Catatan 1 Dekade Program Tol Laut Pemerintah

Muhammad Makbul Ramadhani,  CNBC Indonesia
20 November 2025 18:20
Muhammad Makbul Ramadhani
Muhammad Makbul Ramadhani
Muhammad Makbul Ramadhani adalah pendiri dan direktur Maritim Research Institute (Marin Nusantara). Pria kelahiran Baubau, Sulawesi Tenggara, pada 10 April 1989, menempuh Pendidikan Sarjana Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin pada tahun 2007-2014, kem.. Selengkapnya
Ilustrasi Tol laut. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi program Tol Laut. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Kehadiran program Tol Laut merupakan salah satu terobosan strategis untuk menjawab tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dari Sabang hingga Merauke, konektivitas laut menjadi kebutuhan vital agar tercipta pemerataan ekonomi dan keadilan sosial, terutama dalam hal distribusi barang pokok dan barang penting (bapokting) ke wilayah tertinggal, terpencil, dan terdepan (3T).

Awal program Tol Laut diluncurkan pada 4 November 2015, yang dimulai dengan enam trayek awal, di mana tiga trayek langsung beroperasi melalui skema subsidi pemerintah sebesar Rp 257,9 miliar. Program ini merupakan wujud kesadaran pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan perlunya sistem transportasi laut bersubsidi untuk menekan disparitas harga khususnya antara daerah-daerah 3T.

Sepuluh tahun berselang, pada tahun 2025, jumlah trayek Tol Laut meningkat signifikan menjadi 39 trayek, yang menjangkau hampir seluruh wilayah kepulauan di Indonesia.

Hasil riset Maritim Research Institute (Marin Nusantara) sepanjang 2017-2021 menunjukkan program Tol Laut memberikan dampak nyata dalam menurunkan disparitas harga kebutuhan pokok di wilayah 3T. Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan di beberapa wilayah timur Indonesia, ditemukan adanya penurunan pada harga sejumlah komoditas utama.

Sebagai contoh, di Wasior, Papua Barat, harga beras tercatat turun 4%, gula 7%, terigu 7%, minyak goreng 8%, semen 7%, besi beton 10%, dan seng Bjls 9% setelah adanya trayek rutin kapal Tol Laut. Penurunan ini menunjukkan kehadiran Tol Laut berhasil menurunkan biaya logistik dan memperbaiki rantai distribusi barang pokok yang selama ini terkendala biaya transportasi yang relatif mahal.

Selain itu, kehadiran Tol Laut juga dengan trayek pelayaran yang rutin dan terjadwal telah menjaga kelancaran pasokan barang, menekan biaya logistik, dan secara langsung membantu mengendalikan inflasi di wilayah terpencil.

Namun demikian, beberapa catatan masih menjadi perhatian penting, selain persoalan teknis juga terutama soal muatan balik. Kapal Tol Laut kerap kembali ke pelabuhan utama dengan kapasitas yang belum optimal. Padahal, potensi ekonomi lokal di wilayah 3T seperti hasil pertanian, perikanan, dan UMKM rakyat dapat menjadi muatan balik bernilai ekonomi tinggi bila dikelola dengan baik.

Tol Laut juga berkembang tidak hanya sebagai sarana pengangkut bapokting, tetapi telah melayani angkutan ternak hidup melalui kapal khusus untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional. Inovasi ini menandai perluasan peran Tol Laut dari sekadar moda logistik menjadi bagian dari ekosistem ketahanan kebutuhan sektor peternakan nasional.

Dari sisi konektivitas, Tol Laut kini didukung oleh armada yang semakin beragam. Kapal Logistik Nusantara menghubungkan pelabuhan utama dan pengumpul regional, Kapal Kendhaga Nusantara menjangkau pelabuhan lokal, sementara Kapal Sabuk Nusantara (Perintis) melayani rute ke pelabuhan rakyat di pulau-pulau kecil. Skema terintegrasi ini membentuk sistem transportasi laut nasional yang mampu mengantarkan program-program pemerintah hingga ke wilayah paling terpencil.

Dengan struktur konektivitas tersebut, tol laut menjadi tulang punggung dalam mengakselerasi program-program kerakyatan Presiden Prabowo, yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan kemandirian ekonomi nasional.

Sinergi tol laut dengan program kerakyatan Presiden Prabowo

1. Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif besar pemerintahan Presiden Prabowo untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi. Namun, salah satu tantangan utama implementasi program ini adalah distribusi bahan pangan ke wilayah 3T.

Sinergi dengan tol laut menjadi solusi strategis. Dengan jaringan trayek yang luas dan biaya pengiriman yang ekonomis, tol laut dapat digunakan untuk mendistribusikan beras, sayuran, susu, telur, dan buah-buahan ke daerah terpencil secara teratur. Sinergi ini diharapkan akan mempercepat pemerataan gizi anak-anak Indonesia sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional di wilayah pulau-pulau di Indonesia.

2. Koperasi Desa Merah Putih (KDMP)
Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) bertujuan memperkuat ekonomi desa, misalnya melalui pengelolaan logistik dan pemasaran produk unggulan lokal. tol laut dapat menjadi mitra logistik utama KDMP, memastikan ketersediaan bapokting, pupuk, bahan bangunan, dan kebutuhan pertanian di desa dengan harga terjangkau.

Contoh keberhasilan sinergi ini dapat dilihat dari pilot project "Kontainer Masuk Desa" yang digagas Marin Nusantara di Pulau Essang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara pada tahun 2019.

Program ini, hasil kerja sama antara Kementerian Perhubungan, Bulog, dan pemerintah desa, berhasil menurunkan harga beras dari Rp13.000-15.000 menjadi Rp10.500 per kilogram. Capaian ini membuktikan bahwa integrasi antara KDMP dan Tol Laut dapat meningkatkan efisiensi logistik, menekan disparitas harga dan memperluas pasar produk unggulan desa.

3. Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP)
Tahun 2025, pemerintah menargetkan pembangunan 100 titik Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) di seluruh Indonesia. Program yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan kemandirian nelayan melalui penyediaan infrastruktur, fasilitas produksi, dan dukungan ekonomi pesisir.

Tol Laut memiliki peran penting dalam mendukung KNMP, khususnya dalam transportasi hasil perikanan. Dengan kapal Tol Laut yang juga mempunyai kontainer berpendingin (container reefer), untuk hasil tangkapan laut dapat diangkut dalam kondisi segar menuju daerah pusat distribusi nasional. Sinergi ini akan memperkuat rantai pasok perikanan nasional dan memperluas akses pasar perikanan di Indonesia.

Satu dekade perjalanan program Tol Laut telah menunjukkan bagaimana kebijakan maritim mampu menjadi alat pemerataan ekonomi dan sosial di negara kepulauan. Dengan memaksimalkan sinergitas kementerian beserta pemerintah daerah diharapkan dapat bergotong royong untuk menjalankan dan mensukseskan program kerakyatan Presiden Prabowo.

Harapannya tentu agar konektivitas antarpulau di Indonesia dapat dirasakan oleh masyarakat dan pemikiran besar presiden tentang kemandirian ekonomi dapat terwujud.


(miq/miq)