Newsletter

Dampak Corona Semakin Meradang, Sentimen Pasar Terus Tertekan

Haryanto, CNBC Indonesia
17 April 2020 06:18
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan hari Kamis kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan juga nilai tukar rupiah melemah, namun pasar obligasi pemerintah menguat.

Kemarin, IHSG ditutup melemah 3,14% ke level 4.480,61, dengan nilai transaksi tercatat Rp 6,54 triliun. Dalam sepekan terakhir IHSG sudah terkoreksi 3,16% dan sejak awal tahun turun signifikan hampir 29%.

Investor asing terus menjaga jarak dengan bursa saham Tanah Air. Hal ini tercermin dari aksi jual bersih asing sebesar Rp 1,19 triliun. Jika ditarik mundur ke awal tahun, asing telah kabur dari dalam negeri sebesar Rp 14,35 triliun.

Sentimen negatif muncul lagi setelah Dana Moneter Internasional (IMF) kembali meramal pertumbuhan ekonomi Asia di tahun 2020  bakal "terhenti". Ini pertama kalinya terjadi dalam 60 tahun terakhir, apalagi kalau bukan karena corona (COVID-19).

 

"Masa yang sangat tidak pasti dan menantang bagi ekonomi global. Wilayah Asia-Pasifik tidak terkecuali," kata Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Changyong Rhee, dikutip dari Reuters, Kamis (16/4/2020).

Ia mengatakan negara Asia tidak boleh menganggap situasi ini sepele. Situasi sekarang bukan "business as usual" dan sejumlah instrumen kebijakan diperlukan.

Bahkan, ekonomi Asia bakal nol tahun ini. Lebih buruk dari pertumbuhan saat krisis keuangan global tahun 2008 yakni 4,7% dan krisis keuangan Asia tahun 1990 yakni 1,3%.

Ramalan ini lagi dan lagi berdampak pada aksi jual di pasar saham atau mulai terjadinya sentimen risk aversion atau kecenderungan investor menghindari aset-aset berisiko akibat kekhawatiran resesi global sebagai dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).

Investor pun mulai berlari ke aset pendapatan tetap (fixed income) yang dianggap minim risiko di tengah situasi resesi dan depresi.

Di pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kemarin membawa kabar gembira kenaikan. Penguatan harga terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) untuk tiga seri acuan (benchmark).

Seri acuan yang paling menguat kemarin adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 15,7 basis poin (bps) menjadi 7,43%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.  Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Apresiasi di pasar surat utang pemerintah kemarin tidak senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada Kamis (16/4/2020), rupiah melemah 0,32% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 15.600/US$ di pasar spot.

Nilai tukar rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (16/4/2020). Depresiasi ini akibat kurang bagusnya sentimen pasar setelah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi resesi global yang dalam akibat penyakit virus corona.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung masuk ke zona merah, melemah 0,39% di Rp 15.610/US$. Depresiasi rupiah membengkak hingga 1,29% di Rp 15.750/US$, tetapi berhasil dipangkas dan mengakhiri perdagangan di level Rp 15.600/US$ atau melemah 0,32% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dengan pelemahan hari ini, rupiah mengakhiri rentetan penguatan 4 hari beruntun.



[Gambas:Video CNBC]



Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street membukukan kenaikan pada perdagangan Kamis (16/4/2020), karena laporan data klaim pengangguran yang lebih baik dari perkiraan dan periode sebelumnya.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 33,33 poin, atau 0,1%, menjadi 2.337,68, menghapus kerugian di awal perdagangan. S&P 500 naik 16,19 poin, atau 0,6%, menjadi 2.799,55 dan Nasdaq Composite naik 139,19 poin, atau 1,7% menjadi 8532,36.

Departemen Tenaga Kerja AS menyebutkan ada 5,245 juta orang Amerika mengajukan klaim tunjangan pengangguran pada periode seminggu hingga 11 April kemarin. Kendati demikian, rilis data ini masih lebih baik atau sedikit menurun dari yang diperkirakan ekonom untuk peningkatan 5,35 juta dan di periode sebelumnya yang mencapai 6,615 juta orang.

Sementara itu, total klaim tunjangan pengangguran di AS hingga pekan lalu menjadi 22 juta orang akibat wabah virus corona.

"Dengan 22 juta orang sekarang menganggur, pertanyaan yang dihadapi adalah seberapa jauh angka ini bisa naik," kata Mike Loewengart, wakil presiden strategi investasi di E-Trade. "Klaim pengangguran hari ini masih menunjukkan kuatnya kerapuhan pasar tenaga kerja."

Namun, Kepala Ekonom Grant Thornton Diane Swonk menunjukkan laju klaim mingguan menurun pekan lalu.

“Ini bukan kabar baik ketika terpaan bertambah tetapi harus memuncak,” kata Swonk. “Kami akan menyalurkan 1,3 juta plus pinjaman usaha kecil. Mereka harus mulai menggunakan uang itu dalam 10 hari, yang berarti kita akan membawa orang kembali ke daftar gaji pada bulan Mei dan Juni. "

Meskipun data ekonomi suram baru-baru ini, beberapa ahli strategi pasar menunjukkan perlambatan dalam jumlah harian kasus baru virus corona AS dan perataan jumlah bersih rawat inap di negara bagian New York sebagai bukti bahwa pasar dapat tren naik dalam beberapa minggu mendatang.

Melansir dari CNBC Internasional, Marko Kolanovic dari JPMorgan mengatakan pada Rabu malam bahwa perbaikan dalam data perawatan kesehatan seperti itu dapat mendorong pemerintah negara bagian untuk mengambil "langkah kecil" untuk membuka kembali perekonomian tertentu secepat minggu depan.

Kolanovic, kepala global strategi kuantitatif dan derivatif di JPMorgan, mengulangi perkiraannya bahwa pasar ekuitas AS dapat mencapai level tertinggi baru sepanjang masa segera setelah paruh pertama tahun 2021 jika ekonomi diperkirakan untuk pulih akhir tahun ini.

Angka perawatan kesehatan yang lebih baik berarti “kami pikir akan mungkin untuk membuka kembali lebih awal. Kami pikir dalam waktu seminggu dari sekarang, Anda akan mulai melihat beberapa gerakan terbatas, "katanya kepada" Fast Money "CNBC pada hari Rabu.

Saham Morgan Stanley kehilangan keuntungan pasar yang lebih luas setelah perusahaan tersebut melaporkan penurunan tajam laba untuk kuartal pertama. Saham turun 4 sen, atau 0,1%, menjadi US$ 38,36. Sementara saham BlackRock naik $ 15,92, atau 3,6%, menjadi US$ 458,99 setelah manajer aset membukukan laba yang disesuaikan lebih baik dari perkiraan, bahkan saat itu juga melaporkan penurunan aset yang dikelola.

Sementara itu, kasus terkonfirmasi dari virus corona telah melewati 2,06 juta secara global, menurut data dari Johns Hopkins University, dengan AS yang menyumbang sekitar sepertiganya, sedangkan korban kematian global melebihi 137.000 orang.

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di bursa saham Wall Street yang sedikit menguat, kemungkinan memberikan sentimen positif bagi bursa saham global dan domestik.

Sentimen kedua, yaitu perkembangan penyebaran wabah virus corona. Per pukul 05:00 WIB, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai 2,14 juta orang, dengan jumlah korban jiwa sebanyak 142.735 orang.

Di Indonesia sendiri, ada penambahan kasus sebanyak 380 menjadi 5.516 orang terinfeksi positif virus corona dan korban jiwa tercatat sebanyak 496 orang dari 469 dihari sebelumnya.

Situasi ini bisa mempengaruhi psikologis investor. Di mana investor cenderung untuk menjauhi aset-aset berisiko di tengah situasi ekonomi semakin buruk hingga menuju jurang resesi.

Penjualan dalam aset-set berisiko bisa memperkuat pasar obligasi dan aset safe haven.

Ketiga ramalan dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Asia di tahun 2020  bakal "terhenti". Ini pertama kalinya terjadi dalam 60 tahun terakhir, apalagi kalau bukan karena corona.

Ia mengatakan negara Asia tidak boleh menganggap situasi ini sepele. Bahkan, ekonomi Asia bakal nol tahun ini.

Sementara laporan data dari Departemen Tenaga Kerja AS yang menunjukkan bahwa klaim pengangguran lebih baik dari perkiraan bisa memberikan harapan para pelaku pasar.

Saat ini, ada 5,245 juta orang Amerika mengajukan klaim tunjangan. Kendati demikian, rilis data ini masih lebih baik atau sedikit menurun dari yang diperkirakan ekonom untuk peningkatan 5,35 juta dan di periode sebelumnya yang mencapai 6,615 juta orang.

Angka klaim pengangguran AS yang masih relatif tinggi, menjadi keuntungan tersendiri bagi mata uang Garuda, seiring dengan pelemahan dolar AS, sehingga rupiah kemungkinan berpotensi untuk menguat.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  •          PDB China (09:00 WIB)
  •          Penjualan Ritel China (09:00 WIB)

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Maret 2020 YoY)

2,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Maret 2020)

US$ 120,97 miliar

 

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/sef) Next Article Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular