
Newsletter
AS-China Siap Damai, Apa Kabar IHSG Hari Ini?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 December 2019 06:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri ditutup tak kompak pada perdagangan kemarin, Kamis (12/12/2019). Ketika pasar saham dan surat utang negara (SUN) ditutup melemah, nilai tukar rupiah terhadap dolar malah menguat.
Kala mayoritas bursa saham kawasan Asia ditransaksikan menguat, indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru harus menutup perdagangan kemarin di zona merah. IHSG terkoreksi 0,66% ke posisi 6.139,4.
Nyatanya IHSG tak sendirian, indeks PSEi Filiphina terpangkas 0,58% dan indeks Shang Hai terkoreksi 0,3%,. Artinya pada perdagangan kemarin IHSG menjadi indeks saham dengan kinerja paling buruk dibanding bursa kawasan Asia lainnya.
Namun yang membedakan dengan periode perdagangan sebelumnya adalah nilai transaksi di bursa yang membaik. Data otoritas bursa mencatat nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 9,1 triliun setelah sebelumnya hanya di kisaran Rp 6,3 triliun.
Bursa saham tanah air juga diwarnai dengan aksi net buy yang dilakukan oleh asing sebesar Rp 166,15 miliar.
Beberapa saham yang berperan signifikan menekan kinerja IHSG pada perdagangan kemarin antara lain : PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,74%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,61%), PT Maha Properti Indonesia Tbk/MPRO (-24,82%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-5,43%) dan PT Bank Central Asia/BBCA (-0,63%).
Senada dengan IHSG, koreksi juga terjadi di pasar surat utang negara (SUN). Koreksi harga tercermin dari naiknya imbal hasil obligasi. Empat seri acuan surat utang pemerintah mengalami kenaikan imbal hasil pada perdagangan kemarin dengan kenaikan tertinggi pada surat utang tenor 15 tahun.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar justru ditutup menguat ke level RP 14.020/US$ setelah sehari sebelumnya mengalami depresiasi.
Kemarin Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, Jerome Powell memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga acuan. Hal ini sesuai dengan harapan pasar. The Fed menilai kebijakan moneter saat ini sudah tepat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi mendekati target 2%.
"Anda melihat The Fed yang optimis" kata Karl Schamotta kepala strategi pasar Cambridge Global Payments di Toronto. "Nada yang Anda lihat dalam proyeksi ekonomi menunjukkan mereka percaya sudah mengambil langkah yang tepat" tambahnya, melansir Reuters.
Keputusan The Fed tersebut direspon positif oleh pasar saham dunia. Namun tidak di Indonesia. Ada faktor lain yang turut mempengaruhi pasar saham kemarin.
Walaupun ada optimisme terkait kesepakatan dagang akan terjadi antara AS dan China, sebelum ada pengumuman resmi maka pelaku pasar masih perlu memantau perkembangan terbarunya.
Kini beralih ke Wall Street, tiga indeks utama bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat di akhir perdagangan pagi tadi waktu Indonesia.
Indeks S&P 500 berhasil menutup perdagangan dengan kenaikan 0,9% dan melenggang ke zona hijau. Indeks komposit Nasdaq juga membukukan apresiasi sebesar 0,7%. Sementara itu indeks Dow Jones Industrial Average ditutup 220 poin lebih tinggi, atau 0,8%.
Negosiator A.S. memiliki syarat-syarat kesepakatan yang siap untuk ditinjau oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
CNBC Internasional mengonfirmasi laporan sebelumnya yang mengatakan bahwa negosiator AS menawarkan pembatalan tarif baru untuk China dan mengurangi bea masuk yang ada pada barang-barang Tiongkok hingga 50% pada impor senilai $ 360 miliar.
Berita perdagangan terbaru datang menjelang tenggat waktu penerapan tarif baru hari Minggu. Jika kesepakatan tidak tercapai pada hari Minggu, maka bea masuk tambahan A.S. untuk produk-produk Cina secara otomatis berlaku.
Trump mengatakan melalui akun twitternya bahwa kedua belah pihak sudah sangat dekat kesepakatan besar. “Mereka (China) menginginkannya, dan begitu juga kita! " tweet Trump.
"Orang-orang sangat optimis saat ini dan risiko yang ada perlahan menghilang" kata Ilya Feygin, ahli strategi senior di WallachBeth Capital. "Sepertinya orang-orang yang skeptis telah dipaksa masuk pasar."
Pada penutupan perdagangan tadi, saham Caterpillar melonjak 1,1% sementara Micron Technology naik 2,8% pada periode yang sama
Saham-saham bank juga naik karena imbal hasil Treasury naik. Saham J.P. Morgan Chase, Bank of America dan Citigroup semuanya diperdagangkan naik 1,4%. Acuan imbal hasil Treasury 10-tahun naik menjadi 1,892% sementara suku bunga 2-tahun diperdagangkan pada 1,67%.
Dua negara ekonomi terbesar di dunia telah memberlakukan tarif barang-barang satu sama lain bernilai miliaran dolar sejak awal 2018, menghancurkan pasar keuangan dan memburuknya sentimen bisnis dan konsumen.
Tak hanya itu, perang dagang yang terjadi telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Namun di tengah ketidakpastian global tersebut, rata-rata indeks utama naik tajam di tahun ini. Tercatat indeks S&P 500 dan Dow masing-masing melonjak 25,9% dan 20%. Sementara Nasdaq naik sekitar 30%. Untuk perdagangan hari ini pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen. Pertama tentunya kinerja bursa saham Wall Street yang menguat pagi tadi diharapkan dapat menjadi sentimen positif yang mengerek pasar saham kawasan Benua Asia terutama Indonesia.
Kinerja bursa saham Paman Sam yang ciamik juga tak terlepas dari optimisme damai dagang yang ditebar oleh Amerika Serikat.
Kabar terbaru menunjukkan bahwa kebuntuan yang selama ini terjadi dalam negosiasi-negosiasi yang dilakukan sebelumnya sudah terurai.
Tak bisa dipungkiri bahwa kisruh dagang yang berlangsung kurang lebih dalam 17 bulan terakhir telah membuat kedua negara mengalami perlambatan pada ekonominya.
Dana Moneter Internasional (IMF) sampai memangkas tiga kali proyeksi ekonomi untuk tahun ini. IMF meramal pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan mentok di angka 3%.
Perang dagang AS-China tak hanya menyeret perekonomian kedua negara saja. Namun negara-negara lain juga ikut kena imbasnya akibat penurunan volume dagang dan juga laju investasi yang melambat.
Adanya perang dagang antara AS-China, perlambatan pertumnbuhan ekonomi hingga angka inflasi AS yang rendah membuat bank sentral AS The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 75 bps.
Perlu diketahi bersama, tanggal 15 Desember nanti adalah tanggal keramat bagi China karena jika negosiasi masih mentok maka penerapan tarif baru akan efektif berlaku. Produk China seperti handphone, laptop dan berbagai mainan adalah barang-barang yang terkena kenaikan tariff 15%.
Sementara itu sentimen yang datang dari tanah air, investor perlu mencermati kabar pelepasan 44,56% saham Bank Permata yang dimiliki oleh PT Astra Internasional.
Setelah menjadi misteri selama lebih dari setahun, PT Bank Permata Tbk (BNLI) akhirnya resmi diakuisisi Bangkok Bank. Nilai transaksi akuisisi mencapai Rp 37,43 triliun untuk 89,12% Bangkok Bank mengumumkan hal hal tersebut hari ini dan mengumumkan bahwa Bank telah menandatangani perjanjian pembelian saham bersyarat dengan Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) untuk mengakuisisi total 89,12% kepemilikan sahamnya di PT Bank Permata Tbk di Indonesia. Transaksi diharapkan akan selesai pada tahun 2020.
Transaksi akan dilaksanakan berdasarkan penilaian yang disepakati sebesar 1,77 kali lipat dari nilai buku Permata (yang masih akan disesuaikan).
Hal ini menyiratkan bahwa berdasarkan nilai buku Permata pada 30 September 2019, harga pembelian indikatif Rp 1.498 per saham dan nilai transaksi indikatif Rp 37,43 triliun untuk 89,12% saham dan Rp 42 triliun untuk kepemilikan 100,0% saham. Pada perdagangan kemarin saham Bank Permata melesat 4,38%. Berikut adalah rilis data ekonomi dari berbagai negara dunia yang rilis hari ini dan perlu investor cermati :
• Rilis data FDI China (14.00 WIB)
• Rilis data produksi industri Hong Kong Q3-2019 (15.30 WIB)
• Rilis Data Penjualan Eceran Bulan November (20.30 WIB)
• Rilis Data Impor & Ekspor pada November (20.30 WIB)
Berikut adalah agenda korporasi yang dijadwalkan berlangsung hari ini :
• RUPSLB PT Central Proteina Prima Tbk (10.00 WIB)
• RUPSLB PT Bukit Darmo Properti Tbk (10.00 WIB)
• RUPSLB PT Mahaka Media Tbk (14.00 WIB)
Berikut adalah indikator perekonomian nasional :
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Hitung Mundur 'Tanggal Keramat' & Menanti Babak Baru AS-China
Kala mayoritas bursa saham kawasan Asia ditransaksikan menguat, indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru harus menutup perdagangan kemarin di zona merah. IHSG terkoreksi 0,66% ke posisi 6.139,4.
Nyatanya IHSG tak sendirian, indeks PSEi Filiphina terpangkas 0,58% dan indeks Shang Hai terkoreksi 0,3%,. Artinya pada perdagangan kemarin IHSG menjadi indeks saham dengan kinerja paling buruk dibanding bursa kawasan Asia lainnya.
Namun yang membedakan dengan periode perdagangan sebelumnya adalah nilai transaksi di bursa yang membaik. Data otoritas bursa mencatat nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 9,1 triliun setelah sebelumnya hanya di kisaran Rp 6,3 triliun.
Bursa saham tanah air juga diwarnai dengan aksi net buy yang dilakukan oleh asing sebesar Rp 166,15 miliar.
Beberapa saham yang berperan signifikan menekan kinerja IHSG pada perdagangan kemarin antara lain : PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,74%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,61%), PT Maha Properti Indonesia Tbk/MPRO (-24,82%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-5,43%) dan PT Bank Central Asia/BBCA (-0,63%).
Senada dengan IHSG, koreksi juga terjadi di pasar surat utang negara (SUN). Koreksi harga tercermin dari naiknya imbal hasil obligasi. Empat seri acuan surat utang pemerintah mengalami kenaikan imbal hasil pada perdagangan kemarin dengan kenaikan tertinggi pada surat utang tenor 15 tahun.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar justru ditutup menguat ke level RP 14.020/US$ setelah sehari sebelumnya mengalami depresiasi.
Kemarin Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, Jerome Powell memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga acuan. Hal ini sesuai dengan harapan pasar. The Fed menilai kebijakan moneter saat ini sudah tepat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi mendekati target 2%.
"Anda melihat The Fed yang optimis" kata Karl Schamotta kepala strategi pasar Cambridge Global Payments di Toronto. "Nada yang Anda lihat dalam proyeksi ekonomi menunjukkan mereka percaya sudah mengambil langkah yang tepat" tambahnya, melansir Reuters.
Keputusan The Fed tersebut direspon positif oleh pasar saham dunia. Namun tidak di Indonesia. Ada faktor lain yang turut mempengaruhi pasar saham kemarin.
Walaupun ada optimisme terkait kesepakatan dagang akan terjadi antara AS dan China, sebelum ada pengumuman resmi maka pelaku pasar masih perlu memantau perkembangan terbarunya.
Kini beralih ke Wall Street, tiga indeks utama bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat di akhir perdagangan pagi tadi waktu Indonesia.
Indeks S&P 500 berhasil menutup perdagangan dengan kenaikan 0,9% dan melenggang ke zona hijau. Indeks komposit Nasdaq juga membukukan apresiasi sebesar 0,7%. Sementara itu indeks Dow Jones Industrial Average ditutup 220 poin lebih tinggi, atau 0,8%.
Negosiator A.S. memiliki syarat-syarat kesepakatan yang siap untuk ditinjau oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
CNBC Internasional mengonfirmasi laporan sebelumnya yang mengatakan bahwa negosiator AS menawarkan pembatalan tarif baru untuk China dan mengurangi bea masuk yang ada pada barang-barang Tiongkok hingga 50% pada impor senilai $ 360 miliar.
Berita perdagangan terbaru datang menjelang tenggat waktu penerapan tarif baru hari Minggu. Jika kesepakatan tidak tercapai pada hari Minggu, maka bea masuk tambahan A.S. untuk produk-produk Cina secara otomatis berlaku.
Trump mengatakan melalui akun twitternya bahwa kedua belah pihak sudah sangat dekat kesepakatan besar. “Mereka (China) menginginkannya, dan begitu juga kita! " tweet Trump.
"Orang-orang sangat optimis saat ini dan risiko yang ada perlahan menghilang" kata Ilya Feygin, ahli strategi senior di WallachBeth Capital. "Sepertinya orang-orang yang skeptis telah dipaksa masuk pasar."
Pada penutupan perdagangan tadi, saham Caterpillar melonjak 1,1% sementara Micron Technology naik 2,8% pada periode yang sama
Saham-saham bank juga naik karena imbal hasil Treasury naik. Saham J.P. Morgan Chase, Bank of America dan Citigroup semuanya diperdagangkan naik 1,4%. Acuan imbal hasil Treasury 10-tahun naik menjadi 1,892% sementara suku bunga 2-tahun diperdagangkan pada 1,67%.
