Wawancara Eksklusif

Buwas Bongkar Ganjalan Impor Bawang Hingga Kesiapan Puasa

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
29 April 2019 17:27
Bagaimana langkah Bulog untuk memastikan stok bahan pangan memadai, dan harga tetap stabil?
Foto: Detikcom/Agung Pambudi
Jakarta, CNBC Indonesia- Menjelang bulan puasa, pemerintah harus memastikan kesiapan bahan-bahan pokok. Pada masa ini, permintaan pun biasanya naik, yang diikuti kenaikan harga yang cukup tinggi.

Bagaimana langkah Bulog untuk memastikan stok bahan pangan memadai, dan harga tetap stabil? Berikut petikan wawancara Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dengan CNBC Indonesia TV.

Bagaimana dengan persiapan Bulog memasuki bulan Ramadhan, apakah sudah aman?
Beberapa saat lalu saya memimpin rapat untuk mengecek kesiapan pangan di Indonesia seperti, beras, gula, tepung, dan minyak, semua sudah dalam kondisi siap dan stok memadai. Untuk stok daging untuk puasa dan lebaran juga akan segera terpenuhi. Tidak perlu khawatir masalah kesiapan menjelang puasa dan lebaran. Memang masih ada yang menjadi persoalan, yakni kesiapan stok bawang putih.

Bukankah Bulog mendapatkan penugasan untuk impor 100 ribu ton bawang putih?
Memang, tapi kami tidak bisa laksanakan karena perintah impor bukan ke Bulog.

Bukankah itu sesuai dengan rapat koordinasi terbatas (rakortas)?
Ini sudah ada perintah, bahkan dari Presiden juga, kita juga sudah rapat juga. Bulog harus impor 100 ribu ton, tapi ada yang membatalkan, ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari sana. Bulog tidak mencari keuntungan tetapi kestabilan harga.
 
Bulog sampai hari ini diganjal dan dibatalkan untuk impor. Siapa yang berhak mengeluarkan perintah impor itu?
Padahal  itu putusan rakortas, hanya satu menteri yang bisa membatalkan, saya rasa tidak perlu saya sebutkan.

Mengapa berani membatalkan hasil rakortas?
Saya tidak tahu, mungkin cara berpikirnya yang salah. Karena ini untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi. Karena belum ada putusan, mungkin menteri itu bisa menjamin harga bawang putih.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik bulan lalu, bawang putih dan bawang merah juga menyumbang inflasi yang cukup besar? Apakah dengan keputusan bulan ini inflasi bisa lebih besar?

Presiden selalu memperhatikan , supaya tidak memicu inflasi. Tapi malah ada menteri yang mau memicu inflasi, perintah presiden saja bisa dibatalkan beliau.

Bagaimana dengan data yang  sering kali ada perbedaan dengan Kementerian Perdagangan ataupun Kementerian Pertanian, dan Bulog sendiri?
Saat ini pendataan sudah mulai ada perbaikan, sekarang kan kita harus mengacu data BPS, imbangannya paling data BI. Tidak ada alasan untuk tidak sinkron datanya, karena pedomannya BPS. Kalau impor karena kekurangan produksi ya harus  impor, kalau memang kelebihan ya kemudian bisa diekspor. Contohnya Menteri Pertanian sudah berhasil meningkatkan produksi pertanian misalnya bawang, cabai meningkat produksinya, tetapi tidak disikapi peran menteri yang lain.

Petani akan mendapatkan uang banyak karena panen berlimpah, tapi ternyata petani dirugikan karena harganya malah jatuh. Padahal selama masa produksi mereka banyak menggunakan uang utang. Ini jadi gejolak di petani, jadi semangat memproduksi hasil pertanian rendah.

Lalu dimana persoalannya?
Ini tidak lepas dari sinergi para menteri terkait, Menteri Pertanian berhasil, tapi Bulog sebagai salah satu yang menyerap Bulog, tidak maksimal karena ada regulasi, dan ada keterbatasan gudang penyimpanan atau cold storage dengan total jumlah produksi pertanian. Harus ditangani bersama dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian, supaya bisa jadi komoditas ekspor dan bahan baku industri sehingga akhirnya bisa diekspor
Kalau hari ini masih belum imbang.

Menurut saya bagaimana pembantu presiden berbuat, yang penting disana. Menjelang puasa dan lebaran, kebutuhan meningkat, harusnya tidak usah ragu, karena ini kejadian berulang. Harusnya sudah diantisasipasi, ini peran Menteri Perdagangan, Bulog, Menteri Pertanian, Bulog dan Menteri Perindustrian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian juga  sudah berupaya dan memutuskan, memberikan impor sebesar itu langka untuk mengatasi inflasi, harus dibenahi ke depannya.

Kedua anggaran, karena dana kami adalah dana pinjam Bank BUMN dengan bunga 9%. Dalam regulasi, untuk membeli kita ditentukan HPP oleh pemerintah. Misalnya gabah, dalam kondisi kering kita boleh membeli hanya Rp 4.030, sedangkan di lapangan harga tidak ada yang segitu, kalau panen raya ya harganya Rp  4.100, kalau harga lebih tingga kami tidak bisa beli. Kecuali dalam kondisi gabah rusak, dalam kondisi bencana alam, dan harga rendah. Normalnya harga gabah Rp 4.500-5.000. Kalau tidak bisa menyerap karena regulasi harga, kita tidak mungkin bisa membeli, kalau dipaksakan beli di bawah harga pasaran jadi tidak berpihak pada petani karena Bulog maksa beli Rp 4.030. Banyak sekali regulasi yang tidak menguntungkan Bulog.
 
Anggaran saja kita pinjam. Misalnya beras cadangan pemerintah, yg lalu kita terpaksa impor, karena dibatasi dengan harga sehingga Bulog tidak bisa beli. Untuk menjamin ketersediaan stok, maka harus impor maka yang dirugikan petani. Karena Bulog membelinya dengan uang pinjaman dengan bunga, barang datang kita simpan, dan tidak bisa dikeluarkan sebelum ada penugasan.
Beras ini makin lama disimpan makin turun nilainya, sedangkan pinjaman naik. Ini jadi Simalakama. Jual mahal tidak mungkin, jual murah, juga akibatnya ke finansial Bulog juga.

Lalu apa yang harus dilakukan?
Menyerap sebanyak mungkin beras, sesuai dengan regulasi Rp 4.030, kami tetap beli harga segitu kalau harga pasar turun. Kita disetujui negara beli harga maksimal segitu.  Kalau diatas itu kami tidak bisa apa-apa karena regulasi, kami berpihak pada petani.

Untuk stok kami pada bisa bergantung pada itu orientasinya untuk komersial, bisa sesuai harga pasar. Nantinya itu menjadi cadangan milik Bulog bukan emerintah. Tp kalau negara butuh, kami serahkan ke negara. Supaya kita bisa tetap maksimal.
 
Jadi Indonesia tidak perlu impor beras?
Bisa kita produksinya banyak. Yang lalu prediksi saya kita tidak perlu impor, memang ada  pro dan kontra muncul, saya berhasil tidak impor. Kalau sampai akhir tahun bisa lebih 3 juta ton atau paling kecil 2,5 juta ton. Tapi saya buktikan Indonesia tidak perlu impor beras, kecuali ada bencana alam. Kalau dalam kondisi normal dipaksa impor lebih baik saya mundur. Kalau tidak perlu kenapa harus impor.
 
Kemudian apalagi?
Indonesia adalah negara pertanian, bawang tidak perlu impor, jagung tidak perlu impor. Sistemnya yang salah, semua pangan tidak perlu impor, petani kita siap. Tebu juga tidak usah impor harusnya. Tapi kan dibilang buat tebu industrilah, tidak sesuai lah kita jadi kalah. Yang impor kualitasnya kelihatan bagus padahal tidak. Kita akan tergantung impor kalau tidak berpihak pada negara.

[Gambas:Video CNBC]



(dob/dob)

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular