Menata Hari, Menata Energi, Menata Indonesia

Feiral Rizky Batubara CNBC Indonesia
Jumat, 12/12/2025 17:27 WIB
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara merupakan pemerhati kebijakan publik dan praktisi ketahanan energi. Feiral telah lama berkiprah dalam perumusan kebija... Selengkapnya
Foto: Ilustrasi pengeboran minyak. (Aristya Rahadian Krisabella/CNBC Indonesia)

Ada gagasan sederhana yang kerap terlupakan oleh bangsa-bangsa yang bergegas mengejar modernitas. Gagasan itu begitu sunyi, begitu tenang, hingga hanya dapat dirasakan oleh mereka yang bersedia berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan memandang kehidupan tanpa tergesa.


Gagasan itu berkata bahwa masa depan tidak pernah datang sekaligus. Ia selalu hadir dalam potongan kecil bernama hari. Dan siapa yang mampu menguasai hari itulah yang sesungguhnya menguasai arah bangsanya.

Indonesia kini berdiri di sebuah persimpangan sejarah. Dunia berubah cepat. Energi telah menjadi medan perebutan kekuasaan. Minyak yang dulu mengalir stabil kini bergejolak. Gas yang pernah melimpah kini kian mahal. Iklim tidak lagi ramah. Mesin mesin global saling berselisih memperebutkan sumber daya.

Dari kejauhan, dunia seperti sedang menguji setiap bangsa. Apakah bangsa tersebut mampu berdiri sendiri, atau akan bersandar pada negara lain yang suatu hari bisa saja menutup pintunya.

Dalam pusaran itu Indonesia berdiri sebagai negeri besar yang diberkahi matahari, air, angin, dan bumi. Negeri yang sejatinya tidak kekurangan sumber daya, tetapi kerap kekurangan ketenangan untuk melihat bahwa segala sesuatu selalu dimulai dari langkah kecil yang dekat, bukan dari angan besar yang jauh.

Indonesia punya mimpi tentang kemandirian energi. Mimpi tentang swasembada yang tidak lagi terseret ketidakpastian pasar global. Mimpi tentang ketahanan energi yang melindungi setiap rumah, setiap sekolah, setiap desa, dan setiap kehidupan.

Namun mimpi tidak hidup dari imajinasi. Mimpi hidup dari tindakan. Dan tindakan paling menentukan selalu bernama hari ini.

Ada yang menyebutnya Manajemen Satu Hari. Ia bukan semata teknik mengatur waktu, melainkan perilaku kebangsaan. Sebuah kesadaran bahwa kekuatan negara bertumbuh dari tindakan harian rakyatnya.

Bahwa bangsa tidak harus menaklukkan masa depan sekaligus. Ia cukup memenangkan hari ini, dan hari esok akan mengikuti. Seperti petani yang menanam tanpa memaksa panen datang hari itu juga. Seperti nelayan yang berangkat tanpa mengendalikan gelombang. Seperti para perintis kemerdekaan yang menulis sejarah lewat tindakan kecil yang penuh keberanian.

Jika Indonesia ingin mandiri energi, maka bangsa ini harus mulai dengan menata harinya. Hari ini memperbaiki jaringan listrik. Hari ini membangun pembangkit skala kecil yang ramah lingkungan. Hari ini memastikan BBM menjangkau pulau-pulau terluar. Hari ini mempermudah izin energi terbarukan.

Hari ini mendidik generasi muda tentang energi. Hari ini memperkuat rantai produksi nasional. Hari ini mengurangi impor yang menggerogoti kedaulatan. Tindakan hari ini adalah usaha dan doa yang bergerak.

Energi bukan sekadar urusan mesin dan angka. Energi adalah denyut kehidupan. Ia menyalakan cahaya di ruang belajar anak. Ia menggerakkan mesin ekonomi keluarga. Ia menumbuhkan harapan. Karena itu energi tak boleh dibiarkan menjadi sumber ketimpangan. Energi harus menjadi jembatan keadilan. Dalam setiap titik cahaya yang menyala, ada martabat bangsa yang sedang dijaga.

Namun keadilan tidak turun dari langit. Ia dibangun lewat disiplin harian. Manajemen Satu Hari mengajarkan bahwa hari hari adalah batu bata dari bangunan besar bernama kedaulatan. Setiap hari menyimpan peluang memperbaiki kekurangan. Setiap hari membuka ruang menaikkan kualitas. Setiap hari adalah medan perjuangan kecil yang bila ditumpuk akan membentuk kekuatan yang tahan menghadapi badai global.

Di dalam prinsip ini terkandung politik, tetapi politik yang tenang, jernih, dan berorientasi jangka panjang. Politik yang tidak tunduk pada hiruk pikuk kampanye. Politik yang tak tergoda keputusan instan. Politik yang memahami bahwa energi adalah proyek lintas generasi yang menuntut kesabaran, keberanian, dan kebijaksanaan. Politik yang percaya bahwa bangsa menjadi kuat ketika rakyatnya ikut menjaga harapan bersama.

Indonesia tidak akan membangun kedaulatan energi hanya dengan pidato besar. Indonesia tidak akan berdiri tegak dengan menunggu peluang dari luar negeri. Indonesia harus menjadi bangsa yang merawat energinya sendiri, dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Dari sumur minyak hingga panel surya. Dari jaringan listrik kota hingga genset desa pedalaman. Dari kebijakan tingkat tinggi hingga kesadaran energi dalam keluarga kecil.

Dan semua itu kembali kepada satu kata kunci. Hari ini. Mengapa hari ini begitu penting. Karena hari ini adalah batas paling jujur antara kemampuan dan keinginan. Hari ini adalah ruang tempat ketakutan diubah menjadi tindakan.

Hari ini adalah halaman kosong tempat bangsa menulis nasibnya sendiri. Jika hari ini gagal dikuasai, maka masa depan akan dikuasai pihak lain. Namun jika hari ini dikerjakan dengan ketegasan, maka tak ada kekuatan dunia yang mampu menghalangi langkah bangsa ini.

Manajemen Satu Hari memberi landasan filosofis bagi pembangunan energi. Ia mengajarkan kehadiran penuh dalam tugas. Ia mengingatkan bangsa agar mengelola yang ada di hadapannya, bukan yang berada di luar kendali. Ia menegaskan bahwa tindakan kecil hari ini lebih bermakna daripada rencana besar yang tak dijalankan. Ia menunjukkan bahwa harapan akan menjadi nyata jika dikerjakan sedikit demi sedikit tanpa putus.

Dalam dimensi keilahian, prinsip ini mengajarkan bahwa manusia mengerjakan bagiannya, sementara hasil berjalan mengikuti hukum kehidupan. Sikap ini melahirkan ketenangan politik dan keteguhan batin yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan energi nasional.

Saat bangsa bekerja setiap hari dengan niat yang benar, disiplin yang kuat, serta rasa syukur atas sumber daya yang dianugerahkan Tuhan, energi menjelma jalan yang luhur. Jalan yang bukan hanya menyalakan listrik, tetapi menumbuhkan martabat. Jalan yang bukan hanya menggerakkan mesin, tetapi menggerakkan masa depan.

Pada akhirnya, kemandirian energi bukan sekadar tujuan ekonomi. Ia adalah identitas bangsa. Ia adalah keberanian untuk berdiri di atas kaki sendiri. Ia adalah pernyataan bahwa Indonesia tidak ingin tunduk pada ketidakpastian global, melainkan merajut ketahanan dari dalam dirinya.

Ketahanan yang tumbuh dari hal sederhana. Dari hari hari yang dijalani dengan kesadaran. Dari tangan tangan yang bekerja dengan cinta. Dari tekad untuk tidak meninggalkan satu pun rakyat dalam kegelapan.

Jika Indonesia ingin menjadi bangsa besar, maka semuanya harus dimulai dari hari ini. Menata hari berarti menata energi. Menata energi berarti menata masa depan. Setiap hari adalah peluang. Setiap hari adalah perjuangan. Setiap hari adalah langkah menuju kemerdekaan yang lebih dalam. Kemerdekaan yang bukan sekadar bebas dari penjajahan, tetapi bebas dari ketergantungan. Kemerdekaan yang bukan hanya diwarisi, tetapi terus diperjuangkan.

Dan ketika suatu hari nanti Indonesia berdiri sebagai bangsa yang berdaulat energi, mandiri dalam sumber daya, kuat menghadapi badai dunia, serta adil dalam memberi cahaya, mungkin kita akan mengingat satu pelajaran sederhana yang mengubah segalanya. Bahwa kedaulatan besar tumbuh dari kemenangan kecil yang diraih dengan konsisten hari demi hari


(miq/miq)