Newsletter

Risk Appetite Masih Tinggi, Bisakah IHSG Naik Lagi?

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 June 2018 05:31
Risk Appetite Masih Tinggi, Bisakah IHSG Naik Lagi?
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan kemarin. Namun rilis data inflasi sepertinya menjadi faktor pemberat IHSG, bukan penyokong.  

Kemarin, IHSG ditutup naik 0,52%. Transaksi berlangsung cukup semarak dengan nilai Rp 10,7 triliun dan volume 11,2 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 435.512 kali. 

Namun, penguatan IHSG kemarin patut diwaspadai. Sempat mencapai titik tertingginya di 6.032,99 (+0,83%), IHSG berangsur-angsur menipiskan penguatan yang sudah diraih. 

Penyebabnya adalah rilis data inflasi yang relatif datar-datar saja. Badan Pusat Statistik (BPS) merekam inflasi periode Mei 2018 sebesar 0,21% secara bulanan (month-to-month/MtM) dan 3,23% secara tahunan (year-on-year/YoY). Sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, yaitu 0,26% MtM dan 3,3% YoY. 

Pelaku pasar memang sudah terlebih dulu mengantisipasi bahwa inflasi Mei akan 'jinak'. Artinya, laju inflasi Mei sudah priced in di mata investor.  

Akibatnya, begitu data dirilis maka yang terjadi adalah aksi ambil untung. Pameo buy the rumor and sell the news benar-benar berlaku di sini. 

Sepertinya pengumuman data inflasi yang tidak mengejutkan malah menjadi pemberat bagi pasar keuangan domestik. Data yang datar-datar saja ini (dan sudah diantisipasi) tidak menjadi katalis yang berarti, justru menjadi alasan untuk melakukan ambil untung. 

Selain itu, investor juga sepertinya berharap angka inflasi yang tinggi, khususnya jika disebabkan oleh dorongan permintaan yang kuat. Rendahnya angka inflasi Mei menunjukkan belum pulihnya konsumsi masyarakat Indonesia, terlepas dari kehadiran bulan Ramadan. Biasanya, konsumsi masyarakat terkerek pada periode ini sehingga inflasi pun menanjak naik signifikan. 

Bahkan, data inflasi yang cenderung lemah berhasil memaksa investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 152,35 miliar. Padahal, sampai akhir sesi I investor asing masih membukukan beli bersih sekitar Rp 100 miliar.  

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak berhasil membuat investor asing masuk ke bursa saham dalam negeri. Padahal ketika rupiah menguat, investasi dalam aset-aset berdenominasi rupiah menjadi menarik lantaran ada potensi keuntungan kurs. 

IHSG bergerak searah dengan bursa regional yang juga berakhir di teritori positif. Indeks Nikkei 225 menguat 1,37%, Shanghai Composite naik 0,52%, Hang Seng melonjak 1,66%, Kospi bertambah 0,36%, dan Straits Times surplus 1,17%. 

Sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un nampak yang sepertinya semakin mendekati kenyataan. Akhir pekan lalu, Trump bertemu dengan pejabat tinggi asal Korea Utara Kim Yong Chol di Gedung Putih.  

"Pertemuan yang baik, ini merupakan awal yang sangat bagus. Kami tidak akan menandatangani sesuatu pada 12 Juni, tetapi kami akan memulai sebuah proses. Saya katakan kepada mereka 'santai saja, kita bisa lakukan ini dengan cepat atau lambat'," papar Trump, yang menyebut Kim Yong Chol dengan sebutan orang terkuat nomor dua di Korea Utara. 

Selain itu, tensi politik di Italia juga mulai menurun setelah koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima berhasil membentuk pemerintahan dengan Giuseppe Conte sebagai Perdana Menteri. Dengan begitu, mungkin Italia tidak butuh pemilu ulang yang justru bisa memperpanjang ketidakpastian. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama melanjutkan penguatan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,72%, S&P 500 menguat 0,45%, dan Nasdaq bertambah 0,69%.

Saham-saham teknologi menjadi pendorong penguatan di Wall Street. Saham Apple naik 0,83% sementara Microsoft menguat 0,87%.

Apple memperkenalkan sistem operasi terbarunya yaitu iOS 12 dan sepertinya mendapat sambutan baik. Konfirmasi Microsoft yang akan mengakuisisi GitHub senilai US$ 7,5 miliar (Rp 104,04 triliun) juga mendapat respons positif dari pelaku pasar. 

Kemudian, faktor lain yang mendorong laju Wall Street adalah rilis data pemesanan produk manufaktur yang pada April turun 0,8% MtM. Jauh memburuk dibandingkan Maret yang naik 1,7%. Data April juga lebih rendah dari konsensus yang memperkirakan penurunan 0,5%. 

Penyebab penurunan ini adalah pemesanan untuk alat-alat transportasi dan mesin. Pemesanan alat transportasi turun 6% sementara untuk mesin turun 0,7%.

Pelaku industri mengeluhkan kebijakan Presiden Trump yang mengenakan bea masuk untuk baja yang membuat harga bahan baku semakin mahal. Kebijakan ini seolah menutup pemotongan tarif pajak penghasilan badan dari 35% menjadi 21%. 

Kemudian harga minyak masih melanjutkan penurunan yang cukup signfikan, di atas 1%. Harga si emas hitam terseret ke zona negatif karena kenaikan produksi AS dan kemungkinan melimpahnya pasokan. 

Kombinasi antara penurunan pemesanan produk manufaktur dan harga minyak membuat pasar memperkirakan tekanan inflasi tidak akan terlalu besar. Akibatnya, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan seperti rencana awal yaitu tiga kali sepanjang 2018. Untuk saat ini, sepertinya kekhawatiran bahwa The Fed akan menaikkan dosis kenaikan suku bunga menjadi empat kali agak mereda. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu adalah penguatan Wall Street, yang bisa menjadi sentimen positif. Diharapkan performa Wall Street yang solid bisa menular ke bursa saham Benua Kuning, termasuk Indonesia. 

Namun, masih ada sejumlah risiko yang menghantui IHSG terutama yang berasal dari eksternal. Pertama adalah perkembangan di Eropa.  

Italia memang sudah memiliki pemerintahan baru sehingga kemungkinan pemilu ulang bisa terhindarkan. Namun pemerintahan ini berhaluan sayap kanan (ultra nasionalis) yang ingin menerapkan kebijakan populis seperti pemotongan tarif pajak dan kenaikan belanja subsidi. Pemerintahan ini juga agak berseberangan dengan Uni Eropa sehingga bisa saja nantinya Roma bercerai dari Brussels. 

Situasi di Spanyol juga patut mendapat perhatian. Seperti di Italia, Negeri Matador juga punya Perdana Menteri baru yaitu Pedro Sanchez menggantikan Mariano Rajoy yang mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen.  

Namun faksi pendukung Sanchez adalah minoritas di parlemen, sehingga kebijakannya mungkin tidak akan berjalan mulus. Selain itu, Sanchez juga masih dipusingkan dengan friksi dalam negeri seperti upaya Catalunya untuk memerdekakan diri.

Untuk saat ini, Eropa mungkin agak tenang. Namun Benua Biru masih menyimpan bara dalam sekam, situasi bisa memanas sewaktu-waktu dan menimbulkan kegugupan di pasar keuangan dunia.  

Kedua adalah perkembangan perang dagang. Keputusan AS yang menerapkan bea masuk untuk impor baja dan aluminium dari ketiga kawasan itu memantik aksi balas dendam.

Kanada memutuskan untuk balik mengenakan bea masuk bagi produk-produk AS seperti whiski, jus jeruk, baja, aluminium, dan sebagainya. Sementara Meksiko juga menerapkan bea masuk untuk daging babi, apel, anggur, keju, dan sebagainya yang berasal dari sang tetangga. 

"AS bisa dibilang sendirian melawan dunia, bahkan melawan sekutu mereka sendiri," tegas Bruno La Maire, Menteri Keuangan Prancis, seperti dikutip dari Reuters. 

Tidak hanya dengan para sekutunya, perselisihan dagang dengan China pun belum sepenuhnya selesai. Padahal kedua negara baru saja melakukan negosiasi dagang di Beijing, akhir pekan lalu. 

China mengecam tindakan AS yang masih menebar ancaman dengan menerapkan bea masuk bagi produk-produk impor. Bahkan jika AS terus melakukan hal itu, maka China mengancam kesepakatan yang terjadi bulan lalu bisa batal. Kesepakatan yang dimaksud China berkomitmen untuk menurunkan surplus perdagangan mereka dengan AS dan lebih banyak membeli produk-produk Negeri Paman Sam, terutama dari sektor pertanian dan energi. 

"Kesepakatan AS-China bisa terwujud dengan upaya kedua belah pihak. Jika AS terus mengenakan sanksi dagang, termasuk dengan menaikkan bea masuk, maka kesepakatan yang sudah dicapai bisa batal," tegas pernyataan di media pemerintah China, Xinhua. 

Perkembangan perang dagang AS vs dunia bisa menjadi sentimen negatif di pasar keuangan. Jika terus berlanjut, maka akan berdampak terhadap melemahnya perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Ini tentu bukan kabar gembira bagi pelaku pasar. 

Perang dagang menimbulkan risiko ketiga yang perlu diwaspadai, yaitu tekanan inflasi karena harga barang bisa naik akibat pengenaan bea masuk. Munculnya ekspektasi inflasi tergambar dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. 

Yield untuk tenor 10 tahun saat ini naik dari 2,895% menjadi 2,9442%. Yield kembali mengintip level 3%. 

Kenaikan yield obligasi AS bisa memicu perpindahan dana menuju Negeri Adidaya, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Ketika ini terjadi, maka pasar negara berkembang (termasuk Indonesia) bisa ditinggalkan. Pembalikan modal ini tentu berdampak negatif bagi IHSG maupun rupiah. 

Risiko keempat adalah harga minyak, yang saat ini turun lebih dari 1%. Penurunan ini menyusul perkiraan bahwa Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) akan menaikkan produksi di karena kekhawatiran kekurangan pasokan dari Iran dan Venezuela. OPEC akan melakukan pertemuan di Wina pada 22 Juni, dan kemungkinan akan membahas kenaikan produksi ini. 

Penurunan harga minyak biasanya mendapat respons buruk dan menghambat penguatan IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan kurang mendapat apresiasi kala harga minyak sedang turun. 

Namun sepertinya risk appetite pelaku pasar masih tinggi sehingga kemungkinan risiko-risiko tersebut bisa diabaikan. Ini terlihat dari harga emas yang turun, sementara nilai tukar yen Jepang dan franc Swiss melemah. Belum ada tanda-tanda arus modal menuju ke pelukan instrumen safe haven sehingga artinya investor masih nyaman bermain dengan aset-aset berisiko.

Apakah risk appetite ini bisa membawa IHSG kembali menanjak? Hanya waktu yang dapat memberi jawabnya... Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data neraca transaksi berjalan Australia kuartal I-2018 (08:30 WIB).
  • Rilis data indeks PMI Caixin sektor jasa China periode Mei 2018 (08:45 WIB).
  • Rapat Kerja Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kementerian PPN/Bappenas untuk penentuan kerangka asumsi makro 2019.
  • Rilis data suku bunga acuan Australia (11:30 WIB).
  • Rapat Dengar Pendapat DPR dengan Bank Buku IV dan Pegadaian (15:00 WIB).
  • Rilis data indeks PMI sektor jasa Inggris periode Mei 2018 (15:30 WIB).
  • Rilis data indeks PMI sektor non-manufaktur AS versi ISM periode Mei 2018 (21:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

Perusahaan

Jenis Kegiatan

Waktu

PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS)

RUPS Tahunan

-

PT Arita Prima Indonesia Tbk (APII)

RUPS Tahunan

09:00

PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP)

RUPS Tahunan

09:30

PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk (BMSR)

RUPS Tahunan

10:00

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)

RUPS Tahunan

10:00

PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK)

RUPS Tahunan

10:00

PT Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA)

RUPS Tahunan

10:00

PT Onix Capital Tbk (OCAP)

RUPS Tahunan

10:00

PT Sekar Laut Tbk (SKLT)

RUPS Tahunan

10:00

PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN)

RUPS Tahunan

10:00

PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN)

RUPSLB

10:00

PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT)

RUPS Tahunan

10:00

PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI)

RUPS Tahunan

13:30

PT Argha Karya Prima Industry Tbk (AKPI)

RUPS Tahunan

14:00

PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)

RUPS Tahunan

14:00

PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC)

RUPS Tahunan

14:00

PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK)

RUPS Tahunan

14:00

PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN)

RUPS Tahunan

14:00

PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT)

RUPS Tahunan

15:00

 
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:

Indeks

Close

% Change

% YTD

IHSG

6,014.82

0.52

(5.36)

LQ45

962.17

0.90

(10.86)

DJIA

24,813.69

0.72

0.38

CSI300

3,807.58

0.98

(5.54)

Hang Seng

30,997.98

1.66

3.61

Nikkei 225

22,475.94

1.37

(1.27)

Straits Times

3,467.48

1.17

1.90


Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:

 

Mata Uang

 Close

% Change

 % YoY

USD/IDR

13,867

(0.17)

4.38

EUR/USD

1.17

0.32

3.91

GBP/USD

1.33

(0.24)

3.17

USD/CHF

0.99

0.00

2.38

USD/CAD

1.29

(0.14)

(4.07)

USD/JPY

109.80

0.25

(0.53)

AUD/USD

0.76

1.08

2.16


Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:  

 

Komoditas

 Close

 % Change

 % YoY

Minyak Light Sweet (US$/barel)

64.94

(1.31)

37.28

Minyak Brent (US$/barel)

75.34

(1.89)

52.31

Emas (US$/troy ons)

1,292.36

(0.05)

1.01

CPO (MYR/ton)

2,414.00

(0.90)

(11.99)

Batu bara (US$/ton)

108.17

0.86

40.48

Tembaga (US$/pound)

3.13

1.16

22.53

Nikel (US$/ton)

15,380.50

1.47

73.32

Timah (US$/ton)

20,750.00

0.73

2.22

Karet (JPY/kg)

173.10

(0.86)

(19.11)

Kakao (US$/ton)

2,343.00

(4.68)

18.26


Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara: 

 

Tenor

 Yield (%)

 5Y

6.83

10Y

6.98

15Y

7.45

20Y

7.57

30Y

7.93

 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

 

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)

5.06%

Inflasi (April 2018 YoY)

3.41%

Defisit anggaran (APBN 2018)

-2.19% PDB

Transaksi berjalan (Q I-2018)

-2.15% PDB

Neraca pembayaran (Q I-2018)

-US$ 3.85 miliar

Cadangan devisa (April 2018)

US$ 124.9 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular