Newsletter

The Fed Pangkas Suku Bunga Lagi, BI?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 September 2019 06:53
The Fed Pangkas Suku Bunga Lagi, BI?
Foto: Konferensi pers Bank Indonesia terkait rapat dewan gubernur Agustus 2019 (CNBC Indonesia/Lidya Julita S)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial dalam negeri ceria kembali pada hari Rabu, rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kompak menguat.

Setelah melemah hampir 1% dalam dua hari, rupiah akhirnya mencatat penguatan 0,25% ke level Rp 14.055/US$. Sementara IHSG mampu mencetak penguatan dua hari beruntun setelah menguat 0,64% ke level 6.276,63. Pada hari Selasa bursa kebanggaan Indonesia berhasil menguat 0,28%. 

Mengiringi pergerakan rupiah dan IHSG, imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun 4,3 basis poin (bps). Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Dengan demikian, berarti terjadi aksi beli di pasar obligasi.


Sentimen pelaku pasar membaik Rabu kemarin ini setelah kecemasan akan Perang Teluk mereda, serta harga minyak mentah yang tidak lagi menguat tajam.

Presiden AS Donald Trump sudah menyatakan tidak akan berperang dengan Iran. Perang hanya akan  membuat harga minyak mentah semakin tinggi, dan berdampak buruk bagi perekonomian global yang saat ini sedang melambat.

Sementara suplai minyak dari Arab Saudi disebut akan segera pulih membuat harga minyak tidak lagi melesat naik, bahkan melemah pada Selasa kemarin. Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, mengatakan produksi minyak Arab Saudi akan kembali normal di akhir September.

Selain itu harapan akan adanya damai dagang AS-China semakin membuncah setelah Trump mengatakan China membeli produk pertanian AS dalam jumlah besar, dan menyatakan kesepakatan dagang kemungkinan akan tercapai sebelum Pemilu di AS tahun 2020, atau sehari setelahnya.

Sebelumnya Presiden AS ke-45 melemparkan pernyataan tersebut, Selasa kemarin, CCTV selaku media yang dimiliki oleh pemerintah China mengabarkan bahwa delegasi setingkat wakil menteri akan bertandang ke Washington pada pekan ini guna mendiskusikan permasalahan terkait perdagangan dan ekonomi, dilansir dari CNBC International. Menurut CCTV, pertemuan tersebut diinisiasi oleh AS. Wakil Menteri Keuangan China Liao Min disebut akan memimpin delegasi setingkat wakil menteri tersebut.




Namun, kabar bagus tersebut masih belum memberikan dampak maksimal ke pasar finansial dalam negeri. Investor global masih "galau" jelang pengumuman suku bunga The Fed Kamis pukul 1:00 WIB dini hari.


Probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed Rabu kemarin turun drastis. Piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar melihat probabilitas The Fed memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2% sebesar berada di kisaran 50%. Sementara pada pekan lalu, probabilitas tersebut lebih dari 90.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

 

 

The Fed akhirnya memutuskan kembali memangkas suku bunga (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2%, tetapi hal tersebut belum cukup mendongkrak kinerja bursa saham AS.

Wall Street mengakhiri perdagangan dengan bervariasi, indeks Dow Jones menguat 0,1%, S&P 500 mendatar, dan Nasdaq malah melemah 0,1%.

Sebelum suku bunga dipangkas, pelaku pasar sempat dibuat "galau" apakah suku bunga The Fed akan dipangkas lagi di pekan ini. Kini setelah FFR resmi dipangkas, pelaku pasar kembali dibuat "galau" dengan panduan kebijakan yang diberikan.

Dampak dinamika global terhadap outlook perekonomian AS, serta inflasi yang rendah menjadi alasan utama The The Fed memangkas suku bunga. Alasan tersebut masih sama dengan bulan Juli lalu ketika bank sentral paling powerful di dunia ini memangkas suku bunga 25 bps.


The Fed kini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 2,2%, dibandingkan proyeksi yang diberikan pada Juni lalu sebesar 2,1%, meski untuk proyeksi jangka panjang masih tetap 1,9%. Proyeksi inflasi masih tetap sebesar 1,9% di tahun ini, dan 2,5% untuk jangka panjang.

Dalam konferensi pers yang berlangsung usai pengumuman suku bunga, bos The Fed Jerome Powell  mengatakan bisa saja melakukan pemangkasan suku bunga secara "beruntun" jika ekonomi menunjukkan pelambatan, tapi ia belum melihat hal tersebut saat ini.

Para pelaku pasar masih mencerna kemana arah kebijakan The Fed selanjutnya. Meski The Fed memangkas suku bunga, namun pendapat para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) terbelah alias tidak kompak. Dua anggota FOMC tidak setuju The Fed memangkas suku bunga, satu lainnya meminta suku bunga dipangkas 50 bps.

Bahkan untuk arah kebijakan selanjutnya juga menunjukkan perbedaan pendapat, sehingga pelaku pasar masih menebak-nebak apakah The Fed akan kembali memangkas suku bunga di sisa tahun ini atau tidak. Hal ini yang membuat Wall Street gagal melanjutkan penguatan sehari sebelumnya.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

Setelah The Fed, giliran bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang akan mengumumkan kebijakan moneter.

Hasil survei Reuters menunjukkan bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda ini diprediksi belum akan menggelontorkan stimulus moneter. 28 dari 41 ekonom yang disurvei memprediksi BOJ akan mengumumkan stimulus moneter di sisa tahun ini, dan 13 sisanya mengatakan stimulus akan digelontorkan hari ini.

Jepang yang terus mengalami inflasi rendah tak kunjung membuat BoJ menggelontorkan stimulus moneter, sehingga BoJ diperkirakan telah kehabisan amunisi.

"BOJ kemungkinan ingin menyimpan amunisinya karena yen tidak menguat terlalu banyak" kata Hiroaki Mutou, kepala ekonom di Tokai Tokyo Research Institute, sebagaimana dikutip Reuters akhir Juli lalu.

"Jika The Fed memicu penguatan yen, BOJ kemungkinan akan menguatkan panduan kebijakannya (menegaskan akan menggelontorkan stimulus), atau membiarkan yield obligasi tenor 10 tahun bergerak lebih lebar" tambahnya saat itu.


Kurang dari satu bulan setelah pernyataan tersebut, tepatnya pada 26 Agustus kurs yen menyentuh level terkuat sejak November 2016 di 104,44/US$. Semenjak saat itu yen sudah kembali melemah hingga berada di kisaran 108,40/US$ hari ini.

Penguatan yen bukan kabar bagus bagi negara yang mengandalkan ekspor, produk yang ditawarkan menjadi kurang kompetitif. Belum lagi penguatan yen akan menyulitkan untuk mengangkat inflasi di Negeri Matahari Terbit.

Kejutan dari BoJ tentunya akan dinanti pelaku pasar.

Setelah BoJ, giliran Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan suku bunga. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warijyo dan sejawat akan kembali menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.



Jika hal tersebut sampai terjadi, berarti BI memangkas suku bunga dalam tiga bulan berturut-turut. Inflasi yang bisa terus terjaga memberikan ruang bagi BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter. Selain itu, memasuki kuartal III-2019, neraca perdagangan RI mencatat defisit tidak terlalu besar di bulan Juli, kemudian berbalik surplus di bulan Agustus meski tidak terlalu besar juga.

Bisa dikatakan neraca perdagangan RI lebih stabil di kuartal III-2019, sehingga defisit neraca pembayaran (current account deficit/CAD) bisa membaik.

Selain itu saat, dalam konferensi pers bulan lalu Perry mengatakan pemangkasan suku bunga yang dilakukan merupakan antisipasi pemangkasan suku bunga The Fed sebanyak satu kali di tahun ini. Kini The Fed sudah dua kali memangkas suku bunga, tentunya BI memiliki ruang pemangkasan yang lebih besar lagi.

Melihat respon pelaku pasar yang positif dalam dua kali pemangkasan suku bunga sebelumnya, bisa jadi jika BI kembali memangkas suku bunga sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, rupiah, IHSG, dan pasar obligasi akan kembali menghijau.

Setelah BI, giliran bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang akan mengumumkan kebijakan moneter. Namun, di tengah perundingan Brexit antara Inggris dan Uni Eropa, BoE hampir pasti tidak akan merubah kebijakannya kali ini.



(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data tenaga kerja Australia (8:30 WIB)
  • Pengumuman kebijakan moneter BoJ (Tentative)
  • Pengumuman suku bunga BI (14:00 WIB)
  • Data penjualan ritel Inggris (15:30 WIB)
  • Pengumuman kebijakan moneter BoE (18:00 WIB)
  • Rilis data aktivitas manufaktur Philadelphia AS (19:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Agustus 2019 YoY)

3,49%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar


(pap) Next Article Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular