
Newsletter
Cermati Data Pertumbuhan Ekonomi
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 May 2018 05:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSg) tertekan dahsyat pada perdagangan pekan lalu. Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi salah satu kontributor utama pemberat IHSG.
Pada perdagangan sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok 2,14%. Rata-rata nilai transaksi harian selama pekan kemarin merosot sampai 22,45%.
Sedangkan rata-rata volume transaksi harian juga melorot 34,49%. Kemudian frekuensi transaksi harian juga amblas 18,25%. Ini membuat kapitalisasi pasar di bursa saham domestik turun nyaris 2%.
Sepanjang pekan lalu, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 2,69%. Hasilnya, sejak awal 2018 nilai jual bersih investor asing sudah sebesar Rp 36,01 triliun.
Salah satu penyebab memburuknya kinerja bursa saham domestik adalah depresiasi nilai tukar. Pekan lalu, rupiah melemah 0,18% terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Penguatan greenback memang terjadi secara luas (broadbased), tidak hanya terhadap rupiah.
Penyebabnya adalah respons investor terhadap hasil pertemuan Bank Sentral AS (The Federal Rerserve/The Fed). Meski suku bunga acuan masih ditahan 1,5-1,75%, tetapi The Fed menyebutkan bahwa inflasi sudah mendekati target 2%. Pernyataan ini semakin membuka peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni, dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi.
Selain inflasi, data-data ekonomi Negeri Paman Sam pun semakin ciamik. Teranyar, angka pengangguran periode April 2018 tercatat sebesar 3,9%. Ini merupakan pencapaiaan terbaik sejak tahun 2000.
Ketika kondisi ketenagakerjaan membaik, maka produksi maupun konsumsi akan terakselerasi. Resultan dari situasi ini adalah munculnya tekanan inflasi, sehingga perlu dikendalikan melalui kenaikan suku bunga.
Mengutip CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan 13 Juni sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% mencapai 100%. Bila tidak ada aral merintang, pelaku pasar menilai hampir mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Perkembangan ini membuat investor ambil posisi. Pelaku pasar ramai-ramai memborong dolar AS, karena ketika suku bunga naik maka nilai mata uang ini akan terapresiasi.
Akibatnya, dolar AS menguat dahsyat. Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,79%.
Penguatan dolar AS menekan mata uang dunia, termasuk rupiah. Saat rupiah terdepresiasi, berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun.
Penguatan dolar AS yang berlangsung secara broadbased pun menekan mata uang dan bursa saham regional. Selama sepekan kemarin, Straits Times melemah 1,93%, KLCI anjlok 1,55%, Kospi ambles 2,19%, dan Hang Seng merosot 2,95%. Dari Wall Street, tiga indeks utama menguat signifikan pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,39%, S&P 500 menguat 1,28%, dan Nasdaq bertambah 1,71%.
Pada awal perdagangan, Wall Street sempat terseret ke zona merah setelah pengumuman data ketenagakerjaan yang membaik. Bayang-bayang inflasi dan kenaikan suku bunga menghantui pasar sehingga aksi jual marak terjadi.
Namun seiring perjalanan, pelaku pasar melihat ada data lain yaitu pertumbuhan gaji yang pada April hanya sebesar 0,1% secara month-to-month (MtM). Di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan ada kenaikan 0,2%. Ini menyebabkan persepsi terhadap percepatan laju inflasi memudar, karena nyatanya tekanan dari kenaikan upah masih lunak (soft/mild).
Melihat kondisi ini, mungkin kenaikan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada 2018 masih relevan. Sepertinya belum ada kebutuhan untuk menaikkan dosis menjadi empat kali, mengingat pasar tenaga kerja AS belum sepenuhnya pulih.
Selain itu, lonjakan Wall Street pada akhir pekan juga dipicu oleh kabar dari emiten. Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik salah satu orang terkaya di planet bumi Warren Buffet, menyatakan menambah kepemilikan saham di Apple sebanyak 75 juta unit. Sebelumnya, saham mereka di Apple berjumlah sekitar 165,3 juta unit bernilai US$ 28 miliar (Rp 389,2 triliun).
Kabar ini mendongrak saham Apple yang naik sampai 3,9% ke US$ 183,83. Ini merupakan harga tertinggi saham Apple sepanjang sejarah.
Meski mencatatkan kinerja positif pada akhir pekan, sepanjang pekan lalu Wall Street bergerak variatif. DJIA dan S&P 500 melemah masing-masing 0,2% dan 0,24%. Namun Nasdaq mampu menguat 1,26% berkat lonjakan harga saham-saham teknologi pada akhir pekan. Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang perlu dicermati oleh pelaku pasar. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuarta I-2018.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi secara year-on-year (YoY) tumbuh 5,18%. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 adalah 5,01%.
Jika proyeksi pasar terwujud, maka pencapaian 2018 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Ini tentu akan menjadi sentimen positif bagi IHSG, karena fundamental ekonomi Indonesia yang semakin membaik.
Namun, investor juga mesti waspada karena potensi pelemahan nilai rupiah masih ada. Dollar Index masih dalam tren penguatan, yang saat ini tercatat 0,17%.
Tren penguatan dolar AS tentu akan menyebabkan rupiah tertekan. Kita semua sudah mengetahui bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap IHSG. Pastinya bukan berita baik.
Selain data pertumbuhan ekonomi, satu-satunya yang bisa menopang rupiah adalah intervensi Bank Indonesia (BI). Sepertinya BI sudah menghabiskan cadangan devisa cukup besar demi stabilisasi kurs di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN).
Ketika rupiah melemah, BI melakukan absorbsi dengan membeli SBN. Dengan menyerap likuiditas rupiah di pasar, diharapkan nilai mata uang ini bisa lebih terapresiasi.
Terlihat bahwa sepanjang April kepemilikan SBN oleh BI terus meningkat. Pada akhir April, BI memiliki SBN senilai Rp 136,68 triliun. Naik 45,09% dibandingkan posisi awal bulan.
Namun jika pelemahan terus terjadi (meskipun lebih disebabkan tekanan eksternal), maka guyuran likuiditas BI di pasar bagai menggarami air laut. Oleh karena itu, mungkin akan ada satu titik di mana BI akan merelakan rupiah melemah ke level tertentu agar cadangan devisa tidak tergerus terlalu banyak.
Ketika titik ini terjadi, maka rupiah bisa melemah lebih lanjut dan mungkin saja menembus level Rp 14.000/US$. Tekanan terhadap IHSG pun akan semakin menjadi.
Kemudian, investor juga sepertinya layak mencermati kehadiran Perdana Menteri China Li Keqiang. China adalah negara investor sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI) keempat terbesar di Indonesia. Pada kuartal I-2018, nilai FDI dari Negeri Tirai Bambu tercatat sebesar US$ 0,7 miliar yang tersebar di 529 proyek.
Kedatangan PM Li bisa memberi ruang bagi lebih banyak investasi asal China di Indonesia. Semakin banyak investasi yang masuk tentu membuat Indonesia menjadi lebih atraktif, sehingga memberi sentimen positif bagi IHSG.
Selain itu, pelaku pasar juga perlu menyimak perkembangan isu perang dagang AS-China. Pernyataan PM Li seputar perdagangan perlu dicermati, karena bisa menjadi arah kebijakan perdagangan China terutama terkait ketegangan dengan AS akhir-akhir ini. Isu perang dagang menjadi salah satu perhatian utama investor global, sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap pergerakan pasar.
Masih dari dalam negeri, sejumlah emiten juga dijadwalkan menggelar RUPSLB, RUPS Tahunan, dan melaporkan kinerja kuartal I-2018. Bila ada kabar baik dari mereka, tentu akan memberi dorongan bagi penguatan IHSG.
Koreksi IHSG yang sudah cukup dalam juga perlu menjadi perhatian. Sejak awal tahun, IHSG sudah minus lebih dari 8%. Ini membuat harga aset lebih terjangkau dan siap diborong. Jika aksi borong terjadi, maka bisa menjadi tambahan energi buat IHSG. Sementara dari luar negeri, Wall Street yang mencatat kinerja positif pada akhir pekan lalu perlu menjadi catatan. Biasanya performa Wall Street akan memberi warna bagi bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
investor patut mencermati perkembangan pertemuan AS-China di Beijing akhir pekan lalu untuk membahas isu perdagangan. Pertemuan tersebut baru tahap awal sehingga belum menghasilkan sesuatu yang besar.
Mengutip Reuters, AS meminta China untuk menurunkan surplus perdagangan dengan AS senilai US$ 200 miliar dan penurunan tarif bea masuk. Sementara Beijing meminta Washington untuk melonggarkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan telekomunikasi China yang dilarang memasarkan produknya di tanah AS.
Presiden AS Donald Trump sudah memberikan sejumlah komentar yang bisa menjadi arah perkembangan isu friksi dagang antara kedua perekonomian terbesar di dunia tersebut. Pertama, Trump tetap menghormati Presiden China Xi Jinping dan akan merumuskan langkah lanjutan dalam waktu dekat.
"Kami akan melakukan sesuatu dan kami menghormati apa yang terjadi di China. Saya punya rasa hormat yang besar terhadap Presiden Xi, oleh karena itu kami berlaku baik selama di sana. Namun kita harus mewujudkan kesetaraan perdagangan AS-China," tegas Trump sebelum kunjungannya ke Dallas.
Kedua, Trump juga mengeluhkan sikap China yang dinilainya masih keras kepala. Eks pembawa acara reality show The Apprentice tersebut menggerutu bahwa China seolah enggan melepaskan diri dari surplus perdagangan yang besar dengan Negeri Paman Sam.
"Delegasi tingkat tinggi kami telah melakukan pertemuan panjang dengan para pemimpin dan pelaku usaha China. Kami akan segera merumuskan langkah berikutnya, tetapi sepertinya sulit bagi China karena mereka terlalu manja dengan kemenangan dagang atas AS!" tegas Trump dalam cuitannya di Twitter.
Sejauh ini, aroma perang dagang AS- China masih belum hilang. Sampai ada kesepakatan yang jelas, sepertinya isu perang dagang masih akan timbul-tenggelam dan menjadi risiko besar bagi pasar keuangan global, termasuk bisa berdampak ke IHSG.
Masih dari eksternal, perkembangan harga minyak dunia juga patut mendapat sorotan. Akhir pekan lalu, harga minyak naik signifikan nyaris 2% karena dinamika seputar Iran.
Trump sepertinya berkeras untuk mengubah kesepakatan nuklir yang dibuat dengan Iran pada 2015. Dia menyebut kesepakatan itu 'salah' dan harus diperbaiki, utamanya menyangkut program penganayaan uranium Iran selepas 2025 dan keterlibatan Negeri Persia dalam konflik regional seperti di Siria dan Yaman.
Trump pun mendesak negara-negara barat agar mengubah perjanjian ini, dan jika tidak maka AS akan menarik diri. Keputusan mengenai hal ini rencananya akan diumumkan pada 12 Mei.
Namun Teheran pun keukeuh tidak mau mengubah perjanjian tersebut. Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, mengatakan pihaknya tidak akan melakukan renegosiasi atas kesepakatan yang sudah dibuat dan dilaksanakan selama bertahun-tahun.
"Saya coba masukkan dalam konteks real estat. Ketika Anda menghancurkan sebuah rumah untuk membuat gedung pencakar langit, Anda tidak bisa kembali setelah dua tahun untuk renegosiasi harga," sebut Zarif, menyindir latar belakang Trump sebagai pengusaha properti, seperti dikutip dari Reuters.
Bila sampai 12 Mei semua pihak berkeras pada pendiriannya, maka kemungkinan besar AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran. Sanksi ekonomi berupa embargo akan menyulitkan pasokan minyak Iran menembus pasar global. Berkurangnya pasokan tentu membuat harga naik.
Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif bagi IHSG. Ketika harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi oleh investor. Berikut peristiwa-peristiwa yang diagendakan untuk hari ini:
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?
Pada perdagangan sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok 2,14%. Rata-rata nilai transaksi harian selama pekan kemarin merosot sampai 22,45%.
Sedangkan rata-rata volume transaksi harian juga melorot 34,49%. Kemudian frekuensi transaksi harian juga amblas 18,25%. Ini membuat kapitalisasi pasar di bursa saham domestik turun nyaris 2%.
Sepanjang pekan lalu, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 2,69%. Hasilnya, sejak awal 2018 nilai jual bersih investor asing sudah sebesar Rp 36,01 triliun.
Salah satu penyebab memburuknya kinerja bursa saham domestik adalah depresiasi nilai tukar. Pekan lalu, rupiah melemah 0,18% terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Penguatan greenback memang terjadi secara luas (broadbased), tidak hanya terhadap rupiah.
Penyebabnya adalah respons investor terhadap hasil pertemuan Bank Sentral AS (The Federal Rerserve/The Fed). Meski suku bunga acuan masih ditahan 1,5-1,75%, tetapi The Fed menyebutkan bahwa inflasi sudah mendekati target 2%. Pernyataan ini semakin membuka peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni, dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi.
Selain inflasi, data-data ekonomi Negeri Paman Sam pun semakin ciamik. Teranyar, angka pengangguran periode April 2018 tercatat sebesar 3,9%. Ini merupakan pencapaiaan terbaik sejak tahun 2000.
Ketika kondisi ketenagakerjaan membaik, maka produksi maupun konsumsi akan terakselerasi. Resultan dari situasi ini adalah munculnya tekanan inflasi, sehingga perlu dikendalikan melalui kenaikan suku bunga.
Mengutip CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan 13 Juni sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% mencapai 100%. Bila tidak ada aral merintang, pelaku pasar menilai hampir mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Perkembangan ini membuat investor ambil posisi. Pelaku pasar ramai-ramai memborong dolar AS, karena ketika suku bunga naik maka nilai mata uang ini akan terapresiasi.
Akibatnya, dolar AS menguat dahsyat. Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,79%.
Penguatan dolar AS menekan mata uang dunia, termasuk rupiah. Saat rupiah terdepresiasi, berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun.
Penguatan dolar AS yang berlangsung secara broadbased pun menekan mata uang dan bursa saham regional. Selama sepekan kemarin, Straits Times melemah 1,93%, KLCI anjlok 1,55%, Kospi ambles 2,19%, dan Hang Seng merosot 2,95%. Dari Wall Street, tiga indeks utama menguat signifikan pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,39%, S&P 500 menguat 1,28%, dan Nasdaq bertambah 1,71%.
Pada awal perdagangan, Wall Street sempat terseret ke zona merah setelah pengumuman data ketenagakerjaan yang membaik. Bayang-bayang inflasi dan kenaikan suku bunga menghantui pasar sehingga aksi jual marak terjadi.
Namun seiring perjalanan, pelaku pasar melihat ada data lain yaitu pertumbuhan gaji yang pada April hanya sebesar 0,1% secara month-to-month (MtM). Di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan ada kenaikan 0,2%. Ini menyebabkan persepsi terhadap percepatan laju inflasi memudar, karena nyatanya tekanan dari kenaikan upah masih lunak (soft/mild).
Melihat kondisi ini, mungkin kenaikan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada 2018 masih relevan. Sepertinya belum ada kebutuhan untuk menaikkan dosis menjadi empat kali, mengingat pasar tenaga kerja AS belum sepenuhnya pulih.
Selain itu, lonjakan Wall Street pada akhir pekan juga dipicu oleh kabar dari emiten. Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik salah satu orang terkaya di planet bumi Warren Buffet, menyatakan menambah kepemilikan saham di Apple sebanyak 75 juta unit. Sebelumnya, saham mereka di Apple berjumlah sekitar 165,3 juta unit bernilai US$ 28 miliar (Rp 389,2 triliun).
Kabar ini mendongrak saham Apple yang naik sampai 3,9% ke US$ 183,83. Ini merupakan harga tertinggi saham Apple sepanjang sejarah.
Meski mencatatkan kinerja positif pada akhir pekan, sepanjang pekan lalu Wall Street bergerak variatif. DJIA dan S&P 500 melemah masing-masing 0,2% dan 0,24%. Namun Nasdaq mampu menguat 1,26% berkat lonjakan harga saham-saham teknologi pada akhir pekan. Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang perlu dicermati oleh pelaku pasar. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuarta I-2018.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi secara year-on-year (YoY) tumbuh 5,18%. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 adalah 5,01%.
Jika proyeksi pasar terwujud, maka pencapaian 2018 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Ini tentu akan menjadi sentimen positif bagi IHSG, karena fundamental ekonomi Indonesia yang semakin membaik.
Namun, investor juga mesti waspada karena potensi pelemahan nilai rupiah masih ada. Dollar Index masih dalam tren penguatan, yang saat ini tercatat 0,17%.
Tren penguatan dolar AS tentu akan menyebabkan rupiah tertekan. Kita semua sudah mengetahui bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap IHSG. Pastinya bukan berita baik.
Selain data pertumbuhan ekonomi, satu-satunya yang bisa menopang rupiah adalah intervensi Bank Indonesia (BI). Sepertinya BI sudah menghabiskan cadangan devisa cukup besar demi stabilisasi kurs di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN).
Ketika rupiah melemah, BI melakukan absorbsi dengan membeli SBN. Dengan menyerap likuiditas rupiah di pasar, diharapkan nilai mata uang ini bisa lebih terapresiasi.
Terlihat bahwa sepanjang April kepemilikan SBN oleh BI terus meningkat. Pada akhir April, BI memiliki SBN senilai Rp 136,68 triliun. Naik 45,09% dibandingkan posisi awal bulan.
Namun jika pelemahan terus terjadi (meskipun lebih disebabkan tekanan eksternal), maka guyuran likuiditas BI di pasar bagai menggarami air laut. Oleh karena itu, mungkin akan ada satu titik di mana BI akan merelakan rupiah melemah ke level tertentu agar cadangan devisa tidak tergerus terlalu banyak.
Ketika titik ini terjadi, maka rupiah bisa melemah lebih lanjut dan mungkin saja menembus level Rp 14.000/US$. Tekanan terhadap IHSG pun akan semakin menjadi.
Kemudian, investor juga sepertinya layak mencermati kehadiran Perdana Menteri China Li Keqiang. China adalah negara investor sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI) keempat terbesar di Indonesia. Pada kuartal I-2018, nilai FDI dari Negeri Tirai Bambu tercatat sebesar US$ 0,7 miliar yang tersebar di 529 proyek.
Kedatangan PM Li bisa memberi ruang bagi lebih banyak investasi asal China di Indonesia. Semakin banyak investasi yang masuk tentu membuat Indonesia menjadi lebih atraktif, sehingga memberi sentimen positif bagi IHSG.
Selain itu, pelaku pasar juga perlu menyimak perkembangan isu perang dagang AS-China. Pernyataan PM Li seputar perdagangan perlu dicermati, karena bisa menjadi arah kebijakan perdagangan China terutama terkait ketegangan dengan AS akhir-akhir ini. Isu perang dagang menjadi salah satu perhatian utama investor global, sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap pergerakan pasar.
Masih dari dalam negeri, sejumlah emiten juga dijadwalkan menggelar RUPSLB, RUPS Tahunan, dan melaporkan kinerja kuartal I-2018. Bila ada kabar baik dari mereka, tentu akan memberi dorongan bagi penguatan IHSG.
Koreksi IHSG yang sudah cukup dalam juga perlu menjadi perhatian. Sejak awal tahun, IHSG sudah minus lebih dari 8%. Ini membuat harga aset lebih terjangkau dan siap diborong. Jika aksi borong terjadi, maka bisa menjadi tambahan energi buat IHSG. Sementara dari luar negeri, Wall Street yang mencatat kinerja positif pada akhir pekan lalu perlu menjadi catatan. Biasanya performa Wall Street akan memberi warna bagi bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
investor patut mencermati perkembangan pertemuan AS-China di Beijing akhir pekan lalu untuk membahas isu perdagangan. Pertemuan tersebut baru tahap awal sehingga belum menghasilkan sesuatu yang besar.
Mengutip Reuters, AS meminta China untuk menurunkan surplus perdagangan dengan AS senilai US$ 200 miliar dan penurunan tarif bea masuk. Sementara Beijing meminta Washington untuk melonggarkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan telekomunikasi China yang dilarang memasarkan produknya di tanah AS.
Presiden AS Donald Trump sudah memberikan sejumlah komentar yang bisa menjadi arah perkembangan isu friksi dagang antara kedua perekonomian terbesar di dunia tersebut. Pertama, Trump tetap menghormati Presiden China Xi Jinping dan akan merumuskan langkah lanjutan dalam waktu dekat.
"Kami akan melakukan sesuatu dan kami menghormati apa yang terjadi di China. Saya punya rasa hormat yang besar terhadap Presiden Xi, oleh karena itu kami berlaku baik selama di sana. Namun kita harus mewujudkan kesetaraan perdagangan AS-China," tegas Trump sebelum kunjungannya ke Dallas.
Kedua, Trump juga mengeluhkan sikap China yang dinilainya masih keras kepala. Eks pembawa acara reality show The Apprentice tersebut menggerutu bahwa China seolah enggan melepaskan diri dari surplus perdagangan yang besar dengan Negeri Paman Sam.
"Delegasi tingkat tinggi kami telah melakukan pertemuan panjang dengan para pemimpin dan pelaku usaha China. Kami akan segera merumuskan langkah berikutnya, tetapi sepertinya sulit bagi China karena mereka terlalu manja dengan kemenangan dagang atas AS!" tegas Trump dalam cuitannya di Twitter.
Sejauh ini, aroma perang dagang AS- China masih belum hilang. Sampai ada kesepakatan yang jelas, sepertinya isu perang dagang masih akan timbul-tenggelam dan menjadi risiko besar bagi pasar keuangan global, termasuk bisa berdampak ke IHSG.
Masih dari eksternal, perkembangan harga minyak dunia juga patut mendapat sorotan. Akhir pekan lalu, harga minyak naik signifikan nyaris 2% karena dinamika seputar Iran.
Trump sepertinya berkeras untuk mengubah kesepakatan nuklir yang dibuat dengan Iran pada 2015. Dia menyebut kesepakatan itu 'salah' dan harus diperbaiki, utamanya menyangkut program penganayaan uranium Iran selepas 2025 dan keterlibatan Negeri Persia dalam konflik regional seperti di Siria dan Yaman.
Trump pun mendesak negara-negara barat agar mengubah perjanjian ini, dan jika tidak maka AS akan menarik diri. Keputusan mengenai hal ini rencananya akan diumumkan pada 12 Mei.
Namun Teheran pun keukeuh tidak mau mengubah perjanjian tersebut. Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, mengatakan pihaknya tidak akan melakukan renegosiasi atas kesepakatan yang sudah dibuat dan dilaksanakan selama bertahun-tahun.
"Saya coba masukkan dalam konteks real estat. Ketika Anda menghancurkan sebuah rumah untuk membuat gedung pencakar langit, Anda tidak bisa kembali setelah dua tahun untuk renegosiasi harga," sebut Zarif, menyindir latar belakang Trump sebagai pengusaha properti, seperti dikutip dari Reuters.
Bila sampai 12 Mei semua pihak berkeras pada pendiriannya, maka kemungkinan besar AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran. Sanksi ekonomi berupa embargo akan menyulitkan pasokan minyak Iran menembus pasar global. Berkurangnya pasokan tentu membuat harga naik.
Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif bagi IHSG. Ketika harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi oleh investor. Berikut peristiwa-peristiwa yang diagendakan untuk hari ini:
- Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri China Li Keqiang (10:00 WIB).
- Rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 oleh BPS (11:00 WIB).
- Laporan Keuangan ISAT kuartal I-2018.
- Laporan Keuangan ASRI kuartal I-2018.
- RUPS Tahunan CARS.
- RUPS Tahunan PANR (09:30 WIB).
- RUPS Tahunan DVLA (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan HDFA (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan PRDA (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan dan RUPSLB MAPI (13:00 WIB).
- RUPS Tahunan SRSN (14:00 WIB).
- Laporan Keuangan MAPI 2017 dan kuartal I-2018 (15:30 WIB).
- Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah menteri Kabinet Kerja menggelar rapat koordinasi tentang persiapan pelaksanaan ibadah haji dan proyek Bandara Kertajati (14:00 WIB).
- Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja menggelar rapat koordinasi tentang infrastruktur (17:00 WIB).
Indeks | Close | % Change | % YTD |
IHSG | 5,792.34 | (1.13) | (8.86) |
LQ45 | 920.12 | (1.48) | (14.75) |
Dow Jones | 24,262.51 | 1.39 | (1.85) |
CSI300 | 3,774.60 | (0.49) | (6.36) |
Hang Seng | 29,926.50 | (1.28) | 0.02 |
NIKKEI | 22,472.78 | (0.16) | (1.28) |
Strait Times | 3,545.38 | (0.85) | 4.19 |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,935.00 | 0.00 | 4.72 |
EUR/USD | 1.19 | 0.02 | 8.91 |
GBP/USD | 1.35 | 0.03 | 4.37 |
USD/CHF | 0.99 | 0.23 | 0.10 |
USD/CAD | 1.28 | 0.00 | (6.17) |
USD/JPY | 109.11 | (0.06) | (3.17) |
AUD/USD | 0.75 | (0.05) | 1.65 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak WTI (USD/barel) | 69.89 | 0.11 | 50.52 |
Minyak Brent (USD/barel) | 74.99 | 0.15 | 51.99 |
Emas (USD/troy ons) | 1,315.19 | 0.03 | 7.28 |
CPO (MYR/ton) | 2,319.00 | 0.48 | (17.18) |
Batu bara (USD/ton) | 97.60 | 0.57 | 31.54 |
Tembaga (USD/pound) | 3.06 | 0.21 | 23.34 |
Nikel (USD/ton) | 13,974.00 | 1.81 | 53.43 |
Timah (USD/ton) | 21,170.00 | (0.17) | 7.46 |
Karet (JPY/kg) | 180.70 | (0.11) | (30.26) |
Kakao (USD/ton) | 2,799.00 | (2.24) | 43.17 |
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 6.60 |
10Y | 6.99 |
15Y | 7.30 |
20Y | 7.55 |
30Y | 7.61 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY) | 5.07% |
Inflasi (April 2018 YoY) | 3.41% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (2017) | -1.7% PDB |
Neraca pembayaran (2017) | US$ 11.6 miliar |
Cadangan devisa (Maret 2018) | US$ 126 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular