Bos Mandiri Buka-bukaan Soal Likuiditas dan Akuisisi Bank

Roy Franedya, CNBC Indonesia
17 January 2019 10:42
Bos Mandiri Buka-bukaan Soal Likuiditas dan Akuisisi Bank
Foto: Direktur utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo (dok Kementerian BUMN)
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memandang tahun ini dengan optimistis dengan menargetkan pertumbuhan bisnis dua digit. Bank Mandiri juga mengagendakan sejumlah aksi korporasi tahun ini. Salah satunya mengakuisisi bank dan menerbitkan fintech QR Code dengan menggandeng bank BUMN dan Pertamina dan Telkom.

Kepada CNBC Indonesia, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoadmojo menceritakan rencana tersebut dalam acara Closing Bell yang dipandu Hera F Haryn pada Rabu (16/1/2019). Berikut nukilan wawancaranya.

Seperti apa gambaran kinerja Bank Mandiri di 2018? Apakah pertumbuhan laba bersih bisa melebihi 20%?

Tahun 2018 melakukan pertumbuhan yang ekspansif. Tahun 2016 dan 2017 kita memang agak slow down karena isu non performing loan (rasio kredit bermasalah/NPL) waktu itu.

Tahun 2018 dari sisi bank only sesuai dengan LBU (Laporan Bank Umum) kami, pertumbuhannya (kredit) sekitar 11,6%, secara konsolidasi sekitar 12,5% jadi cukup tinggi pertumbuhannya karena ada Bank Mantap dan Bank Syariah Mandiri (BSM) yang tumbuh pesat.

Dari situ, laba Alhamdulillah kami sudah mencapai Rp 24,2 triliun bank only yang sudah kita announce di LBU kita. Biasa klo segitu bank only, konsolidasinya sekitar Rp 25 triliun, kurang lebih secara hitungan kasarnya. Perkiraannya seperti itu tetapi karena kita masih audited jadi mungkin dalam beberapa minggu ke depan kita akan launch resminya seperti apa. Itu memang sekitar 20% plus di earning buat Bank Mandiri.

Bagaimana dengan NIM?

Tahun 2018 kemarin kita cukup beruntung karena cukup teknikal dalam mengelola likuiditas, CASA (tabungan dan deposito) tetap growth dengan baik secara average. NIM kita memang turun tetapi dikisaran 10-15 bps, jadi tidak sampai 20 bps turunnya karena memang dari sisi kredit kita optimalkan dari sisi kredit konsumer yang yieldnya lebih baik.

Sehingga meski secara cost of fund agak naik sedikit, yield juga bertahan sehingga NIM kita terkendali, turunnya tidak signifikan sehingga kita yakin di 2019 ini memiliki basis NIM yang diawali dengan baik meski likuiditas cukup menantang di 2019 kita yakin NIM kita masih berada di kisaran 5,5 plus.

Itu menurut kami cukup sehat dan memang tantangannya menjaga rasio intermediasi karena memang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) 2018 kemarin secara sistem memang di kisaran 8% sementara kredit di kisaran 12% jadi ada gap sehingga LDR (loan to deposit ratio) ataupun rasio intermediasi itu hampir seluruh perbankan di atas 92%.

Nah, ini kita awali tahun 2019 harapannya memang inflow (dana asing) yang masuk di bond (obligasi) dan equity (bursa saham) menambah supply uang di dalam negeri. Dan kami juga tentu berharap bahwa BI lebih longgar di tahun ini harapannya, karena memang kita lihat semangat bank untuk ekspansi di tahun 2019 masih tinggi.

2018 kemarin di bulan terakhir tinggi dan sebagai ketua Perbanas saya lihat hampir semua bank cukup agresif dalam menargetkan pertumbuhan 2019. Jadi sayang bila supply likuiditas tidak memadai.

Kita juga terus berkomunikasi dan kita lihat BI juga cukup open dalam membuka money market lain dan terms reponya jadi kita harapkan 2019 walaupun kita memulai dengan LDR tinggi, fund flow-nya masuk dengan deras dan BI juga lebih longgar dalam kelola likuiditas harapannya pertumbuhan double digit masih bisa dipertahankan.

Bagaimana perebutan likuiditas dengan pemerintah yang juga gencar terbitkan obligasi berbunga menarik?

Jadi istilahnya teknisnya itu crowding out. Memang secara teknisnya memang di lapangan, sebagai contohnya Saving Bond Ritel (SBR) itu pilihan buat nasaba, mereka bisa taruh di deposito atau taruh di mutual fund atau SBR dengan kemudahan yang kita berikan, memang sekarang mudah sekali sifting dari perbankan membeli obligasi pemerintah.

Tetapi ada hal kami memberikan masukan. Pertama, kecepatan pemerintah menarik uang kemudian membelanjakan lagi. Jadi selama pemerintah pada waktu melakukan pendanaan ini, selama gapnya dengan waktu penyaluran tidak terlalu jauh, itu harusnya tidak keluar dari perbankan terlalu lama.

Memang isunya pada waktu semester I terlalu banyak mengeluarkan instrumen menarik dana tapi spendingnya baru di semester II itu bisa problem karena ada gap terutam di Lebaran karena Lebaran itu adalah waktu paling berat karena uang kartal keluar ke masyarakat.

Tahun lalu itu uang kartal cukup signifikan yang keluar Rp 100 triliun lebih yang keluar ke masyarakat. Jadi memang di dalam perbankan ini, kalau lebarannya di bulan Juni, itu antara bulan Maret, April dan Mei sudah mulai ketat karena semua bank menyiapkan untuk mengisi uangnya sebelum uang kartalnya ditarik waktu lebaran.

Diharapkan tahun ini kordinasi perbankan dengan KKSK lebih bisa rapi, lebih smooth dan tidak lagi terjadi tidak lagi terjadi spike (perang) spesial deposito rate.

Walaupun awal tahun ini kita melihat tahun ini agak challanging karena awal tahun ini karena spesial deposit rate sudah cukup tinggi, jadi memang perlu agak cooling down.

Tetapi kalau saya lihat seminggu ini optimis yah inflow-nya, dari equity juga, dari bond, jadi kita harapkan supply uangnya tahun ini, DPK-nya bisa meningkat 10% lebih. Kalau DPK 10% lebih mungkin tidak seketat tahun lalu.

Bank Mandiri sendiri hadapi perebutan likuiditas yang ketat?

Kita tetap ada secondary plan yah. Secondary plan adalah issue instrumen jadi kita ada rencana dalam RBB kita baik dolar maupun rupiah. Untuk dolar kita memang ada beberapa opsi seperti NCD atau global bond itu termasuk opsi-opsi yang kita pelajari.

Tetapi bilateral juga kita cukup banyak karena kita juga punya banyak obligasi yang bisa kita repo-kan. Jadi kita gunakan obligasi yang ada portopolio untuk dapat funding yang lebih murah karena ada jaminan obligasi kita.

Untuk rupiah memang kita lihat nanti kebutuhannya. Saya rasa dari deposito cukup memadai tetapi seandainya memang butuh kita terbitkan obligasi berkelanjutan. Kita kan memang waktu 2-3 tahun lalu ada obligasi berkelanjutan dan bisa kita mulai series baru lagi.

Tetapi yang lebih krusial bagi kita adalah dolar. Kita sebagai bank wholesales terbesar, kita memberikan lending dolar ke cukup banyak perusahaan terutama yang commodity oriented, kita ingin memang jangan sampai supply dolar dalam negeri ini berhenti kreditnya karena kebutuhan ekspansi untuk perusahaan-perusahaan komoditas seperti sawit, batu bara itu cukup besar.

Jadi kita berusaha menyediakan likuiditas dolar walaupun memang sayangnya cost-nya lebih mahal dibanding tahun lalu karena kita ambil deposito lebih mahal ataupun kita mengkombinasikannya dengan instrumen pasar modal lainnya lagi

Berapa nilai penerbitan obligasinya?

Kalau dolar kita memang kita terbitkan US$500 juta hingga Rp US$1 miliar. Kalau rupiah kita lihatlah kebutuhan tetapi kisarannya Rp 5 triliun hingga Rp 10 triliun. Tetapi dolarnya lebih urgent jadi dulu kalau rupiah kita lihat semester II.

Perkiraan suku bunga acuan seperti apa? Ada peluang tahun ini akan stabil di 6%?

Saya rasa tahun ini BI akan lebih menahan kenaikan. Dugaan saya mungkin satu kali, dua kali saja tahun ini. Saya rasa level yang sekarang ini sudah cukup memadai di 6% dan memang yang lebih penting menjaga likuiditasnya tersedia. Jadi saya rasa dengan bunga 6% ini akan ada transmisinya dari sisi bunga DPK dan kredit sehingga tidak mengurangi demand kredit.


Terkait rencana Bank Mandiri untuk akuisisi bank ritel. Siapa kah bank tersebut?

jadi capital kita itu, CAR-nya di 21% dan kita melihat dengan pertumbuhan saat ini low double digit, 12-13% memang penumpukan modal kita itu terus meningkat sehingga kita melihat leverage kita ini harus diisi dengan anorganik growth kalau hanya organik growth memang akan punya ekses capital yang tidak akan bisa kita capitalize.

Jadi ekses capital kita itu kisarannya 2-4%, itu kalau kita konversi sekitar Rp 35 triliun. Kebetulan dari sisi regulator memang inginkan jumlah bank ini cepat menurun. Cuma memang isunya pricing lah ya.

Di Indonesia, dalam transaksi dalam beberapa tahun terakhir kalau foreign yang beli itu pricingnya bisa tinggi 2,5-3 kali. Jadi kita melihat bila nanti lakukan transaksi nantinya memberikan value addition ROI buat kita, value kita meningkat dan juga yang paling penting kita melihat bisnis yang saling melengkapi.

Kita selama tiga tahun terakhir memang bisnis kita di consumer karena dulu lebih fokus di korporasi dan kredit UKM menengah dan sekarang agak ganti strategi.

Kenapa ganti strategi?

Jadi kalau kita lihat periode 2013-2019 memang kredit menengah ini waktu terjadi commodity bust, memang rentan kenaikan NPL jadi kita memang menjaga segmen menengah dan UKM kita yang produktif di kisaran 25-30%. Kita isi 30% dari consumer dan 40% dari korporasi. Jadi komposisi kredit kita seperti itu.

Konsumen di konsumer itu beragam kan ada KPR, kepemilikan kendaraan, credit card dan kredit multiguna, ini engine ini Bank Mandiri memang belum lama punyanya karena kita memang tidak terlalu lama fokus di consumer credit, baru sekitar 3 tahun ini. 

Nah, kita mencoba mencari platform untuk bisa scale up lebih besar lagi di consumer dan memang kita lihat di nasabah lebih kenal bank-bank lain di consumer yang menjadi top of mind mereka, tapi saya raya 3 tahun ini brand kita cukup maju di consumer.

Tapi memang kita mencoba mencari segmen yang berbeda. Kita memang kuat di segmen BUMN, pemerintah tetapi segmen-segmen segemtertentu seperti di trading segmen atau disegmen pengusaha muda, itu belum strong.

Ini yang kita lihat produk consumer dan distribusi ini yang coba kita cari di market ada gak bank yang bisa adding value to our frenchise.

Banknya siapa dan kapan itu bisa direalisasikan?

Belum ada. Kalau kita size-nya harus sizeable. Kalau terlalu kecil tidak add value to our frenchise , harus punya distribusi yang cukup baik dan costumer based yang berbeda dengan kita dan harapannya memang bisa menjadi platform kita untuk bisa growth consumer finance.

Di market ada beberapa yang cukup menarik tetapi tergantung apakah ada proses atau tidak. Karena saya dengar, kadang-kadang pemain ini di-over kemudian tidak jadi. kita lihat dan kita open.

Soal pesatnya perkembangan teknologi yang agresifnya fintech. Apa yang akan dilakukan Bank Mandiri ke depan?

Kita lihat payment ada beberapa aspek. Pertama evolusi payment melalui smartphone. Kita memiliki Mandiri Online ini mungkin untuk generasi baby boomers dan Gen X, itu lebih cocok. Jadi waktu itu kita launching ternyata Mandiri Online ini masih mendapatkan tempat yang luar biasa. Kita launching sekitar tahun lalu kini user-nya sudah hampir 2,9 juta, transaksi finansialnya tinggi sekali.

Yang menarik waktu kita adding fitur top up e-money penerimaan masyarakat cukup baik karena bisa top up dengan menggunakan android NFC. Itu banyak yang apply download Mandiri Online. Jadi saya rasa ini ada kemajuan.

Tapi memang untuk masuk ke milenial it's a difference game. Milenial ingin memang ingin menggunakan e-wallet karena mereka ingin simpel payment yang online klik. E-wallet ini juga memang ada dua. Offline sama online. 

Kalau offline menggunakan prapaid card itu kita leading sekarang. Market sharenya 80% karena e-toll karena used utama kita dari sana. Jadi sekarang kita expans menggunakan channel-channel baru.

Nah, yang smartphone murni yang menggunakan QR-Code, ada yang untuk segmen milenial. Kita memang sudah lauching e-Cash beberapa tahun lalu tetapi memang to early tapi belum sesuai expentation. 

Nah, kebetulan kita sedang merancang Bank-Bank BUMN bersama dengan BUMN lain seperti Telkom dan Pertamina untuk bagun sebuah platform QR Code bersama. Karena kalau kita belajar kemarin, used cased-nya harus banyak. Kalau used casednya untuk satu dan dua hal, katakanlah untuk bayar cicilan dan listrik atau beli minimal, itu orang tidak pakai untuk daily basis.

Jadi kita bersama BUMN ini sedang menggagas common QR Code platform dengan used cased beragam sehingga menjadi alat pembayaran yang jaman sekarang. Ini yang kita harapkan akan diluncurkan dalam satu hingga dua bulan ke depan dalam platform LINK.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular