
Yang Habis Gajian Bersiap, IHSG Kayanya Mau Hijau Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan ini ditutup terkoreksi2,24% di level 4.945,79. Kenaikan IHSG pada akhir pekan tidak mampu menyelamatkan IHSG dari koreksi selama 4 hari beruntun pada pekan ini.
Dari dalam negeri sentimen negatif datang dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang meramal, untuk kuartal III ini, perekonomian Indonesia akan berada di kisaran minus 2,9% hingga minus 1%. Artinya perekonomian Nasional terkontraksi dua kuartal berturut-turut setelah pada kuartal II terkontraksi 5,32% sehingga Indonesia secara sah dan meyakinkan jatuh ke jurang resesi.
Akan tetapi pada hari terakhir IHSG pelemahan IHSG berhasil dipangkas oleh sentimen media China yang mengklaim WHO sudah menyetujui vaksin buatan negara itu meskipun WHO belum mengkonfirmasi hal ini setelah dihubungi oleh CNBC Indonesia.
Bahkan, media resmi negara itu CGTV memuat headline "Vaksin Covid-19 China terbukti berhasil dalam uji coba klinis: WHO". Media itu mengambil potongan pernyataan konferensi pers dari seorang petinggi WHO Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO.
Dalam laporan media itu Swaminathan dikutip mengatakan bahwa WHO akan membantu mendistribusikan vaksin.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin Covid-19 secara global, percaya bahwa ini adalah cara tercepat untuk mengakhiri pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi global." kata Swaminathan, sebagaimana dilaporkan CGTV, Rabu (23/9/2020).
"Vaksin China dapat membantu mewujudkan tujuan itu dalam waktu dekat karena beberapa vaksin telah terbukti berhasil dalam uji klinis."
Senasib dengan IHSG, Nilai tukar rupiah babak belur melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pada perdagangan pekan ini. Pada pekan ini rupiah sudah melemah dalam 4 hari beruntun akibat dolar AS yang sedang perkasa-perkasanya.
Melansir data Refinitiv, rupiah terkoreksi parah 1,05% terhadap dollar AS selama sepekan terakhir ke level Rp 14.845/US$ mesikipun pada perdagangan akhir pekan rupiah sempat stagnan melawan dolar Paman Sam dan menghentikan pelemahan 4 hari berturut-turut. Rupiah semakin mendekati level psikologisnya di angka Rp 15.000/US$.
Sedangkan harga obligasi negara pada Jumat (25/9/2020) mayoritas ditutup melemah. Hanya obligasi tenor 1 tahun dan 20 tahun yang harganya mengalami kenaikan.
Tercatat imbal hasil (yield) SBN dengan tenor 1 tahun turun 18,5 basis poin ke level 3,642% dan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun melemah 0,4 basis poin ke 7,444%, sedangkan sisanya mengalami penguatan yield.
Dari busa acuan global Paman Sam, saham-saham teknologi kembali menyelamatkan Wall Street Jumat (25/9/2020). Bahkan, mengangkat indeks utama lebih dari 1%.
Indeks Nasdaq misalnya naik 2,3% atau sekitar 241,20 poin menjadi 10,913,56. Sagam Apple Inc (AAPL), Microsoft Corp (MSFT) dan Amazon.com Inc (AMZN) memimpin kenaikan hingga 2,1%.
Namun sayangnya Dow Jones dan S&P 500, meski juga di zona hijau, masih membukukan penurunan mingguan terpanjang dalam satu tahun. Karena ketakutan akan perlambatan ekonomi.
Dow naik 1,34% atau 358,52 poin ke 27.173,96. Sedangkan S&P 500 naik 1,60% atau 51,87 poin ke 3.298,46.
Menurut sejumlah pengamat saham teknologi memang masih akan diburu hingga 2021. Itulah sebabnya Nasdaq bisa melaju kencang.
"Investor melihat jangka panjang dan percaya teknologi tetap menjadi pilihan investasi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York dikutip dari Reuters.
Secara general, analis lain menilai kenaikan seluruh indeks memang tak menunjukkan momentum yang lebih luas. Investor tetap gelisah dengan kegagalan lanjutan dari anggota parlemen AS di Washington untuk menyetujui stimulus lebih banyak guna membantu ekonomi AS yang terpukul.
"Pasar telah berada di bawah tekanan untuk sementara waktu dan hanya mengejar sedikit perburuan harga murah pada hari Jumat," kata Art Hogan, kepala strategi pasar di National Securities dikutip AFP.
Sentimen utama perdagangan bursa lokal tentunya masih datang dari kasus penambahan harian virus corona di Indonesia yang sepertinya masih belum menemukan puncaknya bahkan baru-baru ini corona baru saja mencetak rekor harian tertinggi selama 3 hari berturut-turut.
Terbaru, pasien yang terjangkit corona virus (Covid-19) dari hari ke hari jumlahnya terus bertambah. Per Minggu, (27/09/2020) pukul 12.00 WIB Jumlah kasusnya bertambah sebanyak 3.874 kasus. Sehingga total total sampai hari ini mencapai 275.213 kasus.
Tentunya apabila kasus Covid-19 di Indonesia berlarut-larut maka pemulihan bursa akan semakin lamban.
Berikutnya, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September 2020. Setelah berlangsung dua pekan, PSBB ketat kembali diperpanjang hingga 11 Oktober 2020 mendatang. Selama kurun waktu tersebut, nasib dunia usaha yang sempat menunjukkan tanda-tanda bangkit, kini kembali tak menentu.
Selanjutnya mengingat pekan depan adalah awal bulan baru, Oktober. Biasanya setiap awal bulan akan ada rilis data inflasi. Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan IV memperkirakan inflasi domestik pada September sebesar 0,01% secara bulanan (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) menjadi 0,95% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) 1,48%.
"Penyumbang utama inflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas minyak goreng sebesar 0,02% (MtM), serta bawang putih dan cabai merah masing-masing sebesar 0,01%. Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras sebesar -0,04%, daging ayam ras sebesar -0,02%, bawang merah sebesar -0,02%, serta jeruk, cabai rawit, dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01%," sebut keterangan tertulis BI.
Meski inflasi tipis saja, tetapi ada peningkatan ketimbang dua bulan sebelumnya yang berturut-turut mencatatkan deflasi. Apakah ini pertanda daya beli masyarakat mulai pulih sehingga terjadi tekanan harga?
Masih terlalu dini untuk menyimpulkan ke arah sana. Namun kalau ada sedikit saja harapan, maka bisa menjadi sentimen positif di pasar keuangan Tanah Air. Maklum, pasar butuh oasis di padang pasir yang penuh derita ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Penjualan Ritel Korea Selatan (6:00 WIB)
- CPI Tokyo Bulan September (6:30 WIB)
- Sentimen Industri Uni Eropa (16:00 WIB)
- CPI Jerman Bulan September ( 19:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (Agustus 2020 YoY) | 1,32% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (Agustus 2020) | US$ 137,04 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp) Next Article Balik Arah, BRIS Bakal Nanjak Terus?