Dua negara ekonomi terbesar di dunia telah memberlakukan tarif barang-barang satu sama lain bernilai miliaran dolar sejak awal 2018, menghancurkan pasar keuangan dan memburuknya sentimen bisnis dan konsumen.
Tak hanya itu, perang dagang yang terjadi telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Namun di tengah ketidakpastian global tersebut, rata-rata indeks utama naik tajam di tahun ini. Tercatat indeks S&P 500 dan Dow masing-masing melonjak 25,9% dan 20%. Sementara Nasdaq naik sekitar 30%. Untuk perdagangan hari ini pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen. Pertama tentunya kinerja bursa saham Wall Street yang menguat pagi tadi diharapkan dapat menjadi sentimen positif yang mengerek pasar saham kawasan Benua Asia terutama Indonesia.
Kinerja bursa saham Paman Sam yang ciamik juga tak terlepas dari optimisme damai dagang yang ditebar oleh Amerika Serikat.
Kabar terbaru menunjukkan bahwa kebuntuan yang selama ini terjadi dalam negosiasi-negosiasi yang dilakukan sebelumnya sudah terurai.
Tak bisa dipungkiri bahwa kisruh dagang yang berlangsung kurang lebih dalam 17 bulan terakhir telah membuat kedua negara mengalami perlambatan pada ekonominya.
Dana Moneter Internasional (IMF) sampai memangkas tiga kali proyeksi ekonomi untuk tahun ini. IMF meramal pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan mentok di angka 3%.
Perang dagang AS-China tak hanya menyeret perekonomian kedua negara saja. Namun negara-negara lain juga ikut kena imbasnya akibat penurunan volume dagang dan juga laju investasi yang melambat.
Adanya perang dagang antara AS-China, perlambatan pertumnbuhan ekonomi hingga angka inflasi AS yang rendah membuat bank sentral AS The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 75 bps.
Perlu diketahi bersama, tanggal 15 Desember nanti adalah tanggal keramat bagi China karena jika negosiasi masih mentok maka penerapan tarif baru akan efektif berlaku. Produk China seperti handphone, laptop dan berbagai mainan adalah barang-barang yang terkena kenaikan tariff 15%.
Sementara itu sentimen yang datang dari tanah air, investor perlu mencermati kabar pelepasan 44,56% saham Bank Permata yang dimiliki oleh PT Astra Internasional.
Setelah menjadi misteri selama lebih dari setahun, PT Bank Permata Tbk (BNLI) akhirnya resmi diakuisisi Bangkok Bank. Nilai transaksi akuisisi mencapai Rp 37,43 triliun untuk 89,12% Bangkok Bank mengumumkan hal hal tersebut hari ini dan mengumumkan bahwa Bank telah menandatangani perjanjian pembelian saham bersyarat dengan Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) untuk mengakuisisi total 89,12% kepemilikan sahamnya di PT Bank Permata Tbk di Indonesia. Transaksi diharapkan akan selesai pada tahun 2020.
Transaksi akan dilaksanakan berdasarkan penilaian yang disepakati sebesar 1,77 kali lipat dari nilai buku Permata (yang masih akan disesuaikan).
Hal ini menyiratkan bahwa berdasarkan nilai buku Permata pada 30 September 2019, harga pembelian indikatif Rp 1.498 per saham dan nilai transaksi indikatif Rp 37,43 triliun untuk 89,12% saham dan Rp 42 triliun untuk kepemilikan 100,0% saham. Pada perdagangan kemarin saham Bank Permata melesat 4,38%. Berikut adalah rilis data ekonomi dari berbagai negara dunia yang rilis hari ini dan perlu investor cermati :
• Rilis data FDI China (14.00 WIB)
• Rilis data produksi industri Hong Kong Q3-2019 (15.30 WIB)
• Rilis Data Penjualan Eceran Bulan November (20.30 WIB)
• Rilis Data Impor & Ekspor pada November (20.30 WIB)
Berikut adalah agenda korporasi yang dijadwalkan berlangsung hari ini :
• RUPSLB PT Central Proteina Prima Tbk (10.00 WIB)
• RUPSLB PT Bukit Darmo Properti Tbk (10.00 WIB)
• RUPSLB PT Mahaka Media Tbk (14.00 WIB)
Berikut adalah indikator perekonomian nasional :
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (November 2019 YoY) | 3% |
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (3Q-2019) | -2,7% PDB |
Neraca pembayaran (3Q-2019) | -US$ 46 juta |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Hitung Mundur 'Tanggal Keramat' & Menanti Babak Baru AS-China
Most Popular