
Newsletter
Banjir Sentimen Positif, Keterlaluan Kalau IHSG Merah Lagi
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 May 2018 05:50

Untuk perdagangan hari ini, solidnya kinerja Wall Street bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Biasanya performa Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Asia, sehingga diharapkan virus penguatan ini bisa menular sampai ke Indonesia.
Meredanya tensi perang dagang AS-China juga bisa menjadi katalis penggerak IHSG ke zona hijau. Ketika AS-China sudah berdamai, maka arus perdagangan dunia tidak akan terhambat. Dengan begitu, ekspor Indonesia pun bisa tetap lancar. Ini tentu bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG.
Seiring kekhawatiran perang dagang yang semakin sirna, investor pun mulai kembali berani bermain dengan aset-aset berisiko seperti saham. Aset-aset di negara berkembang, termasuk Indonesia, juga bisa menjadi pilihan.
Lagipula, harga aset di Indonesia sudah cukup murah sehingga siap untuk diborong. Sampai kemarin, IHSG sudah anjlok 9,78% sejak awal tahun sehingga membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Bila aksi borong terjadi, maka bisa menjadi obat kuat bagi IHSG.
Risk appetite yang mulai muncul juga membuat investor berpaling dari dolar AS. Akibatnya, tren penguatan greenback pun berhenti. Dollar Index yang sampai kemarin masih perkasa kini mulai lesu dengan mencatatkan koreksi 0,12%.
Jika minat investor terhadap aset-aset di negara berkembang kembali pulih, maka dolar AS akan semakin ditinggalkan sehingga nilainya terdepresiasi. Rupiah bisa memanfaatkan peluang ini untuk kembali menguat.
Penguatan rupiah, bila terjadi, akan berdampak positif bagi IHSG. Memegang aset berbasis rupiah akan menguntungkan saat mata uang ini terapresiasi, karena nilainya naik.
Investor, terutama asing, berpotensi kembali masuk ketika rupiah menguat. Masuknya investor asing tentu diharapkan bisa mendongkrak IHSG ke teritori positif.
Kemudian, faktor lain yang bisa menjadi doping penguatan IHSG adalah kenaikan harga minyak. Harga si emas hitam saat ini naik sampai lebih dari 1% ke titik tertinggi sejak 2014.
Penyebabnya adalah perkembangan di Venezuela, setelah Nicolas Maduro kembali terpilih sebagai presiden. AS menyatakan tidak merestui rezim Maduro untuk kembali berkuasa selama 6 tahun ke depan.
Oleh karena itu, Reuters mengabarkan bahwa Trump sudah menandatangani perintah larangan kepada warga negara AS untuk membeli aset-aset Venezuela. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang korupsi, sesuatu yang dituduhkan AS kepada pemerintahan Maduro.
Jika Venezuela kesulitan memperoleh akses pembiayaan, maka akan semakin menekan perekonomian negara tersebut, yang saat ini pun sudah jatuh ke lembah krisis. Dampaknya adalah produksi dan distribusi minyak akan terganggu.
Padahal Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Negeri yang banyak melahirkan Miss Universe ini punya cadangan minyak mencapai 300,88 miliar barel. Jumlah tersebut adalah sekitar 25% dari total cadangan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC).
Oleh karena itu, saat produksi Venezuela terganggu maka dampaknya adalah pasokan minyak ke pasar global pun akan seret. Persepsi inilah yang menyebabkan harga minyak bergerak ke atas.
Namun kenaikan harga minyak akan berdampak positif kepada IHSG. Biasanya emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi kala harga minyak naik.
Melimpahnya sentimen positif di pasar membuat IHSG berpotensi untuk rebound dan kembali ke zona hijau. Kalau masih terkoreksi juga, itu namanya keterlaluan...
(aji/aji)
Meredanya tensi perang dagang AS-China juga bisa menjadi katalis penggerak IHSG ke zona hijau. Ketika AS-China sudah berdamai, maka arus perdagangan dunia tidak akan terhambat. Dengan begitu, ekspor Indonesia pun bisa tetap lancar. Ini tentu bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG.
Seiring kekhawatiran perang dagang yang semakin sirna, investor pun mulai kembali berani bermain dengan aset-aset berisiko seperti saham. Aset-aset di negara berkembang, termasuk Indonesia, juga bisa menjadi pilihan.
Lagipula, harga aset di Indonesia sudah cukup murah sehingga siap untuk diborong. Sampai kemarin, IHSG sudah anjlok 9,78% sejak awal tahun sehingga membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Bila aksi borong terjadi, maka bisa menjadi obat kuat bagi IHSG.
Risk appetite yang mulai muncul juga membuat investor berpaling dari dolar AS. Akibatnya, tren penguatan greenback pun berhenti. Dollar Index yang sampai kemarin masih perkasa kini mulai lesu dengan mencatatkan koreksi 0,12%.
Jika minat investor terhadap aset-aset di negara berkembang kembali pulih, maka dolar AS akan semakin ditinggalkan sehingga nilainya terdepresiasi. Rupiah bisa memanfaatkan peluang ini untuk kembali menguat.
Penguatan rupiah, bila terjadi, akan berdampak positif bagi IHSG. Memegang aset berbasis rupiah akan menguntungkan saat mata uang ini terapresiasi, karena nilainya naik.
Investor, terutama asing, berpotensi kembali masuk ketika rupiah menguat. Masuknya investor asing tentu diharapkan bisa mendongkrak IHSG ke teritori positif.
Kemudian, faktor lain yang bisa menjadi doping penguatan IHSG adalah kenaikan harga minyak. Harga si emas hitam saat ini naik sampai lebih dari 1% ke titik tertinggi sejak 2014.
Penyebabnya adalah perkembangan di Venezuela, setelah Nicolas Maduro kembali terpilih sebagai presiden. AS menyatakan tidak merestui rezim Maduro untuk kembali berkuasa selama 6 tahun ke depan.
Oleh karena itu, Reuters mengabarkan bahwa Trump sudah menandatangani perintah larangan kepada warga negara AS untuk membeli aset-aset Venezuela. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang korupsi, sesuatu yang dituduhkan AS kepada pemerintahan Maduro.
Jika Venezuela kesulitan memperoleh akses pembiayaan, maka akan semakin menekan perekonomian negara tersebut, yang saat ini pun sudah jatuh ke lembah krisis. Dampaknya adalah produksi dan distribusi minyak akan terganggu.
Padahal Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Negeri yang banyak melahirkan Miss Universe ini punya cadangan minyak mencapai 300,88 miliar barel. Jumlah tersebut adalah sekitar 25% dari total cadangan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC).
Oleh karena itu, saat produksi Venezuela terganggu maka dampaknya adalah pasokan minyak ke pasar global pun akan seret. Persepsi inilah yang menyebabkan harga minyak bergerak ke atas.
Namun kenaikan harga minyak akan berdampak positif kepada IHSG. Biasanya emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi kala harga minyak naik.
Melimpahnya sentimen positif di pasar membuat IHSG berpotensi untuk rebound dan kembali ke zona hijau. Kalau masih terkoreksi juga, itu namanya keterlaluan...
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular