
Special Interview
Bos Hyundai Bicara Soal Nasib Mobil Pabrikan Korsel
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
08 August 2018 13:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Mobil asal Korea Selatan menjadi bagian dari sejarah Indonesia.
Dua mobil yang pernah disebut sebagai mobil nasional yakni Timor dan Bimantara berbasis model asal Negeri Ginseng itu.
Basis model Timor S515/S516 adalah Kia Sephia, dan Bimantara Cakra adalah Hyundai Accent.
Kini, tampaknya bisnis dari mobil asal Korea Selatan di Indonesia tengah menghadapi tantangan yang cukup berat. Sepanjang Semester I-2018, penjualan Kia hanya tercatat 122 unit dan Hyundai 671 unit.
Jumlah yang jauh di bawah pabrikan Jepang. Bahkan, Wuling asal China mampu mencetak penjualan hingga 8.120 unit.
Komisaris PT Hyundai Motor Indonesia, Jongkie D. Sugiarto, pernah mengatakan bahwa daya saing Hyundai terbentur karena prinsipal di Korsel masih belum mau berinvestasi besar-besaran seperti pabrikan China yang menanamkan modal hingga US$ 700 juta di Indonesia untuk pabrik berkapasitas besar.
Untuk mengetahui bagaimana bisnis Hyundai di pasar nasional dan kondisi industri otomotif di Indonesia, CNBC Indonesia mewawancarai Presiden Direktur PT Hyundai Motor Indonesia, Mukiat Sutikno.
Hyundai sudah ada di Indonesia sejak bertahun-tahun lalu, tetapi kenapa prinsipal Hyundai di Korsel tidak mau investasi besar-besaran untuk pabrik, seperti Wuling dan DFSK asal China?
Saat ini mereka sedang mempelajari harmonisasi tarif. Karena, ada upaya pemerintah mau menuju ke Euro 4, mengganti tarif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dengan carbon emission tax, dan adanya kewajiban B20.
Ini sebenarnya bagus bagi prinsipal seperti Hyundai, karena [untuk pasar] di Eropa mesin Hyundai sudah jauh lebih efisien. Di pasar Eropa, mesin dengan emisi karbon tinggi itu dikandangin atau pajaknya gila.
Saat ini kami punya pabrik di Pondok Ungu, Bekasi. Yang diproduksi di pabrik itu model H-1. Diekspor juga mayoritas 97% ke Thailand. Selain H-1 semuanya masih didatangkan CBU [completely built-up/impor utuh] kebanyakan. Namun, kita sedang pelajari satu unit baru untuk CKD [dirakit di dalam negeri].
Apa setelah ada kejelasan mengenai peraturan baru itu akan ada komitmen Hyundai untuk berinvestasi lebih?
Jadi, Hyundai memang sedang mempelajari namun kita juga terus memberi update informasi terbaru terkait regulasi dan lain-lain supaya memberi mereka confidence yang lebih baik lagi untuk market Indonesia.
Menurut saya itu, sistem perpajakan harus dibenahi. Dan kalau kita mau masuk ke arah electric vehicle, infrastruktur seperti charging station dan limbah baterai harus dipikirkan.
Apa pertimbangan dari sisi bisnis dalam meningkatkan kapasitas pabrik?
Intinya, [pabrik itu ada] selain untuk pasar domestik kita juga harus ekspor. Hyundai sebenarnya terkenal dari dulu sedannya, cuma di Indonesia sedan kan kondisinya begitu, pasar lebih suka MPV, SUV.
Emang sudah karakter kita ya, karakter konsumennya memang lebih kesitu.
Sedan itu hujan sedikit, tergenang sedikit, mikir juga. Kalau MPV, SUV karena lebih tinggi juga. Concern-nya juga bisa kalau sedan perawatannya mahal, plus juga karena demand-nya kecil. Pasti sedan merk apapun, resale value-nya jelek.
Tadi Bapak katakan Hyundai sendiri masih ada pertimbangan untuk produksi CKD lebih banyak disini?
Kita masih ada satu tipe lagi yang kita sedang pelajari, kalau secara harga CKD-nya dan sebagainya masuk, kita akan pertimbangkan. Tipenya lebih ke SUV, ya kita lagi lihat lah. Karena kita ada beberapa SUV.
Bagaimana dengan aftersales seperti suku cadang?
Kita tidak ada yang indent. Parts fill rate (kesiapan memenuhi permintaan suku cadang dari konsumen) kita 97%, tidak mungkin juga bisa 100%. Di atas 92% itu sudah bagus sekali.
(ray/ray) Next Article Dirut BRI Sunarso: Memimpin itu Menyetimbangkan!
Dua mobil yang pernah disebut sebagai mobil nasional yakni Timor dan Bimantara berbasis model asal Negeri Ginseng itu.
Basis model Timor S515/S516 adalah Kia Sephia, dan Bimantara Cakra adalah Hyundai Accent.
Jumlah yang jauh di bawah pabrikan Jepang. Bahkan, Wuling asal China mampu mencetak penjualan hingga 8.120 unit.
Komisaris PT Hyundai Motor Indonesia, Jongkie D. Sugiarto, pernah mengatakan bahwa daya saing Hyundai terbentur karena prinsipal di Korsel masih belum mau berinvestasi besar-besaran seperti pabrikan China yang menanamkan modal hingga US$ 700 juta di Indonesia untuk pabrik berkapasitas besar.
Untuk mengetahui bagaimana bisnis Hyundai di pasar nasional dan kondisi industri otomotif di Indonesia, CNBC Indonesia mewawancarai Presiden Direktur PT Hyundai Motor Indonesia, Mukiat Sutikno.
Hyundai sudah ada di Indonesia sejak bertahun-tahun lalu, tetapi kenapa prinsipal Hyundai di Korsel tidak mau investasi besar-besaran untuk pabrik, seperti Wuling dan DFSK asal China?
Saat ini mereka sedang mempelajari harmonisasi tarif. Karena, ada upaya pemerintah mau menuju ke Euro 4, mengganti tarif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dengan carbon emission tax, dan adanya kewajiban B20.
Ini sebenarnya bagus bagi prinsipal seperti Hyundai, karena [untuk pasar] di Eropa mesin Hyundai sudah jauh lebih efisien. Di pasar Eropa, mesin dengan emisi karbon tinggi itu dikandangin atau pajaknya gila.
Saat ini kami punya pabrik di Pondok Ungu, Bekasi. Yang diproduksi di pabrik itu model H-1. Diekspor juga mayoritas 97% ke Thailand. Selain H-1 semuanya masih didatangkan CBU [completely built-up/impor utuh] kebanyakan. Namun, kita sedang pelajari satu unit baru untuk CKD [dirakit di dalam negeri].
![]() |
Apa setelah ada kejelasan mengenai peraturan baru itu akan ada komitmen Hyundai untuk berinvestasi lebih?
Jadi, Hyundai memang sedang mempelajari namun kita juga terus memberi update informasi terbaru terkait regulasi dan lain-lain supaya memberi mereka confidence yang lebih baik lagi untuk market Indonesia.
Menurut saya itu, sistem perpajakan harus dibenahi. Dan kalau kita mau masuk ke arah electric vehicle, infrastruktur seperti charging station dan limbah baterai harus dipikirkan.
Apa pertimbangan dari sisi bisnis dalam meningkatkan kapasitas pabrik?
Intinya, [pabrik itu ada] selain untuk pasar domestik kita juga harus ekspor. Hyundai sebenarnya terkenal dari dulu sedannya, cuma di Indonesia sedan kan kondisinya begitu, pasar lebih suka MPV, SUV.
Emang sudah karakter kita ya, karakter konsumennya memang lebih kesitu.
Sedan itu hujan sedikit, tergenang sedikit, mikir juga. Kalau MPV, SUV karena lebih tinggi juga. Concern-nya juga bisa kalau sedan perawatannya mahal, plus juga karena demand-nya kecil. Pasti sedan merk apapun, resale value-nya jelek.
Tadi Bapak katakan Hyundai sendiri masih ada pertimbangan untuk produksi CKD lebih banyak disini?
Kita masih ada satu tipe lagi yang kita sedang pelajari, kalau secara harga CKD-nya dan sebagainya masuk, kita akan pertimbangkan. Tipenya lebih ke SUV, ya kita lagi lihat lah. Karena kita ada beberapa SUV.
Bagaimana dengan aftersales seperti suku cadang?
Kita tidak ada yang indent. Parts fill rate (kesiapan memenuhi permintaan suku cadang dari konsumen) kita 97%, tidak mungkin juga bisa 100%. Di atas 92% itu sudah bagus sekali.
Selama ini ada beberapa parts yang kita sudah lokalkan, ada beberapa yang kita masih impor. Tapi stok kita sangat siap dengan 97%.
Yang bisa kita sharing ke customer adalah mereka harus berhati-hati terhadap asuransi.
Kenapa itu Pak?
Banyak sekali ATPM, bukan hanya Hyundai komplain bahwa asuransi selalu bilang spareparts lagi nggak ada. Asuransi sering mencari bekas accident part atau second quality part karena dia ga mau beli yang asli.
Salah satu customer kami, merek bus punya armada Hyundai, dia email ke saya
"Saya kecewa kok hampir 2 bulan parts yang dipesan nggak ada".
Saya tanya balik dan saya crosscheck ke bagian spare parts saya, dan ternyata ada tapi tidak pernah ada yang nanya. Saya informasikan ke customer saya. Akhirnya dia marah-marah ke asuransi.
Asuransi kan mencoba cari yang termurah. Sehingga sebaiknya customer cek langsung ke bengkel, jangan ke asuransi. Ini perlu edukasi
Kalau untuk prospek ke depan, akankah Hyundai bertahan lama di pasar Indonesia? yakin pasarnya berkembang?
Sejak 2013 pasar otomotif kita sendiri bisa dikatakan stagnan. Itupun sudah dibantu dengan LCGC yang kontribusi penjualan 23-25%. Dengan kata lain, tanpa LCGC bisa drop. Tapi apakah karena demand otomotifnya turun? Nggak juga, lebih krn kondisi ekonomi global yg lagi jelek sekali.
Apa yang diharapkan pelaku industri otomotif?
Kita berharap, once ekonomi sudah jauh membaik, penetrasi kendaraan Indonesia baru 8,9% dari populasi. Dari 261 juta penduduk kita, hanya ada 89 kendaraan per 1.000 orang. Malaysia kira-kira 44%, dengan penduduk hanya 28 juta manusia. Jadi 4 dari 10 orang sudah memiliki mobil.
Thailand kira-kira sudah 23%, dengan 68 juta manusia. China penjualan mobilnya sampai 28 juta per tahun, dengan 24 juta passenger dan 4 juta komersial. AS penjualannya 17-18 juta unit per tahun.
Berarti peluang Indonesia masih besar untuk penetrasi mobil per individu?
Peluang kita sebenarnya besar sekali. Dan kita nggak bisa katakan penjualan mobil ini bikin macet. Menurut saya, dengan ekonomi membaik, dari motor kita ingin beralih punya mobil. Jepang penjualannya 4-5 juta unit/tahun. Ga ada masalah. Mereka lebih suka pakai subway, tapi weekend dia sewa mobil dengan keluarganya. Saya rasa public transport dan penjualan kendaraan bisa saling melengkapi, ini praktek lumrah di negara maju. Kita harapkan pemerintah, nanti saat ada LRT dan sebagainya, sarana public parking diperbanyak. Karena saat sudah bagus, masyarakat pasti butuh. Jadi ya ekonomi saja yang masih stagnan.
Yang bisa kita sharing ke customer adalah mereka harus berhati-hati terhadap asuransi.
Kenapa itu Pak?
Banyak sekali ATPM, bukan hanya Hyundai komplain bahwa asuransi selalu bilang spareparts lagi nggak ada. Asuransi sering mencari bekas accident part atau second quality part karena dia ga mau beli yang asli.
Salah satu customer kami, merek bus punya armada Hyundai, dia email ke saya
"Saya kecewa kok hampir 2 bulan parts yang dipesan nggak ada".
Saya tanya balik dan saya crosscheck ke bagian spare parts saya, dan ternyata ada tapi tidak pernah ada yang nanya. Saya informasikan ke customer saya. Akhirnya dia marah-marah ke asuransi.
Asuransi kan mencoba cari yang termurah. Sehingga sebaiknya customer cek langsung ke bengkel, jangan ke asuransi. Ini perlu edukasi
Kalau untuk prospek ke depan, akankah Hyundai bertahan lama di pasar Indonesia? yakin pasarnya berkembang?
Sejak 2013 pasar otomotif kita sendiri bisa dikatakan stagnan. Itupun sudah dibantu dengan LCGC yang kontribusi penjualan 23-25%. Dengan kata lain, tanpa LCGC bisa drop. Tapi apakah karena demand otomotifnya turun? Nggak juga, lebih krn kondisi ekonomi global yg lagi jelek sekali.
Apa yang diharapkan pelaku industri otomotif?
Kita berharap, once ekonomi sudah jauh membaik, penetrasi kendaraan Indonesia baru 8,9% dari populasi. Dari 261 juta penduduk kita, hanya ada 89 kendaraan per 1.000 orang. Malaysia kira-kira 44%, dengan penduduk hanya 28 juta manusia. Jadi 4 dari 10 orang sudah memiliki mobil.
Thailand kira-kira sudah 23%, dengan 68 juta manusia. China penjualan mobilnya sampai 28 juta per tahun, dengan 24 juta passenger dan 4 juta komersial. AS penjualannya 17-18 juta unit per tahun.
Berarti peluang Indonesia masih besar untuk penetrasi mobil per individu?
Peluang kita sebenarnya besar sekali. Dan kita nggak bisa katakan penjualan mobil ini bikin macet. Menurut saya, dengan ekonomi membaik, dari motor kita ingin beralih punya mobil. Jepang penjualannya 4-5 juta unit/tahun. Ga ada masalah. Mereka lebih suka pakai subway, tapi weekend dia sewa mobil dengan keluarganya. Saya rasa public transport dan penjualan kendaraan bisa saling melengkapi, ini praktek lumrah di negara maju. Kita harapkan pemerintah, nanti saat ada LRT dan sebagainya, sarana public parking diperbanyak. Karena saat sudah bagus, masyarakat pasti butuh. Jadi ya ekonomi saja yang masih stagnan.
![]() |
(ray/ray) Next Article Dirut BRI Sunarso: Memimpin itu Menyetimbangkan!
Most Popular