM akan kembali dilonggarkan pada Senin besok.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Penjualan Ritel Jepang Periode Juli 2021 (06:50 WIB)
  • Indeks Keyakinan Konsumen Uni-Eropa Periode Agustus 2021 (16:00 WIB)
  • Inflasi Jerman Periode Agustus 2021 (19:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular