
Wall Street Menghijau, Akankah IHSG Menguat Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia terpantau ditutup beragam pada perdagangan Kamis (12/8/2021) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat, sedangkan harga surat berharga negara (SBN) ditutup melemah, dan rupiah ditutup stagnan.
IHSG ditutup melesat 0,84% ke level 6.139,65. IHSG pun kembali menembus level psikologis 6.100, setelah pada Selasa (10/8/2021) lalu sempat keluar ke zona 6.000.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali naik menjadi Rp 16 triliun. Namun, investor asing kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 144 miliar di pasar reguler. Sebanyak 291 saham menguat, 218 saham melemah dan 138 lainnya flat.
Sementara itu dari bursa Asia, mayoritas ditutup melemah pada perdagangan Kamis kemarin. Indeks saham Filipina menjadi yang terburuk dari daftar indeks saham Asia yang melemah.
Hanya indeks saham BSE Sensex India, Straits Times Singapura, dan tentunya IHSG yang mampu bertahan di zona hijau.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Kamis (12/8/2021).
Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Kamis kemarin akhirnya berhasil keluar dari zona merah. Rupiah sepanjang hari kemarin memang cenderung menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), tetapi di akhir perdagangan justru stagnan.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07%, kemudian bertambah menjadi 0,17% di Rp 14.355/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini.
Rupiah setelahnya berbalik melemah 0,1% ke Rp 14.395/US$, sebelum keluar masuk zona merah, dan mengakhiri perdagangan stagnan di Rp 14.380/US$.
Sedangkan di kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada kemarin, rupiah malah menguat tipis 0,05% ke level Rp 14.389, dibandingkan posisi sebelum libur Tahun Baru Hijriah.
Sementara itu di Asia, mayoritas mata uang Benua Kuning kembali melemah pada perdagangan kemarin. Won Korea Selatan menjadi yang terparah pelemahannya.
Hanya yuan China, rupee India, ringgit Malaysia, baht Thailand, dan dolar Taiwan yang menguat terhadap dolar AS.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis (12/8/2021).
Adapun untuk pergerakan harga SBN pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah, ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh SBN acuan. Mayoritas investor kembali melepas SBN pada perdagangan kemarin.
Hanya yield SBN bertenor 3 dan 30 tahun yang mengalami penurunan pada perdagangan Kamis kemarin. Yield SBN bertenor 3 tahun turun 2,5 basis poin (bp) ke level 4,163%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun melemah 0,4 bp ke level 6,88%.
Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi pemerintah berbalik menguat sebesar 0,5 bp ke level 6,341%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis (12/8/2021).
Pelaku pasar RI cenderung mengakumulasikan sentimen positif yang tertunda setelah libur nasional kemarin memperingati Hari Tahun Baru 1 Muharram 1443 Hijriah. Saat itu sentimen positif datang dari Amerika Serikat (AS), di mana Senat AS meloloskan paket stimulus senilai US$ 1 triliun.
Sentimen positif tambahan datang, setelah inflasi AS per Juli naik 5,4% (tahunan), atau sedikit di atas proyeksi ekonom dalam survei Dow Jones yang memperkirakan angka 5,3%. Inflasi bulanan di level 0,5% atau sesuai ekspektasi pasar.
Inflasi yang moderat ini memicu optimisme pasar bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) belum akan terburu-buru menuju pengetatan moneter, sehingga mendukung masuknya dana asing ke pasar negara berkembang, seperti Indonesia.
Walaupun begitu, sentimen positif ini hanya cenderung berlaku terhadap IHSG. Bagi rupiah dan SBN, hal ini menjadi sentimen negatif. Pasalnya, jika inflasi AS makin meninggi, maka dolar AS juga makin kuat dan hal ini dapat menyebabkan rupiah kembali terpuruk.
Sementara di SBN, hal senada juga berlaku karena jika inflasi meninggi, ditambah data-data yang cenderung positif, baik data ketenagakerjaan maupun ekonomi, maka hal ini menjadi alasan investor di pasar surat utang pemerintah untuk melepas kepemilikannya.
Karena SBN merupakan salah satu aset safe haven, yang diburu jika prospek ekonomi masih belum menandakan pemulihan, sebaliknya SBN akan dilepas jika adanya optimisme pasar terkait pemulihan ekonomi suatu negara.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kompak ditutup menguat pada perdagangan Kamis (12/8/2021) waktu setempat, setelah data pengangguran menunjukkan arah pemulihan di tengah moderatnya pertumbuhan harga dari sisi produsen.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,04% ke level 35.499,85, sedangkan S&P 500 menguat 0,3% ke level 4.460,83 dan kembali mencetak rekor terbaru, serta Nasdaq Composite bertambah 0,35% ke posisi 14.816,26.
Di indeks S&P, sektor perawatan kesehatan dan teknologi mengungguli indeks pada perdagangan kemarin, dengan kenaikan masing-masing sekitar 0,8% dan 0,6%. Sementara saham energi, industri, dan material tertinggal.
Sedangkan di indeks Dow Jones, Salesforce dan Apple adalah saham dengan kinerja terbaik di indeks tersebut, sementara Home Depot dan Visa tergelincir.
"Meskipun permukaannya relatif tenang, ada beberapa putaran lagi di bawah permukaan S&P 500 hari ini," tulis analis Goldman Sachs, Chris Hussey, dikutip dari CNBC International.
"Sektor Industri, Material, dan Energi semuanya memimpin S&P 500 melalui beberapa sesi terakhir, sebagian didukung oleh harapan untuk peningkatan belanja infrastruktur, tetapi nyatanya malah berkinerja terburuk hari ini, sebaliknya, kami melihat rotasi kembali ke saham berdurasi panjang, termasuk Teknologi, Layanan Kesehatan, dan Layanan Komunikasi." tambahnya.
Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran baru pekan lalu berada di angka 375.000, atau sama seperti estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 375.000. Angka itu juga lebih baik jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya yakni 385.000.
Adapun untuk indeks harga produsen (producer price index/PPI) per Juli berada di angka 0,9% (bulanan) atau sedikit lebih tinggi dari proyeksi ekonom yang memperkirakan angka 0,6%. Posisi itu masih lebih rendah dari capaian Juni sebesar 1%.
Data terbaru dari PPI datang sehari setelah Departemen Tenaga Kerja mengatakan harga konsumen melonjak 5,4% dari tahun sebelumnya, untuk bulan Juli, dan 0,5% dari bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi inti hanya naik hanya 0,3% pada bulan Juli, di bawah perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan 0,4%.
"Inflasi setidaknya telah berhenti, baik data utama maupun core figure, angka bulanan dan tahunan stabil atau turun dari bulan lalu. Berdasarkan data itu, inflasi tentu tidak dalam peningkatan yang tak terbendung." kata Brad McMillan, kepala investasi di Commonwealth Financial Network, kepada CNBC International.
"Cerita inflasi ini lebih pada komponen tertentu, dan bukannya kenaikan harga secara umum, dan bahkan komponen-komponen tersebut menunjukkan sinyal sudah mencapai puncaknya," tambah McMillan.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar menguat 0,2 basis poin (bp) menjadi 1,361%, setelah kemarin melemah merespons stabilnya angka inflasi.
Saham perbankan pun menguat seperti Goldman Sachs ( 0,27%), Bank of America ( 0,48%) dan JPMorgan ( 0,39%).
Saham Micron ditutup 6,3% lebih rendah, setelah Morgan Stanley memperkirakan perlambatan di pasar chip memori dan menurunkan peringkat saham produsen chip.
Sementara itu, saham Disney naik 0,7%, setelah saham raksasa taman wisata dan hiburan tersebut merilis kinerja keuangannya pada kuartal II-2021. Perusahaan mengalahkan angka perkiraan pada laba dan pendapatan.
Pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen pada hari ini, tentunya dari pergerakan bursa saham Wall Street pada penutupan perdagangan kemarin.
Wall Street sukses mengakhiri perdagangan kemarin di zona hijau, tentutnya berkat dorongan dari data ketenagakerjaan, yakni data klaim pengangguran akhir pekan lalu, yakni pada tanggal 7 Agustus 2021 dan data indeks harga produsen atau PPI.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran baru pekan lalu berada di angka 375.000, atau sama seperti estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 375.000. Angka itu juga lebih baik jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya yakni 385.000.
Selain itu, data inflasi lainnya yakni dari sisi harga produsen juga dirilis pada Kamis kemarin waktu AS, di mana indeks harga produsen (PPI) per Juli 2021 berada di angka 0,9% (bulanan) atau sedikit lebih tinggi dari proyeksi ekonom yang memperkirakan angka 0,6%. Posisi itu masih lebih rendah dari capaian Juni sebesar 1%.
Data terbaru dari PPI datang sehari setelah Departemen Tenaga Kerja mengatakan indeks harga konsumen (IHK) melonjak 5,4% dari tahun sebelumnya, untuk bulan Juli, dan 0,5% dari bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi inti hanya naik hanya 0,3% pada bulan Juli, di bawah perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan 0,4%.
Data IHK menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Inflasi yang moderat ini menunjukkan bahwa inflasi masih bersifat transisional dan pemulihan ekonomi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar menguat 0,2 basis poin (bp) menjadi 1,361%, setelah kemarin melemah merespons stabilnya angka inflasi.
Sedangkan pada hari ini, beberapa data ekonomi di masing-masing negara akan dirilis. Seperti data harga ekspor-impor Korea Selatan periode Juli 2021, data neraca perdagangan Zona Euro pada bulan Juni 2021, dan data harga ekspor-impor AS pada Juli 2021.
Adapun dari dalam negeri, terkait perkembangan pandemi virus corona (Covid-19), kasus positif Covid-19 di Indonesia cenderung masih bertambah setiap harinya, di mana Jawa Tengah menjadi provinsi dengan tambahan kasus tertinggi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Kamis (12/8/2021) hingga pukul 12.00 WIB, Jawa Tengah mencatat tambahan kasus sebanyak 5.300 orang dalam sehari.
Selanjutnya provinsi kedua adalah Jawa Barat sebanyak 1.868 kasus. Tak hanya Provinsi di Pulau Jawa, tambahan kasus tertinggi juga terlihat di luar Pulau Jawa.
Pada urutan ketiga tambahan kasus tertinggi, ada Provinsi Sumatera Utara yang mencatat tambahan kasus sebanyak 1.314 orang. Kemudian Provinsi Bali 1.353 kasus dan yang terakhir adalah Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 1.176 kasus.
Sebagai informasi, kemarin, tambahan kasus aktif turun 13.394 orang menjadi 412.776 orang. Ada 153.717 spesimen diperiksa dan 302.070 suspek.
Kasus konfirmasi positif bertambah 24.709, melandai dibanding dengan hari biasanya. Secara total, kasus positif menjadi 3.774.155 orang.
Adapun angka kesembuhan bertambah 36.637 orang menjadi 3.247.715 orang. Sayangnya, ada 1.466 kasus meninggal di mana secara total kasus meninggal menjadi 113.664 orang.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data harga ekspor-impor Korea Selatan periode Juli 2021 (04:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Inti Agri Resources Tbk (09:30 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sat Nusapersada Tbk (10:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Diamond Food Indonesia Tbk (Tentatif),
- Rilis data neraca perdagangan Zona Euro periode Juni 2021 (16:00 WIB),
- Rilis data harga ekspor-impor Amerika Serikat periode Juli 2021 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY) | 7,07% |
Inflasi (Juli 2021, YoY) | 1,52% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2021) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2021) | -0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2020) | US$ 4,1 miliar |
Cadangan Devisa (Juli 2021) | US$ 137,3 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd) Next Article Menanti Petunjuk dari MH Thamrin, IHSG Lepas dari Zona Merah?