Eksklusif, Direktur Keuangan PGN Buka-bukaan Rencana 2019

Rehia Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
28 March 2019 11:47
Tahun 2018 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Foto: Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevy (ist)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2018 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Namun demikian, PGN sukses mencatat laba sebesar US$ 304,99 juta atau setara dengan Rp 4,33 triliun (kurs Rp 14.200).

Nilai itu meningkat 54,89% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat US$ 196,9 juta atau setara Rp 2,79 triliun. Lalu, bagaimana dengan tahun ini?

Secara eksklusif dalam program Closing Bell CNBC Indonesia TV, Kamis (28/3/2019), Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevy membeberkan sejumlah strategi PGN menyambut tantangan di tahun politik ini. Berikut adalah petikan wawancaranya:

Laba PGN tahun lalu meroket hingga 54,89%. Apa yang membuat laba perseroan terdongkrak?
Untuk tahun 2018 Alhamdulillah laba bersih PGN memang ditutup naik sebesar US$ 108 juta dan ini meningkat 55% dibandingkan dengan tahun 2017, utamanya dengan adanya kenaikan pendapatan.

Jadi kalau dilihat dari laba kotor PGN tahun 2018 memang ada kenaikan sekitar US$ 128 juta. Ini disebabkan adanya peningkatan volume, volume penjualan gas bumi dan juga volume penjualan minyak. Itu yang utamanya mendorong, di samping ada efisiensi dalam keberhasilan kita mengontrol biaya agar tidak naik signifikan, sejalan dengan naiknya pendapatan.

Kalau kita lihat dari volume memang ada kenaikan di sektor pembangkit listrik, dan juga di sektor industri, untuk minyak juga ada kenaikan rata-rata harga di sekitar US$ 60-an, di 2017 sekitar US$ 50-an. Jadi, memang ada kenaikan volume dan kenaikan harga di sisi minyak.

Khusus volume produksi gas di 2018, seberapa besar kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya?
Memang ada kenaikan sedikit. Kalau volume di perusahaan kami, di minyak di Saka Energi kecenderungan turun. Karena ada dua lapangan kita, di Blok Sanga-sanga dan South East Sumatera (OSES) turun. Jumlahnya kurang lebih hampir 10 ribu.

Ada kekhawatiran pasar sebelumnya bahwa ada transaksi pembelian Pertagas nilainya Rp 20 triliun akan berdampak pada laba dan pendapatan. Ini ternyata tidak terbukti. Kenapa bisa?
Pembelian Pertagas itu termasuk transaksi investasi, memang tidak ada dampak secara langsung kepada PNL (profit & loss) kita, justru menambah portofolio PGN.

Ada pula yang sedikit agak berdampak mungkin karena pembayaran kita ada dua jenis, 50% kita bayar kas, 50% melalui surat utang. Surat utang (notes) ini kan utang. Kita janji bayar dalam enam bulan, tapi kemarin sekitar dua bulan kita lunasi. Jadi dapat saving kurang lebih US$ 12 juta sampai US$ 13 juta saving dari kita percepat pembayaran. Sudah lunas per tanggal awal maret.



Ada wacana sub-sistem pembayarannya dengan pengalihan saham Saka Energi ke Pertamina?
Belum ada pembicaaan ke arah sana, jadi kita settle semua dengan internal kas sebesar US$ 1,2 miliar.

Bagaimana dengan wacana Saka Energi untuk IPO?
Untuk Saka, hari ini fokus kami ingin perbaiki kinerja Saka baik operasional maupun finansial. Dengan kita sudah bergabung dengan Pertamina yang memang punya core bisnis di up stream tentunya kita akan bersinergi dengan Pertamina.

Apa mungkin IPO Saka dilakukan?
Still possible (masih mungkin). Kita hari ini usahakan supaya kinerja operasional Saka lebih baik ke depan. Saka untuk 2018 ini capai rekor. Tahun pertama bottom line positif kurang lebih US$ 19 juta. Mungkin terlalu dini bicarakan itu, tapi kesempatan dia IPO terbuka. Yang paling penting kita harus perbaiki kinerjanya dulu secara operasional dan finansial.

Foto: ist Saka Energi

Kinerja keuangan secara umum baik, bagaimana prospek PGN ke depan?
Prospek ke depan? Ya memang tidak ada cara lain untuk PGN tumbuh berkembang ke depan. Karena di sektor gas bumi ini keluar Permen 57 Tahun 2017 kemarin. Memang secara margin kita sudah arahkan 7% untuk distribusi, 11% untuk infrastruktur.

Strategi kita ke depan itu menambah portofolio PGN, dengan masuk Pertagas, lalu akan menambah lini bisnis baru seperti LNG untuk pasar domestik. Itu akan kita coba tahun ini diekspansi ke arah sana.

Di 2019, alokasi apa yang akan disediakan dan fokus utamanya ke pos mana?
Total belanja modal kita tahun 2019 sekitar US$ 436 juta, US$ 230-an kurang lebih kita fokuskan ke up stream, US$78 untuk main stream, sisanya ke downstream.

Dengan masuknya Pertagas, integrasi bisnis ke depan seperti apa? Kemudian bagaimana dampaknya ke keuangan PGN seperti apa?
Tahun 2018 kontribusi Pertagas sekitar US$ 60 juta, untuk bottom line laporan keuangan PGN. Ke depan kita akan melakukan integrasi dari sisi aset, infrastruktur dengan PGN.

Di samping itu Pertagas juga memiliki lini bisnis yang tidak dimiliki hari ini oleh PGN seperti LPG plant, complimenting regasifikasi. Kekuatan Pertagas ada di transmisi, kekuatan PGN mungkin didistribusi. Jadi kita akan memaksimalkan utilisasi dari infrastruktur PGN dan Pertagas. Tentunya ke depan investasi akan lebih efisien karena duplikasi biaya belanja modal akan terealisasi.

Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto


Target penjualan itu asalnya dari mana saja?
Kalau hari ini pasokan utama kita dari ConocoPhillips (COPI), sebagian besar dari COPI, sekitar 450 something. Lalu di Jawa juga ada. Memang ada tantangan kita ke depan. Ada penurunan pasokan dari lapangan Moria, Tambak Lorok.

Tapi kita akan usahakan mencari jalan keluar. Memang tantangan di bisnis PGN ini adalah bagaimana mem-balancing antara supply and demand. Kemarin seminggu terakhir di Januari, Februari, pasokan COPI, plant shutdown, ya zero. Memang kompleksitas di sana, tapi dengan team work teman-teman yang baik, ya shortage-nya bisa kita minimalisir.

Sinkronisasi pembangunan infrastruktur sedang dikebut PGN. Kebutuhan dari dalam negerinya seperti apa? Apalagi Presiden Jokowi saat ini sedang gencar-gencarnya mempromosikan mobil listrik.
Jadi memang kebutuhan terhadap gas bumi Indonesia sampai dengan tahun 2024 itu cukup signifikan. Diperkirakan bisa mencapai 22% kebutuhan energi nasional, dan itu sudah tertuang juga dalam bauran energi yang diupayakan oleh Kementrian ESDM.

Mobil listrik ini butuh listrik lebih. Artinya pemerintah akan bangun pembangkit-pembangkit listrik baru, yang mana energi primernya yang sangat baik hari ini adalah gas.

Hari ini untuk transportasi juga udah banyak. Ada Trans Jakarta, bajaj, mobil pribadi, jadi saya yakin mobil listrik ke depan diutamakan angkutan pribadi, dan tentunya butuh listrik tambahan. Pemerintah akan bangun pembangkit listrik dan itu juga perlu gas. Cadangan Indonesia untuk gas itu masih bertahan untuk sekitar 50 tahun mendatang. Cadangan masih cukup, masih bisa kita optimalkan.

PGN pun akan bermain untuk transport yang gunakan gas seperti bus, mobil-mobil trailer. Saya pikir sudah disiapkan pemerintah. Tidak perlu khawatir lagi.

Pasokan dan permintaan gas di Indonesia seperti apa? Apakah ada peluang impor gas?
Tentunya sumber gas itu kan terkait juga dengan investasi perusahaan KKKS di sisi up stream. Memang hingga saat ini cenderung stagnan ataupun cenderung turun di beberapa pasokan kita.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan ke depan kita juga bisa impor LNG. Ke depan itu LNG akan ambil peran yang cukup signifikan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.

Kedua, saya pikir untuk gas pipa ini kan sangat terbatas karena membutuhkan investasi yang sangat-sangat besar untuk mengadakan transmisinya.

Jadi ke depan kita punya rencana, sudah bahas, yaitu memperkenalkan virtual pipe line delivery, LNG shipping delivery, terminal shipping-nya, legatifikasinya, dan sampai dengan CNG plant-nya. Tujuannya apa? Kita dapat memenuhi kebutuhan gas untuk seluruh daerah yang ada di Indonesia. Hari ini Indonesia tengah, timur, belum dapat terpenuhi kebutuhan gas ke sana.

Jadi dari impor itu masih tolerable?
Kalau LPG saya pikir otomatis apabila kita bisa laksanakan inisiatif pemerintah yang sudah ada, Perpres dan Permennya untuk gas. Saya pikir itu akan bisa jadi substitusi, itu bisa menghemat. Kalau hitungan kami dari 1 juta pelanggan bisa hemat subsidi Rp 1,2 triliun.

Foto: Pgn gasLink (Ist Pgn)


2019, target seperti apa?
Minimal tahun ini kita ada tumbuh sedikit daripada tahun lalu, apalagi ada kontribusi masuknya Pertagas, lini bisnis baru. Ini kita lagi masa-masa sinkronisasi deadline dengan teman-teman di Pertagas. Challenge yang besar di 2019 ini, di mana harga minyak cenderung lagi naik, lalu turun lagi. Lalu dari selisih kurs juga turun naik. Jadi challenging.

Ada kenaikan tipis, persentasenya seperti apa? Single digit atau double digit?
Sepanjang PGN belum masuk ke bisnis yang katakan seperti LNG, belum jalan, saya akan kontrol budget, tentunya cost akan kita tekan. Jadi kalau kita bilang bottom line bisa menaikkan pendapatan atau kontrollah atau biaya anda.

Jadi utamanya role saya di finance, jadi dari sisi biaya akan kita bener-bener agak ketat tahun ini samapai ada peluang untuk tingkatkan revenue. Masuk ke bisnis-bisnis yang benar-benar baru seperti LNG, dan sinergi dengan Pertamina. Hari ini kita sudah jadi keluarga besar Pertamina dan Pertagas juga sudah masuk. Potensi sinerginya itu luar biasa.

Memang hari ini masih kelihatan tangible. Jadi kalo hari ini kita bilang apa manfaat Pertagas masuk? PGN ke pertamina? Mulai dari supply chain sampai distribusi itu guarantee-nya sangat tinggi.

Tahun lalu ada windfall dari acara Asean games. Tahun ini tidak ada. Banyak yang memperkirakan laba akan turun. Bagaimana cara pertahankan laba bersih di kisaran US$ 300 juta?
Sebelum market membaca itu, saya sudah lakukan. Jadi misal penyelesaian promissory note yang tadi butuh biaya infrastruktur bisa 40 juta, kalau 30 juta, kita sedikit aja. Tentunya langsung dapat penghematan. Every single biaya yang akan keluar, itu akan saya kontrol habis karena tidak ada acara lain. Jadi naikkan pendapatan atau kontrol biaya. Mungkin di biaya akan kita kontrol.
Simak video terkait penjelasan Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevi terkait rencana perseroan tahun 2019 di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/wed)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular