
Special Interview
Eksklusif: Bos BEI Bicara Soal Rupiah hingga Ekonomi RI
Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
11 May 2018 07:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham domestik saat ini sedang bergejolak, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara year to date tercatat turun 7,04%. Tentu hal ini tersebut kurang menyenangkan bagi pelaku pasar modal, khususnya untuk investor.
Jika bicara pasar saham, ada banyak faktor yang membentuk ekspektasi yang jadi penentu arah pergerakan naik atau turun. Demikian pula dengan kecenderungan koreksi yang sedang di alami IHSG saat ini.
Ada faktor eksternal bagi dari global maupun regional yang menyusun kerangkan pikir investor sehingga punya keputusan beli atau jual. Dan tak kalah penting atau bahkan paling penting adalah faktor internal.
Nah, untuk mendapatkan perspektif yang lebih mendalam Tim CNBC Indonesia kembali mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio. Ini merupakan wawancara kedua yang dilakukan CNBC Indonesia dengan bos otoritas bursa ini.
Dalam perbincangan kali ini, Tito banyak bercerita tentang situasi pasar saham saat ini. Bagaimana ceritanya, simak petikan wawancara berikut ini :
Bagaimana pendapat Anda soal cuti lebaran?
Ada miss komunikasi menurut saya, tapi sekarang sudah settle. Saya berterimakasih bursa sudah diikutsertakan dalam diskusi itu beserta para pelaku ekonomi.
Hanya dua hal utama saja yang ingin saya sampaikan. Pertama, kalau bisa (libur) diberitahukan lama sebelumya. Seperti di Amerika Serikat ada Thanksgiving 2-3 hari libur tapi dua tahun sebelumnya sudah dikasih tahu.
Menurut saya (kalau disini) setahun sebelumnya harus dikasih tau, jadi untuk tahun depan kalau mau cuti bersama umumkan dari sekarang deh karena orang bikin plan seperti investor, produsen, manufacturer, semuanya sudah bikin plan.
Kedua, tahun kebetulan saja sedang ada uncertainty pergerakan moneter. Dalam situaasi seperti ini, bayangkan kalau anda investor dalam uncertaity jadi bingung karena dana ditahan, tiba-tiba (bursa) tutup dua minggu. Mau tidak mau kalaupun you investor jangka panjang, tiba-tiba ada uncertaity pasar tutup you kan kalang kabut.
Untungnya, sekarang sudah ada komprominya tanggal 20 Juni kita buka. Jadi tiga hari sebelum lebaran tambah dua hari setelah lebaran menurut saya oke sekarang. Tapi semoga tahun depan tidak ada lagi seperti ini. Umumkan secepatnya.
Menurut Anda seperti apa nilai rupiah sekarang?
Pada dasarnya selalu ada (hukum) supply and demand. Kalau teori ekonominya biasanya ekspor kita melemah, impor kita naik. Itu dasarnya supply and demand terhadap permintaan rupiah.
Buat saya prinsipnya bagaimana kita meningkatkan permintaan akan rupiah. Sayangnya salah satu caranya adalah menaikkan suku bunga, mau tiak mau.
Tapi saya di pasar (saham), dimana suku bunga yang tinggi musuh pasar saham. Tapi sekarang sudah restore in kok, orang sudah memperhitungkan. Dampak ke bursanya sudah tidak ada lagi. Menaikkan permintaan (rupiah) untuk memperkuat struktur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita. Ini debat panjang deh, Bu Ani (Sri Mulyani, Menteri Keuangan) punya cara, Rizal Ramli punya cara.
Tapi yang memang paling menjadi perhatian sekarang adalah meningkatnya besarnya subsidi terhadap minyak. You like it or not ini meningkat karena dolar.
Kita hanya bisa produksi 800 ribu barel padahal permintaan kita 1,6 juta barel, mau gamau 800 ribu kita beli. Berapa subsidinya? Apakah dilempar ke Pertamina? Apakah subsidi mau diteruskan, ya udah umumin yang penting atau subsidinya dicabut, itu lebih bagus buat APBN kita tapi semua bilang kalau subsidi dicabut ada tahun politik.
Poinnya buat investor adalah certainty. Kalau mau dicabut, cabut umumkan. Pertanyaan negara terhadap kita adalah ketidaktransparanan APBN. Nah, saat ini sudah mulai ada pertanyaan itu tapi saya percaya Ibu Ani bisa menerangkan secara transparan. Umumkan certainty, akan menaikkan permintaan rupiah.
Apakah di tahun politik hal itu memungkinkan?
Nah itu priority, dan buat saya Pak Jokowi ini orang yang hatinya bersih, terbuka, berani mengambil keputusan. Orang menganggap kalau dia ambil keputusan ga neko-neko kok. Yang penting masukannya kaya apa ke dia, prioritynya apa, buat negara atau buat apa. Dia berani ambil keputusan itu.
Apakah kalau dicabut subsidi ada dampaknya? Ke APBN akan menguat, pertanyaannya bagaimana mengembalikan ini ke masyarakat. Saya harus kasih contoh bagaimana Trump memenuhi semua janjinya. Dia turunkan pajak, dia subsidi ke masyarakat dengan bagus. Menurut saya selalu bisa ada jalannya.
Bagaimana dengan IHSG saat ini?
Ada dua hal. Pertama, dampak dari penurunan ini saham LQ45 mejadi yang paling masuk akal harganya di Asia, saya ga bisa bilang murah. PER (price to earning ratio) 15 kali kan murah sekali.
Performance mereka bagus, growth-nya 20%, dividen yield-nya 3%, salah satu terbesar di ASEAN. Dan yang lain juga bagus, composite kita juga bagus.
Kedua, surprisingly likuiditas kita juga bagus. Dari hanya frekuensi perdagangan 221 ribu di tahun 2015, 284 ribu tahun lalu sekarang 385 ribu per hari. Itu dua kali dibanding bursa Malaysia, hampir tiga kali dibandingkan bursa Singapura.
Kita sudah mengalahkan Thailand dari sisi likuiditas, kita paling likuid dari number of trading rate paling tinggi saat ini Indonesia. Jadi saham-saham kita yang menariknya saya harus bilang ini harta karun, harganya relatively masuk akal, performanya bagus didukung oleh likuiditas yang bagus.
Pasar apasih? Barangnya bagus, likuiditasnya bagus. Menentukan saham itu ada dua, ekonomi yang mempengaruhi kinerja emiten dan perception. Ekonomi kita relatively stabil walaupun orang menganggap ada vulnerabilty-nya. Emiten kita bagus, tumbuh positif tinggi.
Nah perception, misalnya saham bagus ekonomi bagus tapi Trump (Donald Trump, Presiden AS) keseleo, harga saham lu turun. Kemarin pernah kejadian tiga minggu lalu, Jinping (Xi Jinpin, Presiden China) bilang kita akan bicara kembali dengan AS, indeks Dow Jones langsung naik.
Sore tiba-tiba direktur FBI mengatakan akan memeriksa Pak Trump, indeks turun lagi. Perception! Nah perception ini untuk menjaganya adalah adanya certainty di negara ini.
Ada yang bilang pasar mulai tidak ada kepercayaan kepada pemerintah, karena ga ada yang menenangkan pasar?
Orang pasar pintar-pintar kok, dia tau kok. Uncertaitny, semua orang tahu sekarang ini lagi uncertainty. Sekarang ini bagaimana caranya mengatakan menjadi certain, ga gampang.
Misal nih bicara BI, Agus (Agus Martowardojo, Gubernur BI) udah diganti tanggal 26, sekarang kan praktis ga ada guubernurnya gitu ya mungkin itu juga ada pengaruh dikit, saya ga tau. Tahun depan tahun politik ada uncertainty, pilkada tanggal 27, permintaan rupiah internally ditarik dari bank lagi banyak.
Saya mungkin pernah cerita dari tahun kemarin, tahun ini tuh 171 pilkada uangnya akan ditarik dari bank. Lima tahun sekali rakyat boongin politisi boleh dong, beli kaos kampanye.
Dulu uangnya dari bawah bantal, sekarang abis tax amnesty ada di bank. Itu ditarik Rp 30 triliun-Rp 35 triliun dari bank, plus biaya pemilu.
Akhir Maret bayar pajak, abis itu persiapan Pilpres, lebaran, Asian Games, Piala Dunia. Piala Dunia itu uang dari pasar modal hilang 4%-5%. Janga tanya buat apa. Semua at the same time.
Makanya terjadi masalah likuidity perbankan. Liat deh, bank pada ada setoran dari tabungan dengan ini, karena untuk likuidity.
Apa yang harus dilakukan untuk perbaikan ekonomi Indonesia ?
Pernah denger soal clustering? Clustering ada dalam buku Michael Porter judulnya On Competition.
Jadi negara ini kalau bisa dibangun seperti Amerika (AS). Kalau Indonesia ada orang yang lahir di Bandung, besar di Bandung, sekolah di bandung, kerja di Bandung, mati di Bandung, 95% kaya gitu di Indonesia. Tapi kalau di Amerika itu ada yang lahir rdi New York, sekolah di Boston, kerja di Texas.
Orang akan selalu ingat Detroit dengan mobil, ingat Texas denga minyak minyak. Di situ ada industrinya, suppliernya, universitasnya trus lemaga penunjangnya. Interconnecting industry. Jadi ada clustering dan itu sangat sukses.
Indonesia juga punya clustering. Bali itu clustering industri kerajinan dan pariwisata, lukisan, dan seni rupa.
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebenarnya bisa memulai jadi cluster sendiri, sayangnya 77 dari 120 BUMN head quarternya di Jakarta. Misalnya, kenapa RNI yang pabriknya dan tebunya di Jawa Timur tapi kantornya di Jakarta. Kenapa Pertamina produksinya di Riau, Kalimantan, kantornya di Jakarta. Bahkan ada tambang timah kantornya di Jakara.
Kenapa pemerintah tidak meminta semua direksi BUMN beserta keluarganya pindah ke tempat kedudukan. Kalau pindah semua, kompetitor pindah, supplier pindah. Misal Pertamina pindah, itu semua yang namanya caltex, pindah ga? Universitas mengenai itu pindah ga? Terjadi clustering.
Salah satu bank besar, misal BNI pindah ke Sumatera Utara. Terjadi clustering, interconnecting industry. Bapak kalau mau nyekolahin cucunya tau dong sekolah minyak kemana, oh ke sana. Sekarang semuanya terpusat di Jakarta atau Bandung. Mereka akan menjadi ujung tombak wisata, pajak di sana insyaallah APBN kita Rp 700 triliun subsidi pertimbangan daerah bisa pindah.
Pertanyaan pertama, akibatnya Jakarta jadi kosong kan pemerintah ngapain pindah. Sudahkah ada yang melakukannya di Indonesia? Sudah, Lippo Karawaci. Dia pindah, pemilik pindah, kantor pindah, semuanya pindah. Clustering itu ujug tombak pembangunan negara BUMN, ikut swastanya.
188 BUMN, 78 di Jakarta ngapain. Kalau BUMN clustering maka swasta pindah, supplier pindah, universitas terkait pindah, regional daerah berkembang, pajak daerah berkembang, subsidi perimbangan daerah berkurang, APBN bagus. Justru ibu kota ga ikut pindah.
Bagaimana dengan biayanya?
Nol, mereka punya kantor di sana jadi ini justru efisiensi.
Bagaimana pembangunan ekonomi kita selama ini?
Rakyat selalu menunggu sosialisasi dari rencana kerja pemerintah. Dulu itu kita otaknya penuh Repelita, Pelita. Ada Pak Harto (mantan Presiden kedua Indonesia, Soeharto) selalu bilang gedein aja kuenya nanti kuenya meluncur ke bawah, lu boleh debat bagiin dulu kuenya tapi at least ada satu-satu.
Kita juga selalu berbicara mafia Berkeley, tapi at least mereka selalu bicara satu mazhab. Sejak 2002 amandemen kedua dihapuskannya pasal 3 UUD 45 mengenai GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara, era Orde Baru di bawah Pemerintahan Soeharto), ada pertanyaan kenapa dihapus?
Dalam negara persidensial debat waktu itu reformasi mengatakan kalau negara ini presidensial tata kelola negara ini ekonomi management ini bagi-bagi kenapa harus diapprove mulu, dikeluarkanlah dihapus DPR hanya menjaga budget tapi karena dikeluarkan menjadi tidak wajib. Presiden 2004 engga bikin. Di Indonesia 30 tahun ada ini ada ini tapi tidak pernah disosialisasikan kepada rakyat negara ini mau ibawa kemana.
Pada 1993-1994 Lee Kuan Yew dengan tangan pendek baju putih berbicara pada TV singapura mengenai 25 tahun singapura. Saya inget kata-katanya, "karena Singapura negara kecil, tidak ada resources tidak ada pasar kita kelola negara ini seperti mengelola perusahaan". Jadilah Temasek.
Finlandia dulu hidup dari pelaut trus tiba-tiba bilang ah kita bikin perusahaan telko jadilah Nokia. Lalu 60% revenue dari Nokia dan teknologi. Okelah sekarang ada perubahan.
Costa Rica juga sama, dulu kita dengar negara pisang tiba-tiba kita dengar Intel akan taro cipnya di sana karena presiden/perdana menterinya dateng, nunggu di ruang tamu supaya Intel mau pindah.
Jadi mereka tau mau kemana. Kita unfortunately belum ada, ada lah RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), tapi pernahkan disosialisasikan. Mungkin sudah waktunya kita membuat GBHN bersama yang disosialisasikan. Apa prioritasnya, apakah infrastruktur yang semacam ini, ga ada salah ga ada benarnya, yang ada priority fokus. Harus dong. Dulu ada Repelita dan Pelita tidak berubah.
[Gambas:Video CNBC]
(Monica Wareza/hps) Next Article Eksklusif: Ini Kata JK Soal Lemahnya Rupiah Lawan Dolar AS
Jika bicara pasar saham, ada banyak faktor yang membentuk ekspektasi yang jadi penentu arah pergerakan naik atau turun. Demikian pula dengan kecenderungan koreksi yang sedang di alami IHSG saat ini.
Ada faktor eksternal bagi dari global maupun regional yang menyusun kerangkan pikir investor sehingga punya keputusan beli atau jual. Dan tak kalah penting atau bahkan paling penting adalah faktor internal.
Dalam perbincangan kali ini, Tito banyak bercerita tentang situasi pasar saham saat ini. Bagaimana ceritanya, simak petikan wawancara berikut ini :
Bagaimana pendapat Anda soal cuti lebaran?
Ada miss komunikasi menurut saya, tapi sekarang sudah settle. Saya berterimakasih bursa sudah diikutsertakan dalam diskusi itu beserta para pelaku ekonomi.
Hanya dua hal utama saja yang ingin saya sampaikan. Pertama, kalau bisa (libur) diberitahukan lama sebelumya. Seperti di Amerika Serikat ada Thanksgiving 2-3 hari libur tapi dua tahun sebelumnya sudah dikasih tahu.
Menurut saya (kalau disini) setahun sebelumnya harus dikasih tau, jadi untuk tahun depan kalau mau cuti bersama umumkan dari sekarang deh karena orang bikin plan seperti investor, produsen, manufacturer, semuanya sudah bikin plan.
Kedua, tahun kebetulan saja sedang ada uncertainty pergerakan moneter. Dalam situaasi seperti ini, bayangkan kalau anda investor dalam uncertaity jadi bingung karena dana ditahan, tiba-tiba (bursa) tutup dua minggu. Mau tidak mau kalaupun you investor jangka panjang, tiba-tiba ada uncertaity pasar tutup you kan kalang kabut.
Untungnya, sekarang sudah ada komprominya tanggal 20 Juni kita buka. Jadi tiga hari sebelum lebaran tambah dua hari setelah lebaran menurut saya oke sekarang. Tapi semoga tahun depan tidak ada lagi seperti ini. Umumkan secepatnya.
Menurut Anda seperti apa nilai rupiah sekarang?
Pada dasarnya selalu ada (hukum) supply and demand. Kalau teori ekonominya biasanya ekspor kita melemah, impor kita naik. Itu dasarnya supply and demand terhadap permintaan rupiah.
Buat saya prinsipnya bagaimana kita meningkatkan permintaan akan rupiah. Sayangnya salah satu caranya adalah menaikkan suku bunga, mau tiak mau.
Tapi saya di pasar (saham), dimana suku bunga yang tinggi musuh pasar saham. Tapi sekarang sudah restore in kok, orang sudah memperhitungkan. Dampak ke bursanya sudah tidak ada lagi. Menaikkan permintaan (rupiah) untuk memperkuat struktur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita. Ini debat panjang deh, Bu Ani (Sri Mulyani, Menteri Keuangan) punya cara, Rizal Ramli punya cara.
Tapi yang memang paling menjadi perhatian sekarang adalah meningkatnya besarnya subsidi terhadap minyak. You like it or not ini meningkat karena dolar.
Kita hanya bisa produksi 800 ribu barel padahal permintaan kita 1,6 juta barel, mau gamau 800 ribu kita beli. Berapa subsidinya? Apakah dilempar ke Pertamina? Apakah subsidi mau diteruskan, ya udah umumin yang penting atau subsidinya dicabut, itu lebih bagus buat APBN kita tapi semua bilang kalau subsidi dicabut ada tahun politik.
Poinnya buat investor adalah certainty. Kalau mau dicabut, cabut umumkan. Pertanyaan negara terhadap kita adalah ketidaktransparanan APBN. Nah, saat ini sudah mulai ada pertanyaan itu tapi saya percaya Ibu Ani bisa menerangkan secara transparan. Umumkan certainty, akan menaikkan permintaan rupiah.
Apakah di tahun politik hal itu memungkinkan?
Nah itu priority, dan buat saya Pak Jokowi ini orang yang hatinya bersih, terbuka, berani mengambil keputusan. Orang menganggap kalau dia ambil keputusan ga neko-neko kok. Yang penting masukannya kaya apa ke dia, prioritynya apa, buat negara atau buat apa. Dia berani ambil keputusan itu.
Apakah kalau dicabut subsidi ada dampaknya? Ke APBN akan menguat, pertanyaannya bagaimana mengembalikan ini ke masyarakat. Saya harus kasih contoh bagaimana Trump memenuhi semua janjinya. Dia turunkan pajak, dia subsidi ke masyarakat dengan bagus. Menurut saya selalu bisa ada jalannya.
Bagaimana dengan IHSG saat ini?
Ada dua hal. Pertama, dampak dari penurunan ini saham LQ45 mejadi yang paling masuk akal harganya di Asia, saya ga bisa bilang murah. PER (price to earning ratio) 15 kali kan murah sekali.
Performance mereka bagus, growth-nya 20%, dividen yield-nya 3%, salah satu terbesar di ASEAN. Dan yang lain juga bagus, composite kita juga bagus.
Kedua, surprisingly likuiditas kita juga bagus. Dari hanya frekuensi perdagangan 221 ribu di tahun 2015, 284 ribu tahun lalu sekarang 385 ribu per hari. Itu dua kali dibanding bursa Malaysia, hampir tiga kali dibandingkan bursa Singapura.
Kita sudah mengalahkan Thailand dari sisi likuiditas, kita paling likuid dari number of trading rate paling tinggi saat ini Indonesia. Jadi saham-saham kita yang menariknya saya harus bilang ini harta karun, harganya relatively masuk akal, performanya bagus didukung oleh likuiditas yang bagus.
Pasar apasih? Barangnya bagus, likuiditasnya bagus. Menentukan saham itu ada dua, ekonomi yang mempengaruhi kinerja emiten dan perception. Ekonomi kita relatively stabil walaupun orang menganggap ada vulnerabilty-nya. Emiten kita bagus, tumbuh positif tinggi.
Nah perception, misalnya saham bagus ekonomi bagus tapi Trump (Donald Trump, Presiden AS) keseleo, harga saham lu turun. Kemarin pernah kejadian tiga minggu lalu, Jinping (Xi Jinpin, Presiden China) bilang kita akan bicara kembali dengan AS, indeks Dow Jones langsung naik.
Sore tiba-tiba direktur FBI mengatakan akan memeriksa Pak Trump, indeks turun lagi. Perception! Nah perception ini untuk menjaganya adalah adanya certainty di negara ini.
Ada yang bilang pasar mulai tidak ada kepercayaan kepada pemerintah, karena ga ada yang menenangkan pasar?
Orang pasar pintar-pintar kok, dia tau kok. Uncertaitny, semua orang tahu sekarang ini lagi uncertainty. Sekarang ini bagaimana caranya mengatakan menjadi certain, ga gampang.
Misal nih bicara BI, Agus (Agus Martowardojo, Gubernur BI) udah diganti tanggal 26, sekarang kan praktis ga ada guubernurnya gitu ya mungkin itu juga ada pengaruh dikit, saya ga tau. Tahun depan tahun politik ada uncertainty, pilkada tanggal 27, permintaan rupiah internally ditarik dari bank lagi banyak.
Saya mungkin pernah cerita dari tahun kemarin, tahun ini tuh 171 pilkada uangnya akan ditarik dari bank. Lima tahun sekali rakyat boongin politisi boleh dong, beli kaos kampanye.
Dulu uangnya dari bawah bantal, sekarang abis tax amnesty ada di bank. Itu ditarik Rp 30 triliun-Rp 35 triliun dari bank, plus biaya pemilu.
Akhir Maret bayar pajak, abis itu persiapan Pilpres, lebaran, Asian Games, Piala Dunia. Piala Dunia itu uang dari pasar modal hilang 4%-5%. Janga tanya buat apa. Semua at the same time.
Makanya terjadi masalah likuidity perbankan. Liat deh, bank pada ada setoran dari tabungan dengan ini, karena untuk likuidity.
![]() |
Apa yang harus dilakukan untuk perbaikan ekonomi Indonesia ?
Pernah denger soal clustering? Clustering ada dalam buku Michael Porter judulnya On Competition.
Jadi negara ini kalau bisa dibangun seperti Amerika (AS). Kalau Indonesia ada orang yang lahir di Bandung, besar di Bandung, sekolah di bandung, kerja di Bandung, mati di Bandung, 95% kaya gitu di Indonesia. Tapi kalau di Amerika itu ada yang lahir rdi New York, sekolah di Boston, kerja di Texas.
Orang akan selalu ingat Detroit dengan mobil, ingat Texas denga minyak minyak. Di situ ada industrinya, suppliernya, universitasnya trus lemaga penunjangnya. Interconnecting industry. Jadi ada clustering dan itu sangat sukses.
Indonesia juga punya clustering. Bali itu clustering industri kerajinan dan pariwisata, lukisan, dan seni rupa.
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebenarnya bisa memulai jadi cluster sendiri, sayangnya 77 dari 120 BUMN head quarternya di Jakarta. Misalnya, kenapa RNI yang pabriknya dan tebunya di Jawa Timur tapi kantornya di Jakarta. Kenapa Pertamina produksinya di Riau, Kalimantan, kantornya di Jakarta. Bahkan ada tambang timah kantornya di Jakara.
Kenapa pemerintah tidak meminta semua direksi BUMN beserta keluarganya pindah ke tempat kedudukan. Kalau pindah semua, kompetitor pindah, supplier pindah. Misal Pertamina pindah, itu semua yang namanya caltex, pindah ga? Universitas mengenai itu pindah ga? Terjadi clustering.
Salah satu bank besar, misal BNI pindah ke Sumatera Utara. Terjadi clustering, interconnecting industry. Bapak kalau mau nyekolahin cucunya tau dong sekolah minyak kemana, oh ke sana. Sekarang semuanya terpusat di Jakarta atau Bandung. Mereka akan menjadi ujung tombak wisata, pajak di sana insyaallah APBN kita Rp 700 triliun subsidi pertimbangan daerah bisa pindah.
Pertanyaan pertama, akibatnya Jakarta jadi kosong kan pemerintah ngapain pindah. Sudahkah ada yang melakukannya di Indonesia? Sudah, Lippo Karawaci. Dia pindah, pemilik pindah, kantor pindah, semuanya pindah. Clustering itu ujug tombak pembangunan negara BUMN, ikut swastanya.
188 BUMN, 78 di Jakarta ngapain. Kalau BUMN clustering maka swasta pindah, supplier pindah, universitas terkait pindah, regional daerah berkembang, pajak daerah berkembang, subsidi perimbangan daerah berkurang, APBN bagus. Justru ibu kota ga ikut pindah.
Bagaimana dengan biayanya?
Nol, mereka punya kantor di sana jadi ini justru efisiensi.
Bagaimana pembangunan ekonomi kita selama ini?
Rakyat selalu menunggu sosialisasi dari rencana kerja pemerintah. Dulu itu kita otaknya penuh Repelita, Pelita. Ada Pak Harto (mantan Presiden kedua Indonesia, Soeharto) selalu bilang gedein aja kuenya nanti kuenya meluncur ke bawah, lu boleh debat bagiin dulu kuenya tapi at least ada satu-satu.
Kita juga selalu berbicara mafia Berkeley, tapi at least mereka selalu bicara satu mazhab. Sejak 2002 amandemen kedua dihapuskannya pasal 3 UUD 45 mengenai GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara, era Orde Baru di bawah Pemerintahan Soeharto), ada pertanyaan kenapa dihapus?
Dalam negara persidensial debat waktu itu reformasi mengatakan kalau negara ini presidensial tata kelola negara ini ekonomi management ini bagi-bagi kenapa harus diapprove mulu, dikeluarkanlah dihapus DPR hanya menjaga budget tapi karena dikeluarkan menjadi tidak wajib. Presiden 2004 engga bikin. Di Indonesia 30 tahun ada ini ada ini tapi tidak pernah disosialisasikan kepada rakyat negara ini mau ibawa kemana.
Pada 1993-1994 Lee Kuan Yew dengan tangan pendek baju putih berbicara pada TV singapura mengenai 25 tahun singapura. Saya inget kata-katanya, "karena Singapura negara kecil, tidak ada resources tidak ada pasar kita kelola negara ini seperti mengelola perusahaan". Jadilah Temasek.
Finlandia dulu hidup dari pelaut trus tiba-tiba bilang ah kita bikin perusahaan telko jadilah Nokia. Lalu 60% revenue dari Nokia dan teknologi. Okelah sekarang ada perubahan.
Costa Rica juga sama, dulu kita dengar negara pisang tiba-tiba kita dengar Intel akan taro cipnya di sana karena presiden/perdana menterinya dateng, nunggu di ruang tamu supaya Intel mau pindah.
Jadi mereka tau mau kemana. Kita unfortunately belum ada, ada lah RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), tapi pernahkan disosialisasikan. Mungkin sudah waktunya kita membuat GBHN bersama yang disosialisasikan. Apa prioritasnya, apakah infrastruktur yang semacam ini, ga ada salah ga ada benarnya, yang ada priority fokus. Harus dong. Dulu ada Repelita dan Pelita tidak berubah.
[Gambas:Video CNBC]
(Monica Wareza/hps) Next Article Eksklusif: Ini Kata JK Soal Lemahnya Rupiah Lawan Dolar AS
Most Popular