AI Mengubah Demokrasi, Jadi Sumber Konflik Baru di Era Digital

Muhammad Arbani CNBC Indonesia
Kamis, 25/09/2025 05:20 WIB
Muhammad Arbani
Muhammad Arbani
Muhammad Arbani merupakan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa serta peneliti di Rajawali Cendekia. Riset yang dia lakukan berkaitan ... Selengkapnya
Foto: Artificial Intelligence (AI). REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo

Di era digital saat ini, teknologi semakin mendominasi hamper seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang paling pesat dan berdampak besar ialah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

AI merupakan teknologi yang memungkinkan mesin untuk melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. AI tidak hanya terbatas pada bentuk teknologi, tetapi mencakup berbagai subdisiplin seperti machine learning.

Ini memungkinkan mesin untuk belajar dari pengalaman tanpa diprogram secara eksplisit; natural language processing yang memungkinkan mesin memahami dan menghasilkan bahasa manusia; dan computer vision yang memungkinkan mesin untuk menafsirkan dan memahami dunia visual (Russell & Norvig, 2016).


Machine learning adalah salah satu cabang paling menonjol dalam AI yang telah menarik banyak perhatian. Teknologi ini bekerja dengan cara mengembangkan algoritma yang memungkinkan komputer untuk mengenali pola dan memprediksi hasil berdasarkan data yang diberikan.

Di mana algoritma belajar dari preferensi dan perilaku pembelian pengguna untuk menawarkan produk yang mungkin mereka sukai. Algoritma ini terus diperbaiki seiring dengan bertambahnya data dan membuat prediksi menjadi semakin akurat (Goodfellow, Bengio & Courville, 2016).

Memasuki era digital saat ini, Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia yang sedang menghadapi tantangan baru yang signifikan akibat perkembangan pesat terhadap kecerdasan buatan. Definisi demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (Jhon L. Esposito).

Indonesia saat ini berada di titik penting di mana kecerdasan buatan (AI) memiliki peran ganda. AI bisa menjadi sumber konflik baru di era digital karena teknologi ini dapat disalahgunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang memperkeruh suasana di Indonesia. M

isalnya, dalam beberapa demonstrasi yang terjadi baru-baru ini di Indonesia, terdapat sebagian orang yang dengan sengaja mengunakan AI untuk membuat gambar atau berita yang seolah-olah seperti nyata, lalu menyebarkannya ke masyarakat yang mengakibatkan demokrasi di Indonesia kali ini cukup berbeda yang menjadi sumber baru konflik di era digital saat ini.

Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa di zaman yang serba modern ini, AI sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia untuk berbagai bidang seperti berkampanye secara online yang beberapa menggunakan AI atau untuk keperluan publik maupun pemerintah. Oleh karena itu, peran pemerintah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam mengelola dampak AI agar demokrasi tetap berjalan dengan sehat.

Pemerintah harus lebih teliti dalam mendeteksi dan menangani konten AI yang dapat berpotensi merusak demokrasi, seperti hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.

Di sisi lain masyarakat harus lebih bijak dan kritis dalam menerima informasi, dengan cara memverifikasi dan tidak langsung mempercayai berita yang tersebar tanpa membacanya dengan teliti. Hal ini penting karena algoritma AI dapat mempercepat penyebaran informasi yang salah, sehingga berisiko mengganggu proses demokrasi yang adil dan transparan.

Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, AI dapat dimanfaatkan untuk memperkuat demokrasi, bukan sebaliknya. AI harus menjadi alat yang membantu meningkatkan partisipasi warga, transparansi, dan keadilan di era digital, sehingga demokrasi di Indonesia dapat berkembang secara positif dan berkelanjutan.


(miq/miq)