
Resesi RI di Depan Mata, Semoga Pasar Tidak Menghukum

Sentimen perdagangan hari ini masih dari rilis data kemarin yang belum sempat direspons oleh para pelaku pasar karena kondisi global yang sedang oke.
Dari dalam negeri data kurang enak datang dari rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan pada September terjadi deflasi sebesar 0,05% meskipun survei dari Bank Indonesia memprediksikan terjadinya inflasi sebesar 0,05% dan konsensus juga menargetkan hal yang sama.
Hal ini artinya selama kuartal ketiga tahun 2020, Indonesia terus-terusan mengalami deflasi yang mengindikasikan adanya masalah daya beli masyarakat dan mengkonfirmasi bahwa memang Indonesia sudah sangat dekat dengan jurang resesi.
Dari Paman Sam, rilis data tingkat pengangguran tentu saja sangat dinanti oleh para investor. Tingkat pengangguran ini diekspektasikan berada di angka 8,2% pada September, turun dibandingkan dengan angka bulan Agustus yakni 8,4% sebelum sempat memuncak pada bulan Mei di angka 14,7%. Tingkat pengangguran sendiri menjadi tolak ukur pengeluaran konsumen yang menjadi mayoritas pengerak ekonomi AS.
Sementara itu rilis kedua angka PMI di negara-negara Uni Eropa tidak menunjukkan banyak perubahan dari rilis pertama. Negara-negara besar di Benua Biru masih menunjukkan tren kenaikan angka PMI yang rata-rata sudah berada di atas angka 50 yang mengindikasikan adanya ekspansi di sektor manufaktur.
PMI Uni Eropa sendiri berada di angka 53,7 pada bulan September, naik dari posisi bulan Agustus yang berada di angka 51,7.
Sementara itu Indeks Harga Konsumen Uni Eropa yang datanya akan dirilis hari ini memiliki konsensus terjadinya inflasi secara bulanan sebesar 0,1% setelah pada bulan lalu juga terjadi deflasi sebesar 0,4% yang mengindikasikan adanya pemulihan daya beli masyarakat.
(sef/sef)