
Newsletter
Korban Virus Corona Makin Banyak, Situasi 'Darurat' Global?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 January 2020 06:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan tanah air ditransaksikan menguat pada perdagangan kemarin. Apresiasi di pasar keuangan dalam negeri terjadi ketika wabah virus corona semakin mengkhawatirkan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis 0,03% pada Rabu (29/1/2020). IHSG sempat menyentuh level tertingginya di beberapa menit awal setelah perdagangan dibuka. Namun setelah itu, IHSG terus mengalami koreksi, walau pada akhirnya selamat dari zona merah di menit-menit terakhir perdagangan.
Kemarin, bursa saham utama kawasan Asia ditutup variatif. Indeks Strait Times menguat 0,04% dan indeks SETi naik 0,78%. Dua indeks bursa utama kawasan Asia Tenggara lain yaitu indeks KLCI (Malaysia) dan PSEi (Filipina) justru malah terkoreksi masing - masing 0,08% dan 0,09%.
Beralih ke bursa saham benua kuning lainnya, indeks Nikkei225 dan Kospi masing-masing terangkat 0,71% dan 0,39%. Indeks Sensex juga mengalami apresiasi sebesar 0,54%. Nasib apes justru dialami oleh Hong Kong, indeks Hang Seng harus rela ditutup anjlok 2,82%. Sementara itu, bursa China masih tutup hingga akhir bulan karena perayaan tahun baru imlek.
Penguatan IHSG walau tipis ternyata juga dibarengi dengan apresiasi pada nilai tukar rupiah dan penurunan imbal hasil SUN.
Setelah mengalami pelemahan dua hari beruntun, nilai tukar rupiah akhirnya menguat tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Terakhir rupiah dibanderol di harga Rp 13.620/US$.
Sementara itu, penurunan imbal hasil terjadi di pasar obligasi rupiah pemerintah RI. Penurunan imbal hasil mengindikasikan adanya kenaikan pada harga SUN. Penurunan imbal hasil paling tinggi dialami oleh SUN seri acuan tenor 10 tahun yang turun 12,6 basis poin.
Data realisasi investasi yang dirilis oleh BKPM kemarin cukup memberikan sentimen positif untuk pasar keuangan tanah air. BKPM mencatat total realisasi investasi pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun. Capaian ini melampaui target yang dipatok di angka Rp 792 triliun.
Total realisasi investasi tumbuh 12,2% dalam setahun (yoy). Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar Rp 423,1 triliun sepanjang tahun 2019. Realisasi PMA tumbuh 7,7% (yoy). Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di tahun yang sama sebesar Rp 386,5 triliun tumbuh 17,6% (yoy).
Walau target investasi dapat tercapai, bahkan berhasil melampaui. Namun target investasi asing (PMA) masih saja tak tercapai. Pada 2019, capaian realisasi PMA terhadap target mencapai 87,5%. Tahun sebelumnya lebih parah hanya 82,2% saja dari target.
Walau cukup menjadi sentimen positif, tetap saja pasar masih waspada merespons kasus virus corona yang terus meluas. Berdasarkan data pemetaan spasial ArcGis oleh John Hopkins CSSE, saat ini sudah ada 6.165 kasus positif terjangkit virus corona yang dilaporkan. Jumlah korban yang meninggal mencapai 133 orang, sementara yang dinyatakan pulih juga terus bertambah menjadi 126 pasien.
Virus ini telah menjangkiti lebih dari 17 negara. Infeksi virus penyebab pneumonia ini kini sudah masuk ke Timur Tengah. Terakhir, ada empat kasus orang terinfeksi virus corona di Uni Emirat Arab kemarin.
Wabah virus corona memang tak se-mematikan SARS pada 2002-2003. Tingkat mortalitas saat epidemi SARS mencapai hampir 10% sementara untuk kasus virus corona ini hanya di kisaran 2%. Namun yang patut diwaspadai adalah penyebarannya yang begitu pesat.
Saking pesatnya pasar keuangan global juga sempat goyah dibuatnya, salah satunya Wall Street. Indeks bursa saham Paman Sam dibuat anjlok oleh virus ini sejak 24 Januari lalu. Namun berhasil ditutup menguat pada 28 Januari 2020.
Kemarin, tiga indeks utama Wall Street ditutup bervariasi. Dow Jones Industrial Average berhasil naik tipis 0,04% dan indeks komposit Nasdaq menguat 0,06%. Nasib apes justru dialami indeks S&P 500 yang justru harus terpangkas 0,09%.
Akhir Januari memang jadi musim rilis laporan keuangan. Pelaku pasar kini sedang menyoroti kinerja keuangan emiten teknologi yang tergabung dalam grup FAANG M atau Facebook, Amazon, Apple, Netflix, Google dan Microsoft.
Pada sesi perdagangan kemarin, Facebook mencatatkan kinerja keuangan yang lebih baik dari estimasi analis dilihat dari segi pendapatan maupun laba. Dari sisi top line perusahaan besutan Marck Zuckerberg tersebut berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 21,08 miliar. Sementara analis memperkirakan perolehan pendapatan yang lebih rendah yaitu US$ 20,89 miliar.
Ditinjau dari sisi bottom line, laba per saham Facebook juga berhasil melampaui estimasi analis. Laba per saham Facebook diramal hanya mencapai US$ 2,53/lembar saham. Sementara real-nya mencapai US$ 2,56/lembar saham.
Kinerja yang baik juga dibukukan oleh emiten teknologi AS lain. Kini giliran perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates. Sama seperti Facebook, Microsoft berhasil melampaui perkiraan analis untuk top line dan bottom line-nya.
Pada kuartal ke empat 2019, pendapatan Microsoft tumbuh 14% (yoy). Microsoft berhasil mencetak pendapatan sebesar US$ 36,91 miliar lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya sebesar US$ 35,68 miliar.
Dari sisi bottom line, laba per saham Microsoft juga tercatat lebih tinggi dari estimasi. Berdasarkan estimasi, laba per saham Microsoft hanya US$ 1,32 /lembar saham. Namun berdasarkan rilis laporan keuangannya, Microsoft berhasil membukukan laba per saham hingga US$ 1,51/lembar saham.
Seolah tak mau kalah, emiten milik Elon Musk juga mencatatkan kinerja yang baik. Tesla berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 7,38 miliar pada kuartal empat. Sementara analis hanya memprediksi sebesar US$ 7,02 miliar.
Perdagangan kemarin (waktu AS) juga bertepatan dengan hari di mana otoritas moneter AS yaitu The Fed mengumumkan kebijakan moneternya. The Fed memutuskan untuk tetap mempertahankan The Fed Fund Rate atau suku bunga acuan di kisaran 1,5% - 1,75%.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, suku bunga tetap dipertahankan pada kisaran sekarang untuk mencapai target inflasi 2%. Walau suku bunga acuan tak berubah, The Fed menaikkan Interest Rate on Excess Reserves (IOER).
IOER yang dulunya dipatok di 1,55% dinaikkan menjadi 1,6%. Kenaikan bunga untuk cadangan perbankan ini dimaksudkan untuk mengatrol suku bunga overnight The Fed yang kini mepet bawah.
Pasalnya sejak The Fed melakukan transaksi repo pada Oktober tahun lalu, Fed Rate berada di angka 1,55%. The Fed lebih menghendaki Fed Rate berada di pertengahan, tidak terlalu atas maupun terlalu bawah.
Dalam konferensi persnya dini hari tadi waktu Indonesia, Gubernur The Fed, Jerome Powell menanggapi berbagai isu mulai dari transaksi repo yang dilakukan bank sentral tersebut hingga virus corona yang makin meluas akhir-akhir ini. Terkait virus corona Jerome Powell lebih memilih terus memantau perkembangannya ketimbang harus berspekulasi. Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar patut mencermati beberapa sentimen. Pertama tentu dari kinerja bursa saham Wall Street. Sebagai kiblat pasar saham dunia, apa yang terjadi di Wall Street dapat berdampak ke pasar lainnya.
Wall Street ditutup bervariasi. Dua indeks utama yaitu DJIA dan Nasdaq komposit ditutup menguat, tetapi terbatas. Pasar masih mencemaskan kemungkinan penyebaran virus corona ini makin meluas dan berdampak signifikan untuk perekonomian.
CNBC Internasional melaporkan, WHO kini sedang sangat menyoroti kasus penyebaran virus ini di luar China. WHO menilai , penyebaran virus yang sangat cepat merupakan keprihatinan serius bagi mereka.
WHO dikabarkan akan menggelar pertemuan minggu ini untuk memutuskan apakah situasi ini dapat dideklarasikan sebagai kondisi darurat global.
“Perkembangan dari wabah dan penularannya adalah sebuah keprihatinan serius” kata Dr. Mike Ryan salah satu pejabat WHO.
Infeksi patogen ini terus meluas dengan sangat pesat. Sejak kasus pertama dilaporkan di awal tahun hingga saat ini ribuan orang telah terjangkit. Awalnya virus ini ditemukan di Wuhan, kini sang patogen telah menjelajah ke berbagai benua.
Laporan terbaru menunjukkan kasus ini ditemukan di China (6.070 kasus), Thailand (14 kasus), Hong Kong (10 kasus), Taiwan (8 kasus), Jepang, Macau, Malaysia, Singapura masing-masing melaporkan ada 7 kasus, Korea Selatan dan Uni Emirat Arab masing-masing 4 kasus, Vietnam (2 kasus) sementara masing-masing 1 kasus dilaporkan di Nepal, Sri Lanka dan Kamboja.
Benua Asia memang merupakan benua yang paling banyak terjangkiti. Namun benua Eropa, Amerika bahkan Australia juga ikut terjangkit. Di Australia dilaporkan ada 5 kasus, sementara di Eropa ada 10 kasus di Perancis (5 kasus), Jerman (4 kasus) dan Finlandia (1 kasus). Terakhir di AS ada 5 kasus dan Kanada 2 kasus.
Bagaimanapun juga virus ini telah membuat aktivitas ekonomi di China terganggu. Pabrik dan berbagai fasilitas transportasi ditutup. Warga China diminta untuk tetap tinggal dan tak bepergian. Sementara itu stok makanan dan peralatan medis semakin menipis.
Hal ini tak membuat AS berniat mencabut tarif yang dikenakan Paman Sam untuk produk impor asal China. AS akan tetap menerapkan tarif untuk berbagai barang impor asal China walau virus ini membuat ekonomi Negeri Panda terkena guncangan. Pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan kasus ini. Pasalnya dampak yang ditimbulkan bisa merembet ke mana-mana. Namun jika berkaca pada kasus SARS 17 tahun silam, dampak wabah ke pasar keuangan berlangsung temporer.
Sentimen lain yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar adalah kemungkinan The Fed untuk melakukan transaksi repo hingga bulan Juni tahun ini. Suntikan likuiditas yang dilakukan oleh The Fed ini bisa jadi sentimen positif untuk sementara waktu bagi pasar keuangan.
Walau praktiknya mirip dengan Quantitative Easing, tetapi The Fed mengatakan ada perbedaan mendasar antara QE dan transaksi repo yang dijalankan saat ini. QE dimaksudkan untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang sementara transaksi repo dimaksudkan untuk mencapai tingkat suku bunga yang diinginkan jangka pendek. Namun dampaknya mirip yaitu kenaikan pada harga aset.
Mengutip Wall Street Journal, sejak melakukan transaksi repo pada Oktober tahun lalu, The Fed telah memompa likuiditas lebih dari US$ 500 miliar untuk membeli berbagai aset seperti T-Bill dan efek beragun aset.
Sentimen terakhir yang juga perlu dicermati oleh pelaku pasar adalah rilis data ekonomi AS. Hari ini akan ada pembacaan pertama pertumbuhan PDB AS kuartal keempat tahun 2019.
Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV yang disetahunkan (annualized) masih sama dengan angka pertumbuhan kuartal ketiga tahun lalu.
Jika angkanya melampaui konsensus, maka ini bisa jadi sentimen positif untuk penggerak pasar. Namun jika yang terjadi sebaliknya, hal ini bukan kabar baik untuk pasar.
(twg/twg) Next Article Lupakan Joe Biden! Kembali ke Covid-19, Lockdown dan PPKM
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis 0,03% pada Rabu (29/1/2020). IHSG sempat menyentuh level tertingginya di beberapa menit awal setelah perdagangan dibuka. Namun setelah itu, IHSG terus mengalami koreksi, walau pada akhirnya selamat dari zona merah di menit-menit terakhir perdagangan.
Kemarin, bursa saham utama kawasan Asia ditutup variatif. Indeks Strait Times menguat 0,04% dan indeks SETi naik 0,78%. Dua indeks bursa utama kawasan Asia Tenggara lain yaitu indeks KLCI (Malaysia) dan PSEi (Filipina) justru malah terkoreksi masing - masing 0,08% dan 0,09%.
Beralih ke bursa saham benua kuning lainnya, indeks Nikkei225 dan Kospi masing-masing terangkat 0,71% dan 0,39%. Indeks Sensex juga mengalami apresiasi sebesar 0,54%. Nasib apes justru dialami oleh Hong Kong, indeks Hang Seng harus rela ditutup anjlok 2,82%. Sementara itu, bursa China masih tutup hingga akhir bulan karena perayaan tahun baru imlek.
Penguatan IHSG walau tipis ternyata juga dibarengi dengan apresiasi pada nilai tukar rupiah dan penurunan imbal hasil SUN.
Setelah mengalami pelemahan dua hari beruntun, nilai tukar rupiah akhirnya menguat tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Terakhir rupiah dibanderol di harga Rp 13.620/US$.
Sementara itu, penurunan imbal hasil terjadi di pasar obligasi rupiah pemerintah RI. Penurunan imbal hasil mengindikasikan adanya kenaikan pada harga SUN. Penurunan imbal hasil paling tinggi dialami oleh SUN seri acuan tenor 10 tahun yang turun 12,6 basis poin.
Data realisasi investasi yang dirilis oleh BKPM kemarin cukup memberikan sentimen positif untuk pasar keuangan tanah air. BKPM mencatat total realisasi investasi pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun. Capaian ini melampaui target yang dipatok di angka Rp 792 triliun.
Total realisasi investasi tumbuh 12,2% dalam setahun (yoy). Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar Rp 423,1 triliun sepanjang tahun 2019. Realisasi PMA tumbuh 7,7% (yoy). Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di tahun yang sama sebesar Rp 386,5 triliun tumbuh 17,6% (yoy).
Walau target investasi dapat tercapai, bahkan berhasil melampaui. Namun target investasi asing (PMA) masih saja tak tercapai. Pada 2019, capaian realisasi PMA terhadap target mencapai 87,5%. Tahun sebelumnya lebih parah hanya 82,2% saja dari target.
Walau cukup menjadi sentimen positif, tetap saja pasar masih waspada merespons kasus virus corona yang terus meluas. Berdasarkan data pemetaan spasial ArcGis oleh John Hopkins CSSE, saat ini sudah ada 6.165 kasus positif terjangkit virus corona yang dilaporkan. Jumlah korban yang meninggal mencapai 133 orang, sementara yang dinyatakan pulih juga terus bertambah menjadi 126 pasien.
Virus ini telah menjangkiti lebih dari 17 negara. Infeksi virus penyebab pneumonia ini kini sudah masuk ke Timur Tengah. Terakhir, ada empat kasus orang terinfeksi virus corona di Uni Emirat Arab kemarin.
Wabah virus corona memang tak se-mematikan SARS pada 2002-2003. Tingkat mortalitas saat epidemi SARS mencapai hampir 10% sementara untuk kasus virus corona ini hanya di kisaran 2%. Namun yang patut diwaspadai adalah penyebarannya yang begitu pesat.
Saking pesatnya pasar keuangan global juga sempat goyah dibuatnya, salah satunya Wall Street. Indeks bursa saham Paman Sam dibuat anjlok oleh virus ini sejak 24 Januari lalu. Namun berhasil ditutup menguat pada 28 Januari 2020.
Kemarin, tiga indeks utama Wall Street ditutup bervariasi. Dow Jones Industrial Average berhasil naik tipis 0,04% dan indeks komposit Nasdaq menguat 0,06%. Nasib apes justru dialami indeks S&P 500 yang justru harus terpangkas 0,09%.
Akhir Januari memang jadi musim rilis laporan keuangan. Pelaku pasar kini sedang menyoroti kinerja keuangan emiten teknologi yang tergabung dalam grup FAANG M atau Facebook, Amazon, Apple, Netflix, Google dan Microsoft.
Pada sesi perdagangan kemarin, Facebook mencatatkan kinerja keuangan yang lebih baik dari estimasi analis dilihat dari segi pendapatan maupun laba. Dari sisi top line perusahaan besutan Marck Zuckerberg tersebut berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 21,08 miliar. Sementara analis memperkirakan perolehan pendapatan yang lebih rendah yaitu US$ 20,89 miliar.
Ditinjau dari sisi bottom line, laba per saham Facebook juga berhasil melampaui estimasi analis. Laba per saham Facebook diramal hanya mencapai US$ 2,53/lembar saham. Sementara real-nya mencapai US$ 2,56/lembar saham.
Kinerja yang baik juga dibukukan oleh emiten teknologi AS lain. Kini giliran perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates. Sama seperti Facebook, Microsoft berhasil melampaui perkiraan analis untuk top line dan bottom line-nya.
Pada kuartal ke empat 2019, pendapatan Microsoft tumbuh 14% (yoy). Microsoft berhasil mencetak pendapatan sebesar US$ 36,91 miliar lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya sebesar US$ 35,68 miliar.
Dari sisi bottom line, laba per saham Microsoft juga tercatat lebih tinggi dari estimasi. Berdasarkan estimasi, laba per saham Microsoft hanya US$ 1,32 /lembar saham. Namun berdasarkan rilis laporan keuangannya, Microsoft berhasil membukukan laba per saham hingga US$ 1,51/lembar saham.
Seolah tak mau kalah, emiten milik Elon Musk juga mencatatkan kinerja yang baik. Tesla berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 7,38 miliar pada kuartal empat. Sementara analis hanya memprediksi sebesar US$ 7,02 miliar.
Perdagangan kemarin (waktu AS) juga bertepatan dengan hari di mana otoritas moneter AS yaitu The Fed mengumumkan kebijakan moneternya. The Fed memutuskan untuk tetap mempertahankan The Fed Fund Rate atau suku bunga acuan di kisaran 1,5% - 1,75%.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, suku bunga tetap dipertahankan pada kisaran sekarang untuk mencapai target inflasi 2%. Walau suku bunga acuan tak berubah, The Fed menaikkan Interest Rate on Excess Reserves (IOER).
IOER yang dulunya dipatok di 1,55% dinaikkan menjadi 1,6%. Kenaikan bunga untuk cadangan perbankan ini dimaksudkan untuk mengatrol suku bunga overnight The Fed yang kini mepet bawah.
Pasalnya sejak The Fed melakukan transaksi repo pada Oktober tahun lalu, Fed Rate berada di angka 1,55%. The Fed lebih menghendaki Fed Rate berada di pertengahan, tidak terlalu atas maupun terlalu bawah.
Dalam konferensi persnya dini hari tadi waktu Indonesia, Gubernur The Fed, Jerome Powell menanggapi berbagai isu mulai dari transaksi repo yang dilakukan bank sentral tersebut hingga virus corona yang makin meluas akhir-akhir ini. Terkait virus corona Jerome Powell lebih memilih terus memantau perkembangannya ketimbang harus berspekulasi. Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar patut mencermati beberapa sentimen. Pertama tentu dari kinerja bursa saham Wall Street. Sebagai kiblat pasar saham dunia, apa yang terjadi di Wall Street dapat berdampak ke pasar lainnya.
Wall Street ditutup bervariasi. Dua indeks utama yaitu DJIA dan Nasdaq komposit ditutup menguat, tetapi terbatas. Pasar masih mencemaskan kemungkinan penyebaran virus corona ini makin meluas dan berdampak signifikan untuk perekonomian.
CNBC Internasional melaporkan, WHO kini sedang sangat menyoroti kasus penyebaran virus ini di luar China. WHO menilai , penyebaran virus yang sangat cepat merupakan keprihatinan serius bagi mereka.
WHO dikabarkan akan menggelar pertemuan minggu ini untuk memutuskan apakah situasi ini dapat dideklarasikan sebagai kondisi darurat global.
“Perkembangan dari wabah dan penularannya adalah sebuah keprihatinan serius” kata Dr. Mike Ryan salah satu pejabat WHO.
Infeksi patogen ini terus meluas dengan sangat pesat. Sejak kasus pertama dilaporkan di awal tahun hingga saat ini ribuan orang telah terjangkit. Awalnya virus ini ditemukan di Wuhan, kini sang patogen telah menjelajah ke berbagai benua.
Laporan terbaru menunjukkan kasus ini ditemukan di China (6.070 kasus), Thailand (14 kasus), Hong Kong (10 kasus), Taiwan (8 kasus), Jepang, Macau, Malaysia, Singapura masing-masing melaporkan ada 7 kasus, Korea Selatan dan Uni Emirat Arab masing-masing 4 kasus, Vietnam (2 kasus) sementara masing-masing 1 kasus dilaporkan di Nepal, Sri Lanka dan Kamboja.
Benua Asia memang merupakan benua yang paling banyak terjangkiti. Namun benua Eropa, Amerika bahkan Australia juga ikut terjangkit. Di Australia dilaporkan ada 5 kasus, sementara di Eropa ada 10 kasus di Perancis (5 kasus), Jerman (4 kasus) dan Finlandia (1 kasus). Terakhir di AS ada 5 kasus dan Kanada 2 kasus.
Bagaimanapun juga virus ini telah membuat aktivitas ekonomi di China terganggu. Pabrik dan berbagai fasilitas transportasi ditutup. Warga China diminta untuk tetap tinggal dan tak bepergian. Sementara itu stok makanan dan peralatan medis semakin menipis.
Hal ini tak membuat AS berniat mencabut tarif yang dikenakan Paman Sam untuk produk impor asal China. AS akan tetap menerapkan tarif untuk berbagai barang impor asal China walau virus ini membuat ekonomi Negeri Panda terkena guncangan. Pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan kasus ini. Pasalnya dampak yang ditimbulkan bisa merembet ke mana-mana. Namun jika berkaca pada kasus SARS 17 tahun silam, dampak wabah ke pasar keuangan berlangsung temporer.
Sentimen lain yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar adalah kemungkinan The Fed untuk melakukan transaksi repo hingga bulan Juni tahun ini. Suntikan likuiditas yang dilakukan oleh The Fed ini bisa jadi sentimen positif untuk sementara waktu bagi pasar keuangan.
Walau praktiknya mirip dengan Quantitative Easing, tetapi The Fed mengatakan ada perbedaan mendasar antara QE dan transaksi repo yang dijalankan saat ini. QE dimaksudkan untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang sementara transaksi repo dimaksudkan untuk mencapai tingkat suku bunga yang diinginkan jangka pendek. Namun dampaknya mirip yaitu kenaikan pada harga aset.
Mengutip Wall Street Journal, sejak melakukan transaksi repo pada Oktober tahun lalu, The Fed telah memompa likuiditas lebih dari US$ 500 miliar untuk membeli berbagai aset seperti T-Bill dan efek beragun aset.
Sentimen terakhir yang juga perlu dicermati oleh pelaku pasar adalah rilis data ekonomi AS. Hari ini akan ada pembacaan pertama pertumbuhan PDB AS kuartal keempat tahun 2019.
Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV yang disetahunkan (annualized) masih sama dengan angka pertumbuhan kuartal ketiga tahun lalu.
Jika angkanya melampaui konsensus, maka ini bisa jadi sentimen positif untuk penggerak pasar. Namun jika yang terjadi sebaliknya, hal ini bukan kabar baik untuk pasar.
Berikut ini adalah rilis data ekonomi yang terjadwal hari ini :
Rilis data pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV 2019 (08.30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional :
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Desember 2019 YoY) | 2,72% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (Q III-2019) | -2,66% PDB |
Neraca pembayaran (Q III-2019) | -US$ 46 juta |
Cadangan devisa (Desember 2019) | US$ 129,18 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Lupakan Joe Biden! Kembali ke Covid-19, Lockdown dan PPKM
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular