
Newsletter
Happy Monday! Yuk Jualan Saham....
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 August 2019 06:24

Sentimen ketiga yang perlu dicermati pelaku pasar adalah potensi keperkasaan dolar AS. Hingga pukul 06:00 WIB, indeks dolar AS memang tercatat melemah sebesar 0,08%. Namun, dolar AS memiliki bensin untuk menguat lantaran sudah melemah dalam dua hari perdagangan sebelumnya. Bara perang dagang AS-China yang begitu panas juga bisa memantik aksi beli atas dolar AS, mengingat statusnya selaku safe haven.
Lebih lanjut, pernyataan bernada hawkish yang keluar dari mulut Jerome Powell, Gubernur The Fed, juga patut diwaspadai karena bisa mendorong dolar AS menjadi perkasa.
Berbicara dalam simposium tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming, sejatinya Powell sempat mengeluarkan pernyataan bernada dovish yang menyejukkan hati pelaku pasar. Dirinya menyebut bahwa The Fed akan melakukan apa yang mereka bisa untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah dirasakan di AS.
"Tantangan bagi kita sekarang (The Fed) adalah untuk mengeksekusi kebijakan moneter yang bisa mempertahankan ekspansi (ekonomi) sehingga manfaat dari kuatnya pasar tenaga kerja bisa dirasakan oleh mereka yang belum merasakannya, dan sehingga tingkat inflasi bergerak dengan stabil di kisaran dua persen," kata Powell menjelang akhir pekan kemarin, dilansir dari CNBC International.
Namun kemudian, nada hawkish keluar dari mulut Powell. Dirinya menyebut bahwa setelah perkembangan yang ditempuh dalam satu dekade terakhir menuju tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum dan stabilitas harga, "perekonomian AS saat ini sudah mendekati kedua target tersebut", mengindikasikan bahwa The Fed tak akan kelewat agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuan di masa depan.
Praktis, greenback menjadi memiliki bensin untuk menguat.
Jika dolar AS benar perkasa pada hari ini, tentu rupiah menjadi rawan untuk digoyang. Ketika ini yang terjadi, investor asing bisa melego saham dan obligasi di tanah air guna menghindari yang namanya kerugian kurs.
Sebagai catatan, investor asing dalam beberapa waktu terakhir telah sangat gencar meninggalkan pasar keuangan tanah air. Melansir data dari RTI, dalam sebulan terakhir (23 Juli 2019-23 Agustus 2019) investor asing tercatat membukukan jual bersih senilai Rp 8,06 triliun di pasar reguler.
Di pasar obligasi, kondisinya tak jauh berbeda. Melansir data yang dipublikasikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini (hingga perdagangan tanggal 22 Agustus) investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 4,84 triliun.
Sentimen keempat yang perlu dicermati oleh pelaku pasar adalah pergerakan harga minyak mentah dunia. Hingga pukul 06:10 WIB, harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman bulan Oktober anjlok 1,9% ke level US$ 53,14/barel, sementara harga minyak mentah brent kontrak pengiriman bulan yang sama merosot 1,48% ke level US$ 58,46/barel.
Kejatuhan harga minyak mentah dunia merupakan berkah bagi Indonesia selaku negara net importir minyak. Dengan harga yang lebih rendah, defisit neraca minyak dan gas (migas) Indonesia bisa ditekan, yang pada akhirnya akan memperbaiki defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) sekaligus menyokong kinerja rupiah.
Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.
Kala rupiah menguat, ada harapan bahwa pasar saham dan obligasi tanah air juga akan menguat.
Namun, dengan mencermati berbagai perkembangan yang ada, utamanya bara perang dagang AS-China yang begitu panas (yang pada akhirnya membuat Wall Street amburadul pada hari Jumat), tampaknya akan sulit mengharapkan pasar saham, pasar obligasi, serta rupiah untuk menguat pada hari ini.
Selama ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) gencar mengkampanyekan gerakan 'Yuk Nabung Saham'. Tapi, khusus hari ini, mungkin gerakan yang tepat untuk diadopsi oleh pelaku pasar adalah 'Yuk Jualan Saham'.
BERLANJUT KE HALAMAN 5 -> Simak Data dan Agenda Berikut
(ank)
Lebih lanjut, pernyataan bernada hawkish yang keluar dari mulut Jerome Powell, Gubernur The Fed, juga patut diwaspadai karena bisa mendorong dolar AS menjadi perkasa.
Berbicara dalam simposium tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming, sejatinya Powell sempat mengeluarkan pernyataan bernada dovish yang menyejukkan hati pelaku pasar. Dirinya menyebut bahwa The Fed akan melakukan apa yang mereka bisa untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah dirasakan di AS.
"Tantangan bagi kita sekarang (The Fed) adalah untuk mengeksekusi kebijakan moneter yang bisa mempertahankan ekspansi (ekonomi) sehingga manfaat dari kuatnya pasar tenaga kerja bisa dirasakan oleh mereka yang belum merasakannya, dan sehingga tingkat inflasi bergerak dengan stabil di kisaran dua persen," kata Powell menjelang akhir pekan kemarin, dilansir dari CNBC International.
Namun kemudian, nada hawkish keluar dari mulut Powell. Dirinya menyebut bahwa setelah perkembangan yang ditempuh dalam satu dekade terakhir menuju tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum dan stabilitas harga, "perekonomian AS saat ini sudah mendekati kedua target tersebut", mengindikasikan bahwa The Fed tak akan kelewat agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuan di masa depan.
Praktis, greenback menjadi memiliki bensin untuk menguat.
Jika dolar AS benar perkasa pada hari ini, tentu rupiah menjadi rawan untuk digoyang. Ketika ini yang terjadi, investor asing bisa melego saham dan obligasi di tanah air guna menghindari yang namanya kerugian kurs.
Sebagai catatan, investor asing dalam beberapa waktu terakhir telah sangat gencar meninggalkan pasar keuangan tanah air. Melansir data dari RTI, dalam sebulan terakhir (23 Juli 2019-23 Agustus 2019) investor asing tercatat membukukan jual bersih senilai Rp 8,06 triliun di pasar reguler.
Di pasar obligasi, kondisinya tak jauh berbeda. Melansir data yang dipublikasikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini (hingga perdagangan tanggal 22 Agustus) investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 4,84 triliun.
Sentimen keempat yang perlu dicermati oleh pelaku pasar adalah pergerakan harga minyak mentah dunia. Hingga pukul 06:10 WIB, harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman bulan Oktober anjlok 1,9% ke level US$ 53,14/barel, sementara harga minyak mentah brent kontrak pengiriman bulan yang sama merosot 1,48% ke level US$ 58,46/barel.
Kejatuhan harga minyak mentah dunia merupakan berkah bagi Indonesia selaku negara net importir minyak. Dengan harga yang lebih rendah, defisit neraca minyak dan gas (migas) Indonesia bisa ditekan, yang pada akhirnya akan memperbaiki defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) sekaligus menyokong kinerja rupiah.
Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.
Kala rupiah menguat, ada harapan bahwa pasar saham dan obligasi tanah air juga akan menguat.
Namun, dengan mencermati berbagai perkembangan yang ada, utamanya bara perang dagang AS-China yang begitu panas (yang pada akhirnya membuat Wall Street amburadul pada hari Jumat), tampaknya akan sulit mengharapkan pasar saham, pasar obligasi, serta rupiah untuk menguat pada hari ini.
Selama ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) gencar mengkampanyekan gerakan 'Yuk Nabung Saham'. Tapi, khusus hari ini, mungkin gerakan yang tepat untuk diadopsi oleh pelaku pasar adalah 'Yuk Jualan Saham'.
BERLANJUT KE HALAMAN 5 -> Simak Data dan Agenda Berikut
(ank)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular