
Newsletter
The Fed Pangkas Suku Bunga, Akankah Mata Uang Garuda Bangkit?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
31 October 2019 06:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariatif dengan rentang terbatas pada perdagangan kemarin (30/10/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terkoreksi tipis dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lagi-lagi berakhir di zona hijau. Sedangkan harga obligasi pemerintah ditutup stagnan
Bursa saham utama Ibu Pertiwi yang pada pertengahan perdagangan sesi II sempat terkoreksi 0,26%, tiba-tiba sekitar 10 menit menjelang penutupan melesat naik dan akhirnya ditutup menguat 0,23% menjadi 6.295,75 poin. Ini menjadi ketiga kalinya, IHSG seperti diselamatkan di menit-menit terakhir.
Lalu Mata Uang Garuda tercatat melemah tipis hampir flat di 0,01%, di mana US$ 1 setara dengan Rp 14.022 kala penutupan pasar spot. Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun sama seperti perdagangan hari sebelumnya, yakni ada di level 7.033%.
Pergerakan variatif pasar keuangan Indonesia mayoritas dipengaruhi oleh sentimen global yang campur aduk.
Yang pertama adalah terkait friksi dagang AS dan China yang dikabarkan tidak dapat menandatangani kesepakatan fase pertama saat pemimpin kedua negara bertemu di gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bulan depan di Chile.
Salah seorang pejabat Gedung Putih menyampaikan bahwa penundaan tersebut disebabkan teks perjanjian belum dapat selesai sesuai jadwal.
Besar kemungkinan, penundaan ini juga berkaitan dengan pihak Negeri Tiongkok yang belum memenuhi janjinya untuk membeli produk pertanian asal Negeri Paman Sam dengan nilai maksimum sebesar US$ 50 miliar. Jumlah ini sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan total pembelian tahunan sebelum perseteruan dagang kedua negara dimulai.
"China tidak mau membeli barang dalam jumlah besar, yang ternyata tidak dibutuhkan oleh orang-orang di sini. Atau harus membeli barang saat tidak ada permintaan," tegas salah seorang pejabat di perusahaan milik negara di China, seperti diwartakan Reuters.
Jika produk pertanian AS masuk dalam jumlah besar ke pasar China, lanjut sang pejabat, maka pasar domestik akan kesulitan untuk menyerap. Hasilnya adalah keseimbangan antara penawaran dan permintaan akan rusak.
Apabila Beijing enggan membeli produk pertanian dalam jumlah banyak, maka Presiden AS Donald Trump sangat mungkin bakal ngambek dan ini dapat berujung pada pembatalan kesepakatan damai dagang.
Di lain pihak, kabar baik datang dari Eropa, tepatnya Prancis. Negeri pusat mode dunia tersebut membukukan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 di level 0,3% secara kuartalan. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 0,2%.
Prancis adalah perekonomian terbesar kedua di Benua Biru. Kala ekonomi Prancis masih kuat, maka ada harapan Eropa bisa melalui masa-masa berat dan menghindari resesi.
Kemudian, indeks kepercayaan manufaktur di Italia pada Oktober berada di angka 99,6. Lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu 99 dan di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan sebesar 98,5.
Angin segar dari Eropa sepertinya mampu sedikit menutup kekhawatiran pasar terhadap perkembangan relasi AS-China.
Beralih ke bursa saham utama AS, tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup menguat pada perdagangan kemarin setelah investor menyambut baik keputusan pemotongan tingkat suku bunga acuan untuk ketiga kalinya oleh Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) tahun ini.
Belum lagi, komentar dari Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang mengisyaratkan akan adanya rehat sebelum The Fed kembali bersikap hawkish alias menaikkan kembali federal funds rate (FFR).
Data pasar menunjukkan indeks S&P 500 kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dengan naik 0,33% ke level 3.046,77 indeks poin. Sementara indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,43% menjadi 27.186,69 indeks poin dan indeks Nasdaq ditutup naik 0,33% ke level 8.303,97 indeks poin.
Hasil keputusan rapat The Fed bulan ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, yakni pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk yang ketiga kalinya, sehingga FFR sekarang ada di rentang 1,5%-1,75%.
Lebih lanjut, Powell sama sekali tidak mengisyaratkan nada panik dan kebijakan moneter AS saat ini dianggapnya sudah cukup baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tersebut, seperti diwartakan Reuters.
"Kami percaya bahwa bahwa kebijakan moneter berada dalam keadaan yang baik," ujar Powell dalam konferensi pers.
"Pasar tenaga kerja tangguh, penciptaan lapangan kerja solid, pengeluaran rumah tangga meningkat dengan kecepatan yang kokoh - semua itu mengindikasikan bahwa mereka (The Fed) menekankan semuanya baik-baik saja sekarang," ujar Kathy Jones, Kepala Strategi Fixed Income dari Pusat Penelitian Keuangan Schwab di New York, dikutip dari Reuters.
Pernyataan bahwa kondisi ekonomi AS cukup baik seiring dengan rilis pembacaan awal laju pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam kuartal III-2019 yang tumbuh 1,9% secara tahunan, lebih baik dari konsensus pasar yang memproyeksi pertumbuhan 1,6% YoY (year-on-year).
Automatic Data Processing (ADP) juga mencatat bahwa sepanjang bulan Oktober telah tercipta 125.000 tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor non pertanian. Capaian tersebut berhasil mengalahkan estimasi analis yang memproyeksi penambahan 120.000 dan Lebih baik dari bulan sebelumnya yang hanya mencatatkan penciptaan 93.000 lapangan kerja, dilansir Trading Economics.
Selain itu, Powell juga mengatakan bahwa The Fed akan mencermati kenaikan inflasi yang 'sangat signifikan' sebelum memutuskan untuk memperketat kebijakan moneternya, dilansir dari CNBC International.
Pernyataan tersebut tentu membuat pelaku pasar sumringah karena The Fed akan memberikan waktu yang cukup hingga perekonomian pulih sebelum akhirnya bersikap hawkish. Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan Wall Street yang positif. Semoga ini cukup untuk menjadi pendorong semangat pelaku pasar di kawasan Asia saat memulai perdagangan.
Sentimen kedua adalah terkait kelanjutan hubungan dagang antara AS dan China di mana kabar mengejutkan datang dari Chile yang membatalkan penyelenggaraan KTT Asia-Pacific Economic Conference (APEC) pada pertengahan November mendatang.
Keputusan tersebut diambil pemerintah Chile seiring dengan gelombang protes yang melanda negeri itu setelah Presiden Chile, Sebastian Pinera, memutuskan untuk menaikkan harga tarif angkutan umum, dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, sebelumnya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan untuk bertemu dan menandatangani kesepakatan dagang fase pertama saat KTT APEC berlangsung bulan depan.
Jika KTT-APEC dibatalkan, tentu pelaku pasar bertanya-tanya kapan pemimpin kedua negara tersebut bertemu untuk menandatangani kesepakatan dagang.
Merespon pertanyaan tersebut, salah seorang juru bicara Gedung Putih menyampaikan bahwa Washington dan Beijing akan tetap berusaha untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut.
"Kami menantikan finalisasi fase pertama dari perjanjian perdagangan bersejarah dengan China dalam jangka waktu yang sama, dan ketika kami memiliki pengumuman, kami akan memberitahu Anda," ujar juru bicara tersebut kepada CNBC International.
Kemudian perhatian pelaku pasar global juga akan tertuju pada sentimen ketiga terkait dengan kabar positif dari kebijakan moneter The Fed yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin untuk ketiga kalinya ke kisaran 1,5%-1,75%. Pemotongan federal funds rate diharapkan dapat memberikan pelumas yang lebih untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi AS yang perlahan terlihat pulih.
Terlebih lagi, Powell menyampaikan akan memberi ruang yang cukup hingga inflasi tumbuh sesuai target sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan.
Selain itu, pemangkasan FFR juga merupakan berita baik bagi mata uang Ibu Pertiwi, karena suku bunga acuan yang rendah berarti dolar AS kehilangan katalis positif untuk menarik aksi beli pelaku pasar. Pasalnya, imbal hasil yang diperoleh semakin menipis.
Pergerakan terbatas greenback memberikan kesempatan pada rupiah dkk di Asia untuk bergerak ke utara, sekaligus menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada investor.
Lalu yang terakhir, sentimen keempat datang dari dalam negeri, yakni rilis realisasi jumlah investasi asing yang masuk ke Indonesia sepanjang kuartal kemarin. Jika ternyata tercatat ada perlambatan jumlah investasi yang masuk, maka prospek pertumbuhan ekonomi diproyeksi lebih oke depannya.
Kala prospek pertumbuhan ekonomi suram, investor bisa ogah masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi karena potensi penurunan laba.
Sebaliknya jika realisasi investasi asing tumbuh positif, bahkan lebih baik dari kuartal II-2019 maka dapat menjadi sentimen positif untuk pelaku pasar Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Berikut adalah rilis data ekonomi yang akan terjadi hari ini:
• Indeks produksi industri dan manufaktur bulan September, Korea Selatan (06:00 WIB)
• Penjualan ritel bulan September, Korea Selatan (06:00 WIB)
• Pembacaan awal produksi industri bulan September, Jepang (06:50 WIB)
• Keputusan tingkat suku bunga acuan, Hong Kong (07:30 WIB)
• Purchasing Manager Index (PMI) sektor manufaktur dan non manufaktur bulan Oktober, China (08:00 WIB)
• Tingkat suku bunga acuan Bank Sentral, Jepang (10:00 WIB)
• Jumlah realisasi investasi asing kuartal III-2019, Indonesia (10:30 WIB)
• Indeks keyakinan konsumen bulan Oktober, Jepang (12:00 WIB)
• Pembacaan laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, Hong Kong (15:30 WIB)
• Laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Laju inflasi bulan Oktober, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Tingkat pengangguran bulan Oktober, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Perubahan jumlah pendapatan dan pengeluaran bulan September, AS (19:30 WIB)
Berikut adalah agenda aksi korporasi perusahaan publik yang akan terjadi hari ini:
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Star Pacifik Tbk (LPLI) pukul 09:30 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Multistrada Arah Saranan (MASA) pukul 10:00 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) pukul 10:00 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Danasupra Erapacific Tbk (DEFI) pukul 10:30 WIB
• Konferensi pers rilis kinerja keuangan 9M2019 PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pukul 15:00 WIB
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
(dwa/dwa) Next Article IHSG Berpeluang Melesat 10% Saat Resesi Dunia di Depan Mata!
Bursa saham utama Ibu Pertiwi yang pada pertengahan perdagangan sesi II sempat terkoreksi 0,26%, tiba-tiba sekitar 10 menit menjelang penutupan melesat naik dan akhirnya ditutup menguat 0,23% menjadi 6.295,75 poin. Ini menjadi ketiga kalinya, IHSG seperti diselamatkan di menit-menit terakhir.
Lalu Mata Uang Garuda tercatat melemah tipis hampir flat di 0,01%, di mana US$ 1 setara dengan Rp 14.022 kala penutupan pasar spot. Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun sama seperti perdagangan hari sebelumnya, yakni ada di level 7.033%.
Pergerakan variatif pasar keuangan Indonesia mayoritas dipengaruhi oleh sentimen global yang campur aduk.
Yang pertama adalah terkait friksi dagang AS dan China yang dikabarkan tidak dapat menandatangani kesepakatan fase pertama saat pemimpin kedua negara bertemu di gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bulan depan di Chile.
Salah seorang pejabat Gedung Putih menyampaikan bahwa penundaan tersebut disebabkan teks perjanjian belum dapat selesai sesuai jadwal.
Besar kemungkinan, penundaan ini juga berkaitan dengan pihak Negeri Tiongkok yang belum memenuhi janjinya untuk membeli produk pertanian asal Negeri Paman Sam dengan nilai maksimum sebesar US$ 50 miliar. Jumlah ini sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan total pembelian tahunan sebelum perseteruan dagang kedua negara dimulai.
"China tidak mau membeli barang dalam jumlah besar, yang ternyata tidak dibutuhkan oleh orang-orang di sini. Atau harus membeli barang saat tidak ada permintaan," tegas salah seorang pejabat di perusahaan milik negara di China, seperti diwartakan Reuters.
Jika produk pertanian AS masuk dalam jumlah besar ke pasar China, lanjut sang pejabat, maka pasar domestik akan kesulitan untuk menyerap. Hasilnya adalah keseimbangan antara penawaran dan permintaan akan rusak.
Apabila Beijing enggan membeli produk pertanian dalam jumlah banyak, maka Presiden AS Donald Trump sangat mungkin bakal ngambek dan ini dapat berujung pada pembatalan kesepakatan damai dagang.
Di lain pihak, kabar baik datang dari Eropa, tepatnya Prancis. Negeri pusat mode dunia tersebut membukukan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 di level 0,3% secara kuartalan. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 0,2%.
Prancis adalah perekonomian terbesar kedua di Benua Biru. Kala ekonomi Prancis masih kuat, maka ada harapan Eropa bisa melalui masa-masa berat dan menghindari resesi.
Kemudian, indeks kepercayaan manufaktur di Italia pada Oktober berada di angka 99,6. Lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu 99 dan di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan sebesar 98,5.
Angin segar dari Eropa sepertinya mampu sedikit menutup kekhawatiran pasar terhadap perkembangan relasi AS-China.
Beralih ke bursa saham utama AS, tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup menguat pada perdagangan kemarin setelah investor menyambut baik keputusan pemotongan tingkat suku bunga acuan untuk ketiga kalinya oleh Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) tahun ini.
Belum lagi, komentar dari Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang mengisyaratkan akan adanya rehat sebelum The Fed kembali bersikap hawkish alias menaikkan kembali federal funds rate (FFR).
Data pasar menunjukkan indeks S&P 500 kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dengan naik 0,33% ke level 3.046,77 indeks poin. Sementara indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,43% menjadi 27.186,69 indeks poin dan indeks Nasdaq ditutup naik 0,33% ke level 8.303,97 indeks poin.
Hasil keputusan rapat The Fed bulan ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, yakni pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk yang ketiga kalinya, sehingga FFR sekarang ada di rentang 1,5%-1,75%.
Lebih lanjut, Powell sama sekali tidak mengisyaratkan nada panik dan kebijakan moneter AS saat ini dianggapnya sudah cukup baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tersebut, seperti diwartakan Reuters.
"Kami percaya bahwa bahwa kebijakan moneter berada dalam keadaan yang baik," ujar Powell dalam konferensi pers.
"Pasar tenaga kerja tangguh, penciptaan lapangan kerja solid, pengeluaran rumah tangga meningkat dengan kecepatan yang kokoh - semua itu mengindikasikan bahwa mereka (The Fed) menekankan semuanya baik-baik saja sekarang," ujar Kathy Jones, Kepala Strategi Fixed Income dari Pusat Penelitian Keuangan Schwab di New York, dikutip dari Reuters.
Pernyataan bahwa kondisi ekonomi AS cukup baik seiring dengan rilis pembacaan awal laju pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam kuartal III-2019 yang tumbuh 1,9% secara tahunan, lebih baik dari konsensus pasar yang memproyeksi pertumbuhan 1,6% YoY (year-on-year).
Automatic Data Processing (ADP) juga mencatat bahwa sepanjang bulan Oktober telah tercipta 125.000 tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor non pertanian. Capaian tersebut berhasil mengalahkan estimasi analis yang memproyeksi penambahan 120.000 dan Lebih baik dari bulan sebelumnya yang hanya mencatatkan penciptaan 93.000 lapangan kerja, dilansir Trading Economics.
Selain itu, Powell juga mengatakan bahwa The Fed akan mencermati kenaikan inflasi yang 'sangat signifikan' sebelum memutuskan untuk memperketat kebijakan moneternya, dilansir dari CNBC International.
Pernyataan tersebut tentu membuat pelaku pasar sumringah karena The Fed akan memberikan waktu yang cukup hingga perekonomian pulih sebelum akhirnya bersikap hawkish. Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan Wall Street yang positif. Semoga ini cukup untuk menjadi pendorong semangat pelaku pasar di kawasan Asia saat memulai perdagangan.
Sentimen kedua adalah terkait kelanjutan hubungan dagang antara AS dan China di mana kabar mengejutkan datang dari Chile yang membatalkan penyelenggaraan KTT Asia-Pacific Economic Conference (APEC) pada pertengahan November mendatang.
Keputusan tersebut diambil pemerintah Chile seiring dengan gelombang protes yang melanda negeri itu setelah Presiden Chile, Sebastian Pinera, memutuskan untuk menaikkan harga tarif angkutan umum, dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, sebelumnya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan untuk bertemu dan menandatangani kesepakatan dagang fase pertama saat KTT APEC berlangsung bulan depan.
Jika KTT-APEC dibatalkan, tentu pelaku pasar bertanya-tanya kapan pemimpin kedua negara tersebut bertemu untuk menandatangani kesepakatan dagang.
Merespon pertanyaan tersebut, salah seorang juru bicara Gedung Putih menyampaikan bahwa Washington dan Beijing akan tetap berusaha untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut.
"Kami menantikan finalisasi fase pertama dari perjanjian perdagangan bersejarah dengan China dalam jangka waktu yang sama, dan ketika kami memiliki pengumuman, kami akan memberitahu Anda," ujar juru bicara tersebut kepada CNBC International.
Kemudian perhatian pelaku pasar global juga akan tertuju pada sentimen ketiga terkait dengan kabar positif dari kebijakan moneter The Fed yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin untuk ketiga kalinya ke kisaran 1,5%-1,75%. Pemotongan federal funds rate diharapkan dapat memberikan pelumas yang lebih untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi AS yang perlahan terlihat pulih.
Terlebih lagi, Powell menyampaikan akan memberi ruang yang cukup hingga inflasi tumbuh sesuai target sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan.
Selain itu, pemangkasan FFR juga merupakan berita baik bagi mata uang Ibu Pertiwi, karena suku bunga acuan yang rendah berarti dolar AS kehilangan katalis positif untuk menarik aksi beli pelaku pasar. Pasalnya, imbal hasil yang diperoleh semakin menipis.
Pergerakan terbatas greenback memberikan kesempatan pada rupiah dkk di Asia untuk bergerak ke utara, sekaligus menawarkan keuntungan yang lebih besar kepada investor.
Lalu yang terakhir, sentimen keempat datang dari dalam negeri, yakni rilis realisasi jumlah investasi asing yang masuk ke Indonesia sepanjang kuartal kemarin. Jika ternyata tercatat ada perlambatan jumlah investasi yang masuk, maka prospek pertumbuhan ekonomi diproyeksi lebih oke depannya.
Kala prospek pertumbuhan ekonomi suram, investor bisa ogah masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi karena potensi penurunan laba.
Sebaliknya jika realisasi investasi asing tumbuh positif, bahkan lebih baik dari kuartal II-2019 maka dapat menjadi sentimen positif untuk pelaku pasar Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Berikut adalah rilis data ekonomi yang akan terjadi hari ini:
• Indeks produksi industri dan manufaktur bulan September, Korea Selatan (06:00 WIB)
• Penjualan ritel bulan September, Korea Selatan (06:00 WIB)
• Pembacaan awal produksi industri bulan September, Jepang (06:50 WIB)
• Keputusan tingkat suku bunga acuan, Hong Kong (07:30 WIB)
• Purchasing Manager Index (PMI) sektor manufaktur dan non manufaktur bulan Oktober, China (08:00 WIB)
• Tingkat suku bunga acuan Bank Sentral, Jepang (10:00 WIB)
• Jumlah realisasi investasi asing kuartal III-2019, Indonesia (10:30 WIB)
• Indeks keyakinan konsumen bulan Oktober, Jepang (12:00 WIB)
• Pembacaan laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, Hong Kong (15:30 WIB)
• Laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Laju inflasi bulan Oktober, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Tingkat pengangguran bulan Oktober, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Perubahan jumlah pendapatan dan pengeluaran bulan September, AS (19:30 WIB)
Berikut adalah agenda aksi korporasi perusahaan publik yang akan terjadi hari ini:
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Star Pacifik Tbk (LPLI) pukul 09:30 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Multistrada Arah Saranan (MASA) pukul 10:00 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) pukul 10:00 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Danasupra Erapacific Tbk (DEFI) pukul 10:30 WIB
• Konferensi pers rilis kinerja keuangan 9M2019 PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pukul 15:00 WIB
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY) | 5,05% |
Inflasi (September 2019 YoY) | 3,39% |
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (Q2-2019) | -3,04% PDB |
Neraca pembayaran (Q2-2019) | -US$ 1,98 miliar |
Cadangan devisa (September2019) | US$ 124,3 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article IHSG Berpeluang Melesat 10% Saat Resesi Dunia di Depan Mata!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular