Produksi Migas Nasional dan Tren Investasi Hulu Migas
Sepanjang tahun 2025 sektor hulu minyak dan gas (migas) nasional dilaporkan mencatatkan kinerja positif. SKK Migas memproyeksikan bahwa hingga akhir 2025, produksi minyak dan gas nasional akan melampaui target APBN.
Produksi minyak diproyeksi akan mencapai 608 ribu barel minyak per hari (MBOPD), melampaui target APBN 605 MBOPD. Sementara produksi gas diperkirakan sebesar 6.910 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), melampaui target 5.628 MMSCFD. Capaian tersebut meningkat signifikan dibandingkan realisasi produksi tahun 2024, yaitu 578 MBOPD untuk minyak dan 6.633 MMSCFD untuk gas.
Dari sisi investasi, total investasi hulu migas nasional pada 2025 diproyeksi mencapai US$16,5 miliar, lebih tinggi dibandingkan kisaran realisasi investasi tahun 2020 - 2024 yaitu US$10,5 - US$14,4 miliar. Secara khusus, investasi eksplorasi mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dari US$ 0,5-0,9 miliar pada 2020-2023 menjadi US$1,3 miliar pada 2024 dan diproyeksi mencapai US$1,5 miliar pada 2025.
Sejalan dengan capaian tersebut, publikasi IHS Markit S&P Global (Juni 2025) mencatat bahwa dalam aspek overall attractiveness rating, Indonesia mengalami peningkatan dari di bawah 4,75 pada 2021 menjadi 5,35 pada 2025.
Kinerja positif hulu migas pada 2025 menjadi pijakan penting bagi pencapaian target peningkatan produksi selanjutnya. Berdasarkan data SKK Migas (2025), dalam skenario moderat, target produksi migas pada 2030 diperkirakan sebesar 746 ribu barel per hari untuk minyak dan 8.212 MMSCFD untuk gas.
Sementara pada skenario yang optimis (high), produksi minyak diproyeksi dapat mencapai 1,007 juta barel per hari dan produksi gas adalah sebesar 10.249 MMSCFD. Pencapaian target tersebut diperkirakan membutuhkan investasi hulu migas sebesar US$17-US$26 miliar per tahun (SKK Migas, 2024).
Investasi Hulu Migas Global
Merujuk laporan International Energy Agency (2025), investasi hulu migas global cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2020, total investasi hulu migas global tercatat sebesar US$468 miliar, kemudian meningkat menjadi US$487 miliar pada 2021, US$538 miliar pada 2022 dan US$594 miliar pada 2023. Pada 2024, realisasi investasi hulu migas global dilaporkan berada pada kisaran US$593 miliar, sementara untuk 2025 diperkirakan akan sebesar US$567 miliar.
Investasi hulu migas global lebih banyak dialokasikan untuk aktivitas produksi dan pengembangan pada wilayah kerja yang sudah beroperasi. Porsi investasi untuk eksplorasi relatif tidak terlalu besar. Berdasar aktivitas dan jenis lapangan, yaitu
1. Eksplorasi di lapangan minyak dan gas konvensional
2. Pengembangan lapangan minyak dan gas konvensional baru
3. Lapangan minyak dan gas konvensional yang sudah ada (existing conventional oil and gas fields)
4. US tight oil and shale gas
IEA mencatat bahwa selama periode 2020-2024 pengeluaran belanja modal hulu (capital expenditure) terbesar dialokasikan pada lapangan existing conventional oil and gas fields (US$180-250 miliar per tahun), diikuti pengembangan lapangan minyak dan gas konvensional baru (US$100-140 miliar), US tight oil/shale gas (US$70-110 miliar) dan eksplorasi di lapangan minyak dan gas konvensional (US$60-100 miliar).
Investasi hulu migas global juga dipengaruhi strategi investasi yang dilakukan perusahaan migas (ReforMiner, 2024). Secara umum, ada tiga kelompok besar perusahaan migas. Pertama, kelompok supermajors-majors. Kelompok ini cenderung berfokus pada pengembangan lapangan berskala besar dan melepas aset yang lebih kecil yang tidak masuk skala keekonomian mereka.
Kelompok perusahaan ini juga memprioritaskan stabilitas dan peningkatan tingkat produksi, sementara eksplorasi dilakukan secara sangat selektif. Sejalan dengan transisi energi, portofolio investasi hulu yang mendukung inisiatif energi rendah karbon seperti Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) deepwater dan unconventional juga mendapat perhatian khusus.
Kedua, kelompok majors-independents dan National Oil Companies (NOC) yang beroperasi secara internasional (INOC). Kelompok ini umumnya menargetkan lapangan skala menengah hingga giant yang lebih terjangkau dari sisi kebutuhan modal.
Kelompok ini secara aktif mencari penambahan cadangan untuk kebutuhan jangka menengah-panjang dan relatif lebih agresif dalam mengalokasikan belanja eksplorasi. Untuk peningkatan produksi, kelompok ini juga lebih progresif dalam menerapkan teknologi produksi unconventional. Sementara itu aspek low-carbon energy initiatives tetap diintegrasikan dalam portofolio hulu mereka, termasuk melalui investasi pada CCS/CCUS, lapangan unconventional dan deepwater.
Ketiga, kelompok NOC di kawasan Timur Tengah. Kelompok ini umumnya fokus pada pengembangan lapangan berskala sangat besar di negara asalnya. Proyek peningkatan kapasitas produksi dalam skala besar menjadi prioritas utama. Sejalan dengan tren global, NOC Timur Tengah juga mulai mengintegrasikan inisiatif energi rendah karbon dalam proyek-proyek hulu mereka.
Posisi Investasi Hulu Migas Indonesia
Tren investasi hulu migas Indonesia pada dasarnya sejalan dengan tren investasi hulu migas global. Ketika investasi hulu migas global mengalami penurunan, investasi hulu migas di Indonesia tercatat juga mengalami tren yang sama.
Selama periode 2015 - 2024, realisasi investasi hulu migas global selama periode ini berada dalam rentang US$ 468 miliar hingga US$ 869 miliar. Pada periode yang sama, investasi hulu migas Indonesia berkisar antara US$ 10,27 miliar hingga US$ 15,34 miliar.
Pada tahun 2015 - 2018, ketika investasi global mengalami penurunan, realisasi investasi hulu migas di Indonesia juga mencatat tren serupa. Kondisi yang sama juga terjadi pada periode 2020 - 2024, di mana baik investasi hulu migas global dan Indonesia sama-sama mengalami tren positif. Jika dilihat dari porsinya, porsi investasi hulu migas Indonesia terhadap total investasi global selama periode 2015 - 2024 berada pada kisaran 1,77% hingga 2,25%.
Di kawasan Asia-Pasifik, porsi dan posisi investasi hulu migas Indonesia khususnya sepanjang periode 2015 hingga 2024 secara umum dapat dikatakan cukup signifikan. Realisasi investasi hulu migas di kawasan Asia-Pasifik selama periode tersebut berada pada kisaran US$ 86 miliar hingga US$ 148 miliar.
Porsi investasi hulu migas Indonesia terhadap total investasi kawasan ini berkisar antara 13,70% hingga 20,79%. Untuk tahun 2023-2024 porsi investasi hulu migas Indonesia di kawasan Asia Pasifik tercatat cukup stabil di kisaran 14,33% - 14,08%.
Capaian positif hulu migas nasional pada 2025, dan investasinya yang bergerak sejalan dengan tren investasi hulu migas global dan posisinya yang cukup signifikan di kawasan Asia Pasifik, pada dasarnya memberikan gambaran bahwa sejauh ini hulu migas Indonesia cukup adaptif di dalam menarik investasi yang ada.
Sejumlah pemberitaan yang menyebutkan bahwa beberapa perusahaan migas internasional supermajors-seperti Shell, Chevron, dan TotalEnergies-kembali menempatkan Indonesia sebagai salah satu wilayah yang dipertimbangkan dalam rencana ekspansi investasi mereka, sedikit banyak mengonfirmasi bahwa rating attractiveness iklim investasi hulu migas kita selama setidaknya lima tahun terakhir memang membaik.
Dalam upaya memperkuat posisi investasi hulu migas nasional, penyempurnaan kebijakan yang selaras dengan strategi perusahaan migas internasional terutama kelompok supermajors-majors dan independents menjadi langkah yang strategis.
Investasi untuk pengembangan Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) menjadi salah satu peluang yang dapat dioptimalkan untuk memperkuat keberlanjutan operasi dan investasi hulu migas di tengah agenda transisi energi.
Dukungan kebijakan terhadap pengembangan CCS/CCUS dapat diberikan melalui penyederhanaan persyaratan prosedur dan dengan mengintegrasikan CCS/CCUS ke dalam kegiatan operasi hulu migas yang sudah diatur dalam KKS.
Perencanaan CCS/CCUS sebaiknya tidak lagi memerlukan kajian terpisah yang harus disampaikan secara formal. Investasi CCS/CCUS juga sebaiknya dapat diperlakukan sebagai bagian dari biaya operasi kegiatan usaha hulu migas biasa sehingga dapat secara langsung diterapkan sewaktu-waktu di masa operasi lapangan.
Selain itu, juga perlu ditetapkan bahwa pelaksanaan CCS/CCUS di hulu migas dapat diatur melalui persetujuan formal dari SKK Migas tanpa perlu mengubah struktur kontrak dasar yang telah berjalan.
(miq/miq)