
Sedih, Pertumbuhan Ekonomi RI Diramal Melambat ke 5,02%

Seperti kata Damhuri, risiko utama yang membayangi perekonomian dunia saat ini adalah perang dagang, utamanya yang melibatkan Amerika Serikat (AS) dan China. Perang dagang dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi ini sudah terjadi lebih dari setahun terakhir.
Kala AS dan China saling hambat perdagangan, maka dunia usaha di kedua negara tentu terkena dampaknya. AS adalah mitra dagang yang penting bagi China, demikian pula sebaliknya.
Sepanjang Januari-Agustus, nilai ekspor AS tercatat US$ 1,09 triliun. Dari jumlah tersebut, China menempati urutan ketiga negara tujuan ekspor utama AS dengan nilai US$ 70,2 miliar (6,4%).
Sementara di sisi China, nilai ekspor Negeri Tirai Bambu pada September adalah US$ 218,12 miliar. AS adalah negara tujuan ekspor nomor satu dengan nilai US$ 37,3 miliar.
Saat AS kesulitan mengekspor ke China dan sebaliknya, maka industriawan di kedua negara merespons dengan mengurangi produksi. Pada September, output manufaktur AS turun 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan output manufaktur di China masih tumbuh 4,2% YoY, tetapi merupakan laju terlemah setidaknya sejak 2006.
Kala pengusaha di AS dan China mengurangi produksi, permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut turun. Padahal AS dan China adalah negara tujuan ekspor utama bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Inilah sebabnya ekspor Indonesia mengalami kontraksi selama 11 bulan beruntun.
Â
Saat ekspor tidak bisa diharapkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi, maka tidak heran terjadi perlambatan. Tidak hanya di Indonesia, perlambatan pertumbuhan ekonomi (bahkan sampai kontraksi) adalah fenomena global. Semua gara-gara perang dagang AS-China.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA