Urgensi Asuransi Wajib Bencana (Banjir)

Marah Kerma Mardame Manurung,  CNBC Indonesia
05 December 2025 14:40
Marah Kerma Mardame Manurung
Marah Kerma Mardame Manurung
Marah Kerma Mardame Manurung memiliki pengalaman lebih dari 26 tahun di industri asuransi di Indonesia, dengan bekerja di beberapa perusahaan asuransi baik lokal maupun asuransi patungan. Selama bekerja di dunia asuransi, Marah Kerma M Manurung menginvesta.. Selengkapnya
Seorang warga desa terdampak banjir bandang berjalan di antara tumpukan kayu di Desa Tukka, Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, pada 2 Desember 2025. (AFP/YT HARIONO)
Foto: Seorang warga desa terdampak banjir bandang berjalan di antara tumpukan kayu di Desa Tukka, Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, pada 2 Desember 2025. (AFP/YT HARIONO)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Bencana banjir yang menimpa Sumatra pada akhir November 2025 bukan sekadar peristiwa alam, tapi cambukan keras atas kerentanan sistem ketahanan kita. Banjir Sumatra kian menorehkan catatan tragis dalam sejarah bencana Indonesia. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 3 Desember 2025 mencatat korban tewas kini mencapai 753 orang, 650 lainnya masih hilang, dan 3,3 juta jiwa terdampak di 50 kabupaten/kota di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

Kerusakan infrastruktur meliputi 3.600 rumah rusak berat, 299 jembatan, dan 323 fasilitas publik. Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira memproyeksikan, total kerugian bencana banjir Sumatra mencapai Rp6,28 triliun. Angka yang fantatis!

Angka-angka ini memperlihatkan satu kebenaran pahit, model tanggap darurat konvensional kita sudah tidak mampu lagi menanggung beban. Kerugian ekonomi akibat banjir Sumatra, jelas akan membebani APBN dan APBD secara signifikan. Alokasi dana tanggap darurat sering kali tidak cukup untuk rehabilitasi atau rekonstruksi. Dengan pola ini, tanggung jawab pemerintah menjadi tidak berkelanjutan.

Saat ini, industri asuransi umum melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) masih menunggu data lengkap laporan kerugian banjir Sumatra. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono bahkan telah mengimbau perusahaan asuransi untuk menjalankan delapan langkah, diantaranya membentuk tim tanggap klaim dan menyederhanakan prosedur klaim pasca bencana banjir.

Banjir kini bukan lagi sekadar bencana musiman. Banjir telah menjadi momok yang kian hari menimbulkan kerugian besar. Tahun 2020, tercatat 1.519 kejadian banjir, meningkat menjadi 1.794 kejadian pada 2021, lalu turun menjadi 1.531 kasus pada 2022, dan 1.255 pada 2023. Meski pada 2024 jumlahnya berkurang menjadi 814 kasus, dampaknya tetap signifikan. Sampai 28 November 2025, dari 2.942 kasus bencana alam, 1.454 diantaranya adalah banjir. Kerusakan properti, bisnis, kendaraan, dan ancaman kesehatan terus menghantui masyarakat.

Rahayu (2009), menyebut banjir sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi. Namun, banjir di Indonesia bukan hanya soal curah hujan tinggi atau perubahan iklim. Faktor manusia sangat berperan besar dalam memperburuk keadaan. Alih fungsi lahan secara masif telah menghilangkan daerah resapan air.

Kawasan hutan berubah menjadi lahan bisnis seperti tambang sampai tempat wisata. Deforestasi sangat turut andil. Hutan yang seharusnya menjadi penyerap air hujan dan pengendali erosi tanah, kian hilang digantikan oleh lahan-lahan gundul yang kian kasat mata. Pelanggaran tata ruang ini perlu segera dievaluasi total!

Dengan kerugian finansial yang terus membengkak setiap tahun, mitigasi bencana banjir tak lagi bisa bersifat reaktif. Diperlukan langkah-langkah strategis melalui pembangunan berkelanjutan, pengelolaan tata ruang yang lebih beradab dan bertanggungjawab. Perlu peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dan ekosistemnya.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan swasta dapat menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem mitigasi yang lebih efektif. Tujuannya bukan hanya mengurangi dampak finansial, tetapi juga membangun ketahanan jangka panjang agar Indonesia lebih siap menghadapi banjir yang terus berulang.

Asuransi sebagai Solusi Finansial

Di tengah ancaman banjir yang terus menghantui, asuransi dapat menjadi salah satu instrumen perlindungan finansial yang vital. Dengan asuransi, pemilik properti dan bisnis bisa mendapatkan ganti rugi atas kerusakan yang terjadi, sehingga proses pemulihan pasca bencana bisa berjalan lebih cepat. Memang, rendahnya kesadaran berasuransi dan penetrasi asuransi di Indonesia yang masih di bawah 3%, menjadi tantangan besar buat industri ini. Bahkan sebagian masyarakat masih menganggap asuransi sebagai beban, belum menjadi perlindungan yang solutif. Padahal asuransi membantu memperkuat ketahanan finansial, dan memungkinkan masyarakat dan pelaku usaha untuk pulih lebih cepat.

Terkait asuransi bencana, Kementerian Keuangan telah memberikan sinyal positif melalui kebijakan asuransi Barang Milik Negara (BMN) berbasis Pooling Fund Bencana (PFB) yang telah diluncurkan pada 2 Desember 2025. Skema piloting ini melibatkan Kementerian Agama untuk bangunan pendidikan, Kementerian Kesehatan untuk bangunan kesehatan, dan Kemenpan RB untuk bangunan perkantoran, khususnya kawasan istana negara.

Inisiatif ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mentransfer risiko bencana ke industri asuransi sebagai upaya mitigasi fiskal. Ini perlu diapresiasi. Skema ini perlu diperluas menjadi asuransi bencana alam wajib yang mencakup seluruh wilayah rawan terdampak bencana. OJK sendiri, telah menginisiasi kebijakan asuransi wajib melalui Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027 yang salah satu program strategisnya adalah terselenggaranya asuransi risiko bencana.

Belajar dari Negara Lain

Saatnya Indonesia mencontoh langkah negara-negara lain dalam menangani risiko banjir melalui kebijakan asuransi wajib. Di Amerika Serikat misalnya,National Flood Insurance Program (NFIP)melindungi pemilik properti dari kerugian finansial akibat banjir. Inggris memiliki programFlood Re, wujud hasil kemitraan antara pemerintah dan industri asuransi, yang bertujuan membuat premi asuransi banjir lebih terjangkau bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan. Swiss telah menerapkan regulasi khusus terkait asuransi bencana alam sejak tahun 1993 di bawah pengawasan Otoritas Pengawas Pasar Keuangan Swiss (FINMA).

Di Prancis, skema kompensasi bencanaCat-Nat,memungkinkan individu dan bisnis mendapatkan ganti rugi jika terkena dampak banjir. Bahkan di India, Otoritas Manajemen Bencana Nasional(The National Disaster Management Authority/NDMA),berperan dalam mengurangi risiko bencana melalui berbagai program mitigasi yang melibatkan masyarakat dan swasta.

Indonesia bisa mengadopsi pendekatan serupa dengan memperkuat kemitraan antara pemerintah, industri asuransi, dan swasta melalui skemaPublic-Private Partnership (PPP).Tentu saja, pelaksanaan skema PPP memerlukan infrastruktur data yang kokoh. BNPB misalnya dapat berbagi data risiko bencana secara real-time dengan industri asuransi untuk melakukan clustering dan pemetaan risiko. Platform digital dapat menjadi opsi dalam mempermudah di sisi administrasi.

Di sisi lain, pemerintah daerah mungkin sudah saatnya mengintegrasikan kewajiban asuransi dalam perizinan bangunan atau sertifikat rumah, memastikan setiap unit hunian di zona rawan bencana memiliki perlindungan minimal.

Lalu kapan ini mau dimulai? Pakar lingkungan dan ekonom Emil Salim menekankan bahwa sinergi antara kebijakan pemerintah dan swasta menjadi kunci dalam menghadapi dampak perubahan iklim, termasuk banjir. Banjir bukan lagi sekadar bencana alam yang datang tanpa peringatan.

Suka atau tidak suka, ini adalah cerminan kegagalan kita semua menjalankan tata kelola lingkungan dan kebijakan mitigasi yang belum optimal dan beradab. Saatnya untuk melakukan corrective actions! Asuransi bencana banjir bisa menjadi satu solusi untuk memutus siklus kerugian yang terus berulang. Saatnya negara ini punya Asuransi Wajib Banjir!