Badai Geoekonomi dan Arah Baru Ekonomi Maritim-AI Indonesia
Sebanyak 82% ekonom global sepakat bahwa fragmentasi ekonomi politik akan semakin menguat dan intensif di tahun 2026. Sementara, 70% ekonom World Economic Forum menilai bahwa disrupsi perdagangan global pada posisi sangat tinggi.
Salah satu faktor pemicu utama termasuk kebijakan tarif Amerika Serikat yang menyebabkan kondisi ekonomi global mirip tahun 1930-an (Graph 1). Bahkan, 72% ekonom juga memperkirakan ekonomi dunia akan memburuk tahun depan.
Indikator utama menunjukkan adanya pergeseran arah dari liberalisme perdagangan global ke model proteksionisme yang hampir seabad tidak terlihat. Volume perdagangan global akan melambat, terutama negara yang terintegrasi langsung dengan rantai pasok dari AS.
Investasi lintas negara dan produktivitas juga akan menurun akibat dari tingginya ketidakpastian lintas negara. Fragmentasi global dan fenomena friendshoring akan memperkuat pembentukan blok-blok dagang baru, sehingga global beralih dari orientasi multilateral regional. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2026 diperkirakan akan menurun ke 3,1% yoy, lebih rendah dibandingkan tahun 2025.
Tekanan geopolitik dan geoekonomi tersebut akan memaksa negara untuk kembali memperkuat basis ekonomi domestik. Di mana, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan model ekonomi konvensional berbasis sumberdaya alam dan industri ekstraktif. Saatnya melakukan perubahan arah pivot strategis dari ekonomi berkembang menuju ekonomi maju yang ditopang oleh teknologi, AI dan SDM berpengetahuan serta memiliki keterampilan tinggi.
Ambisi Besar di Tengah Kabut Global
Data pertumbuhan PDB Indonesia pada Q3 2025, tidak menunjukkan perubahan signifikan. Ekonomi masih sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga, atau ekonomi berbasis konsumsi.
Sebagai perbandingan, China berhasil menekan kontribusi konsumsi rumah tangga menjadi 34-35% dari PDB dengan mendominasi dari segi ekspor dan investasi. Proporsi konsumsi relatif kecil digunakan untuk tabungan dan investasi, sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan yang lebih produktif.
Presiden Prabowo Subianto sudah menargetkan 8% pertumbuhan ekonomi. Target ini sulit untuk dicapai jika struktur ekonomi masih bergantung pada konsumsi. Perlu ada lompatan produktivitas dan inovasi.
Data BPS menunjukkan pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal III sebesar 5,04% yoy, dengan kontribusi dari konsumsi rumah tangga 53,14% dan ekspor 23,64%. Distribusi PDB sebesar 56,68% masih terpusat di pulau Jawa berkorelasi dengan konsentrasi penduduk.
Dari sisi ekspor masih sangat bergantung pada komoditas mentah/setengah, belum pada barang dengan nilai tambah tinggi. Ini menandakan industrialisasi pengolahan dengan teknologi tinggi belum optimal, dan menjadikan Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global.
Arah Baru: Pivot Ekonomi Maritim dan AI
Untuk mengantisipasi badai geoekonomi global, Indonesia memerlukan pivot strategis ke sektor maritim dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI). Sekitar 70% wilayah indonesia merupakan air/laut, yang seharusnya menjadikan sektor maritim sebagai tumpuan ekonomi nasional.
Namun, kontribusi sektor maritim masih sangat rendah diperkirakan sebesar 7,9% terhadap PDB 2024. Padahal, potensi kekayaan laut dari 11 segmen usaha bisa mencapai lebih US$1.338 miliar per tahun.
Pemanfaatan AI bisa menjadi game changer terutama pada sektor logistik, pengawasan laut berbasis satelit, monitoring kekayaan hayati, non-hayati dan jasa ekosistem laut, optimalisasi rute pelayaran, efisiensi energi kapal berbasis energi baru terbarukan, prediksi cuaca, serta deteksi arah migrasi ikan. Ai membuka kesempatan besar pada sistem monitoring ekosistem laut dan jasa-jasa maritim yang selama ini belum diolah secara optimal.
AI Supercycle menjadi satu-satunya motor pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global. Data penjualan semikonduktor meningkat 60% dibandingkan dengan 2019, dipicu oleh naiknya investasi pada data center dan komputasi. Meski demikian, ledakan AI (AI Boom) bisa menciptakan kesenjangan digital antara negara pengguna dan pemilik teknologi. Sejauh ini hanya AS dan China yang menguasai teknologi deep data mining dan AI.
Dalam konteks Indonesia, meski sejauh ini masih pada tahap pengguna teknologi, pemanfaatan AI dapat dioptimalkan untuk mendorong ekonomi. Penelitian Durlik et al., (2024) menunjukkan bahwa penggunaan AI untuk menentukan rute optimal bagi kapal, dapat menghemat bahan bakar sebesar 25%.
Di sektor logistik maritim, AI dapat menyesuaikan rute pengiriman dengan preferensi pasar dan pola perilaku konsumen, sehingga investasi infrastruktur transportasi dapat lebih tepat sasaran tanpa mengulangi pola proyek berbiaya tinggi di wilayah yang kurang efisien.
AI juga bisa digunakan untuk memantau suhu dan tekanan kargo secara real-time, sehingga segala bentuk kecelakaan bisa dimitigasi. Begitu juga dengan semua infrastruktur dan transportasi laut bisa diprediksi usability dan maintenance sehingga lebih tahan lama, dan efisien.
Tentu saja, di balik peluang tersebut ada ancaman yang sudah ada di depan kita termasuk oversharing data di platform AI dan e-commercial membuka celah bagi perusahaan global memetakan kelemahan ekonomi Indosia dari makro sampai mikro.
Bahkan munculnya tren "curhat" di platform AI seperti Chat GPT dapat digunakan untuk menganalisis dan memetakan psikologi-sosial masyarakat. Akibatnya, perang modern sudah tidak hanya fisik. Tetapi juga perang narasi serta persepsi yang diarahkan untuk tujuan ekonomi politik tertentu.
Dari Badai ke Peluang
Tahun 2026, akan menjadi periode krusial bagi perekonomian Indonesia. Tantangannya bukan hanya berasal dari fragmentasi geoekonomi dan rivalitas politik global, tetapi juga dari derasnya gempuran digital dan penetrasi AI di berbagai platform. Tingkat literasi Indonesia yang rendah dengan minat baca yang hanya di 0,001%.
Data Unesco menunjukkan bahwa hanya 1 dari 1000 orang yang tertarik membaca. Ini memberikan tantangan sangat besar untuk pengembangan sumberdaya manusia. Namun, di sinilah letak urgensinya.
Pemanfaatan AI secara bijak terutama pada pendidikan formal dapat mengakselerasi pembangunan SDM Indonesia. Sementara pemanfaatan AI bisa merubah pivot ke maritim cerdas. Ini akan mewujudkan target ekonomi tidak hanya sebagai sebuah keniscayaan, sekaligus bisa menyelamatkan dari badai geoekonomi.
(miq/miq)