Newsletter

Maaf! Katalis Positif Dari Global & Lokal Masih Belum Nampak

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
19 November 2019 07:23
Maaf! Katalis Positif Dari Global & Lokal Masih Belum Nampak
Ilustrasi Dolar AS (M Sabki/CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari pertama pekan ini, kinerja pasar keuangan Indonesia masih bisa dibilang lesu. Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, hanya pasar obligasi yang mampu menguat, itu pun tipis.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 tenor 10 tahun dengan penurunan yield 3,7 basis poin (bps) menjadi 7%. Besaran 100 basis points (bps) setara dengan 1%.

Pergerakan yield dan harga pada pasar obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, ketika harga turun maka yield naik. Umumnya yield lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Sementara rupiah melemah tipis hampir flat di 0,01% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Akan tetapi, depresiasi tipis tersebut sebenarnya cukup baik. Sebab, mata uang Benua Kuning lainnya melemah lebih dalam.


Sementara IHSG melemah 0,09% ke 6.122. Mirisnya, kemarin bursa Asia rata-rata ditutup menguat. Indeks Nikkei 225 naik 0,49%, Shanghai menguat 0,62%, Hang Seng melejit 1,35%, dan Straits Times terapresiasi 0,44%.

Perdagangan bursa saham dalam negeri terlihat kurang ramai dan pelaku pasar terkesan menunggu sesuatu. Sikap tersebut tercermin dari nilai transaksi yang hanya Rp 5,47 triliun, lebih rendah dari transaksi sebelumnya yang menyentuh angka Rp 5,97 triliun, atau bahkan rata-rata pekan lalu yang sebesar Rp 6,48 triliun.

Investor memilih menunggu karena kabar seputar rencana perjanjian damai dagang AS-China Fase I yang masih belum jelas. Akhir pekan lalu, AS-China kembali menggelar dialog melalui sambungan telepon. Washington diwakili oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Sementara di sisi Beijing ada Wakil Perdana Menteri Liu He.

Kantor berita Xinhua memberitakan kedua belah pihak berdialog secara konstruktif. Isu-isu yang dibahas masih seputar perjanjian damai dagang Fase I dan kesepakatan untuk terus menjalin komunikasi.

Dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengungkapkan bahwa AS-China sangat mungkin untuk menyepakati perjanjian damai dagang Fase I. Saat ini pembicaraan sedang berlangsung di level teknis.

"The devil is always in the details. Kami sedang masuk ke detil-detil terakhir," ujar Ross. 

Namun selain itu, belum ada kejelasan lebih lanjut. Oleh karena itu, investor lebih baik menunggu sesuatu yang lebih pasti yaitu kapa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping meneken perjanjian damai dagang. Sesuatu yang sampai sekarang belum jelas.

Dari bursa saham Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama pada akhir pekan lalu ditutup rata-rata menguat. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,11%, indeks S&P 500 positif 0,05%, dan Nasdaq terangkat 0,11%.

Pasar Saham terus naik karena investor mencerna adanya sinyal cenderung positif di sekitar pembicaraan perdagangan AS-China. Namun, bursa saham utama rata-rata tidak membukukan kenaikan signifikan.

Reporter CNBC di China Eunice Yoon melaporkan bahwa para pejabat di Beijing Cina pesimis tentang prospek kesepakatan perdagangan AS-China. China merasa ada masalah ketika Presiden Donald Trump mengatakan AS tidak akan menurunkan tarif karena mereka pikir kedua belah pihak sepakat untuk melakukannya secara prinsip.

Berita itu memicu perpindahan investasi ke aset safe-haven. Emas di pasar berjangka pun kembali naik 0,2% pada $ 1,471.90/toy ounce. Wall Street yang tadinya berlari setengah kencang pun hanya mampu naik tipis.

"Pasar saham telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa," Robert Pavlik, kepala strategi investasi di SlateStone Wealth, mengatakan dalam sebuah catatan. "Apa yang terjadi adalah luar biasa bahwa masalah yang telah dihadapi pasar sejak awal tahun belum hilang tetapi pasar saham telah tumbuh atau menjadi lebih rumit."

Pavlik menunjukkan bahwa konflik perdagangan AS-China, yang dimulai tahun lalu, tetap menjadi beban bagi pasar sementara pendapatan perusahaan belum membaik dan berita ekonomi telah "melemah."

Selama sebulan terakhir, Dow dan S&P 500 keduanya naik lebih dari 4%. Nasdaq naik 5,8% pada. Dow juga ditutup di atas 28.000 untuk pertama kalinya atau mencetak rekor sepanjang masa.


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentu pergerakan bursa Wall Street. Meski menguat, hubungan AS-China masih dipertanyakan dan berpotensi mempengaruhi pergerakan bursa Asia yang biasanya lebih responsive atas isu begatif.

Sentimen kedua, adalah dolar AS yang cenderung melemah, dolar tak berdaya terhadap yen dan euro pada hari Senin (18/11), setelah tersiar kabar harapan bahwa Amerika Serikat dan Cina hampir mencapai kesepakatan perdagangan pupus.

Sentimen ketiga, yaitu penurunan harga minyak minyak mentah (crude oil). Hingga pukul 06:56 WIB, harga minyak jenis brent di pasar spot dunia turun 1,72% menjadi USD 62,3/barrel. Sedangkan light sweet juga turun 1,8% ke USD 56,93/barrel.

Bagi rupiah, penurunan harga minyak menjadi sebuah berkah, pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah.

Sentimen Keempat, transaksi saham di bursa saham dalam negeri hanya senilai Rp 5,47 triliun, lebih rendah dari transaksi akhir pekan lalu pada angka Rp 5,97 triliun, atau rata-rata transaksi sepanjang minggu lalu sebesar Rp 6,48 triliun. Turunnya transaksi menandakan pelaku pasar masih "wait and see" untuk masuk ke pasar saham.

Transaksi tersebut juga diwarnai Aksi jual bersih (net sell) investor asing yang mencapai Rp 430,10 miliar di semua pasar, terdiri dari Rp 421,42 miliar net sell di pasar reguler dan Rp 8,68 miliar di pasar negosiasi dan tunai. Sebulan terakhir, asing bahkan sudah keluar Rp 5,25 triliun dari pasar saham.

Simak Agenda & Data Hari Ini

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  •          Rilis data penjualan rumah baru di AS (20:30 WIB);
  •          Redbook AS (20:30 WIB)
  •          Construction output - Uni Eropa (17:00)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Oktober 2019 YoY)

3,13%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (3Q-2019)

-2,7% PDB

Neraca pembayaran (3Q-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (Oktober 2019)

US$ 126,7 miliar


Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular