Special Interview

Margin Bunga Kian Tergerus, Bank Harus Cari Strategi Baru

gita rossiana, CNBC Indonesia
17 January 2018 16:33
Perbankan diperkirakan tidak bisa lagi menikmati margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tinggi seperti dulu kala.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan diperkirakan tidak bisa lagi menikmati margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tinggi seperti dulu kala. Desakan pemerintah agar bank menurunkan suku bunga kredit berdampak pada margin yang diperoleh bank.

Melihat hal tersebut, perbankan dinilai harus bisa melakukan diversifikasi sumber pendapatan. Hal ini bisa melalui pendapatan berbasis biaya (fee based income) atau mengencangkan biaya operasional.

Lalu, bagaimanakah cerita keseluruhan mengenai penurunan suku bunga kredit yang dilakukan oleh bank dan dampaknya ke keuntungan yang diperoleh. Berikut wawancara khusus yang dilakukan oleh Senior Reporter CNBC Indonesia Gita Rossiana dengan salah satu petinggi bank terbesar di Indonesia, yakni Direktur Utama PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja bertempat di OCBC NISP Tower pada Senin (15/1/2018).

Seperti apa kondisi industri perbankan pada 2017?

Dalam pertumbuhan usaha, saya melihat cukup sejalan dengan rencana kami. Memang pertumbuhannya tidak bisa secepat yang diperkirakan karena besarannya pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan. Memang agak berat juga pada 2017. Tantangan yang paling terasa adalah dari risiko kredit yang pada 2018 juga akan menjadi fokus, karena tahun 2018 adalah tahun politik, jadi penuh dengan tidak kepastian.

Bagaimana untuk pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) pada 2017?

Sejalan dengan rencana sebelumnya. Namun untuk DPK agak berada di low end. Sedangkan untuk pertumbuhan kredit, memang itu lebih sulit. Karena tidak semudah dengan 2016, namun range kami masih sesuai dengan awal tahun di angka 10-15%.

Margin Bunga Kian Tergerus, Bank Harus Cari Strategi BaruFoto: Parwati Surjaudaja


Bagaimana untuk pendapatan pada 2017?

Kami melihat pendapatan bunga masih tumbuh, karena volume usaha masih ada. Fee based ada dan bertumbuh cukup baik karena ada layanan wealth management dan sebagainya. Pertumbuhanya lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Per akhir September 2017, kontribusi transaksi valas dan transaksi surat berharga masing-masing sebesar 22% dari total fee based income, sedangkan trade finance dan wealth management memberikan kontribusi masing-masing sebesar 10% dan 11% dari total fee based income.

Hal lainnya adalah pendapatan yang berasal dari upaya efisiensi, produktivitas yang sudah kami rencanakan dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi pencadangan juga meningkat, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) kami juga membaik dan itu sangat membantu.

Pelajaran apa dari 2017 yang bisa diambil di tahun 2018?

Hasil yang kami capai hari ini memang bukan hasil yang instan karena hasil dari tahun sebelumnya. Seperti misalnya dari sisi rasio pendapatan terhadap biaya (cost to income ratio/CIR) yang membaik bukan karena cost cutting. Ada upaya kami dari sisi perubahan proses kerja yang membuahkan hasil dan transformasi yang juga kami terus lanjutkan. Saya tidak bisa membayangkan perbankan Indonesia masih bisa mendapatkan NIM seperti sekarang ini sehingga memang perbankan harus lebih efisien.

Sejauh ini, apakah Bank OCBC NISP sudah mengarahkan suku bunga kredit ke arah satu digit?

Suku bunga kredit satu digit memang sulit dihindari. Kalau ingin bersaing memang harus sudah mengarah ke satu digit. Tapi jangan sampai NIM jadi tipis juga. Kalau FFR naik, terus suku bunga kredit di dalam negeri turun terus, iya tetap harus ada equilibirum.

SBDK Bank OCBC NISP saat ini adalah 10% untuk kredit Korporasi, 11% untuk kredit retail; 10,2% untuk KPR dan 10,75% utk kredit konsumer Non KPR.

Lalu, bagaimana dengan nasib bank yang masih berharap mendapat margin tinggi?

Kalau di OCBC NISP, NIM kami sudah 4% dan itu terendah kalau dibandingkan bank lain. Ke depan, NIM 4% akan menjadi angka normal. Jadi, jangan berharap margin 5% lagi, apa lagi ada program KUR yang suku bunganya rendah. Apalagi ada fintech, P2P yang akan menurunkan suku bunga semuanya akan lebih efisien.

Tetapi dibandingkan Singapura, NIM Indonesia masih tinggi?

Meman belum bisa secepat itu. Kita harus lihat rasio kredit terhadap GDP-nya, di Indonesia 40%, tetapi di luar negeri sudah 80% dan 90%. Pasar di sana jauh lebih tinggi, sehingga agak sulit berkembang. Di Indonesia, ruangnya masih cukup tinggi, tetapi jangan lantas terlena, terus kipas-kipas dan tidak produktif karena hasilnya kan nanti baru terlihat.

Jadi, bank nanti tidak bisa lagi mengandalkan margin sebagai pendapatan?

Bukan, maksudnya bank tidak bisa sekedar mengandalkan fee based income karena suku bunga kredit yang menurun. Dalam hal ini, peran bank sebagai lembaga intermediasi tidak berkurang, namun memang pola penghimpunan dananya akan berubah. Misalnya, di China, kalau untuk dana simpanan individu, counter rate bunga simpanannya kecil karena bargaining-nya rendah. Tetapi yang menyimpan dana adalah Alibaba dan fintech-fintech besar, jadi counter rate-nya juga tinggi. Hal ini menyebabkan biaya dana juga bagi bank. Jadi, sebaiknya di satu sisi bisa menghasilkan fee based income, di sisi lain juga bisa menurunkan biaya dana.

Dengan adanya peran bank yang banyak menghasilkan fee based income, apakah bank nanti arahnya hanya akan menyediakan layanan?

Dalam keadaan ekonomi seperti saat ini, sepertinya masih ada sektor kredit yang prospektif. Misalnya, dengan ekonomi tumbuh, infrastruktur juga naik, timbul sektor-sektor pariwisata yang baru. Fungsi bank akan tetap memberikan pinjaman besar di Indonesia, intermediasi masih besar. Di satu sisi, namun harus tetap memikirkan fee based income.

Sejauh ini, perkembangan fee based income di Bank OCBC NISP bagaimana?

Per akhir Sep 2017, kontribusi transaksi valas dan transaksi surat berharga masing-masing sebesar 22% dari total fee based income, sedangkan trade finance dan wealth management memberikan kontribusi masing-masing sebesar 10% dan 11% dari total fee based income.

Kalau untuk sektor kredit yang prospektif, di Bank OCBC NISP apa saja?

Sektor manufaktur cukup bagus, walaupun masih harus dipilih sektornya. Untuk agrikultur juga prospektif, CPO bagus. Tetapi untuk perdagangan agak hati-hati karena ada disrupsi dari sektor e-commerce yang mengakitbatkan layer distribusi ada yang dipotong.

Kemudian untuk segmen kreditnya, di Bank OCBC NISP akan fokus kemana?

Ke depannya, kami akan menumbuhkan segmen ritel. Untuk sektor agrikultur pun kami ingin arahnya seperti itu, walaupun ada juga pemain besar.

Dilihat dari risiko kredit, apakah saat ini masih cukup besar?

Karena tadi, ekonominya tumbuh berapa besar. Kami belum melihat sektorĀ  yang terpuruk itu bangkit. Banyak NPL yang ada saat ini dari segmen menengah. Tabungan dari pelaku korporasi yang sudah tiga tahun menahan NPL sudah habis.

NPL akan dijaga di angka berapa tahun ini?

Akan dijaga di bawah 2%. Strateginya melalui kebijakan preemptive, masing-masing nasabah didekati sejak awal, supaya ada upaya agar usahanya tetap hidup.
Kemudian apabila sudah bermasalah, maka caranya adalah dengan melakukan lelang, restrukturisasi dan lainnya.

Margin Bunga Kian Tergerus, Bank Harus Cari Strategi BaruFoto: Parwati Surjaudaja


Selanjutnya untuk strategi pendanaan bagaimana di Bank OCBC NISP?

Memang ada tantangan untuk pendanaan, tapi kami harapkan bisa bertumbuh sejalan. Untuk non konvensional, penerbitan obligasi akan jalan, sebesar Rp 2 triliun.
Kalau untuk CASA, kami harapkan bisa tumbuh 10-15%. Untuk mencapai target CASA, kami harapkan benar-benar dana low cost. Komposisinya sekarang 35-38%. Agak sulit untuk mendekati 40% karena masih lihat bank lain, peta dananya sekarang kemana, harus dicermati juga.

Bagaimana dengan posisi Bank OCBC NISP dibandingkan bank lain?

Dari sisi aset, per September 2017, posisi kami kesepuluh. Posisi itu dari posisi 12 besar sebelumnya. Kalau untuk posisi Desember 2017, kami belum tahu angkanya. Bank-bank biasanya lebih pintar menjaga posisi, biasanya kalau posisi Januari-September kami kesepuluh, tapi di akhir Desember, kami tidak tahu.

Adakah rencana untuk menaikkan peringkat?

Kami mengharapkan peringkatnya lebih sustain. Kami tidak mau hanya bisa menyalip sebentar. Walaupun posisi kami kesepuluh, tapi tetap sustain.

Kemudian untuk modal inti bagaimana?

Kami memprediksi pada 2020, kami sudah BUKU IV dengan hanya melalui penambahan laba operasional.
(dru) Next Article Perang Dagang, dan Anggapan RI 'Partner in Crime' AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular