Mencermati Rencana Pengadaan Jet Tempur Indonesia Periode 2025-2029

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Pada tanggal 14 Agustus 2025 silam, Utusan Khusus Presiden Korea Selatan Cho Jeong-sik melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Jakarta. Dalam lawatan tersebut, disampaikan undangan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung kepada Prabowo untuk menghadiri KTT APEC yang akan diselenggarakan pada akhir Oktober 2025 di Gyeongju, Korea Selatan.
Dalam bidang perdagangan pertahanan dan industri pertahanan, Korea Selatan dan Indonesia sejak dua dekade lalu memiliki kerjasama yang cukup intensif, termasuk kemitraan pengembangan dan produksi jet tempur generasi 4.5 yang dikenal sebagai KF-21. Setelah terlibat dalam tahap technology development, Indonesia selanjutnya berpartisipasi dalam Engineering, Manufacturing and Development (EMD) fase pertama KF-21 yang berlangsung sejak 2016 sampai 2026.
Merupakan suatu fakta bahwa EMD tahap pertama memberikan sejumlah tantangan bagi Indonesia yang bisa dijadikan sebagai lesson learned dalam kerja sama pengembangan teknologi maju. Tidak ada Program Office KF-21 di Kementerian Pertahanan, pemahaman yang tidak sama terhadap kontrak EMD KF-21, kekosongan rezim keamanan teknologi dan penahanan lima insinyur PT Dirgantara Indonesia selama 15 bulan tercatat sebagai beberapa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.
Pada sisi lain, Indonesia tidak memenuhi kesepakatan awal untuk menanggung cost share program senilai 20 persen, karena pascatahun 2014, program KF-21 tidak dipandang sebagai komitmen internasional Indonesia. Pada Juni 2025 silam, Jakarta dan Seoul telah meneken kesepakatan pengurangan cost share Indonesia dalam EMD tahap pertama dari 20 persen (KRW 1,7 triliun) menjadi tujuh persen (KRW 600 miilar).
Walaupun terdapat pengurangan cost share yang harus ditanggung oleh Indonesia, Korea Selatan dan Indonesia sejak beberapa bulan lalu sedang melakukan diskusi teknis tentang pengalihan purwarupa kelima KF-21 ke Indonesia. Menurut rencana, prototipe berkursi tandem tersebut akan dikirimkan ke Indonesia pada pertengahan 2026 andaikata kedua negara mencapai kesepakatan, di mana salah satu isu kritis menyangkut keamanan teknologi.
Pengalihan purwarupa yang akan terjadi di tahun terakhir EMD tahap pertama menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana nasib partisipasi lanjutan Indonesia dalam program KF-21 yang sebelum akhir dekade depan akan dikembangkan menjadi penempur generasi kelima. Pertanyaan pokok yang mengemuka ialah apakah Indonesia akan melakukan pembelian pesawat tempur yang mengadopsi sistem pendorong lisensi GE Aerospace F414-GE-400K atau tidak?
Kemunculan pertanyaan demikian disebabkan oleh ketidakjelasan komitmen Indonesia terkait pengadaan KF-21, walaupun ada Memorandum of Understanding (MoU) yang menyebut Indonesia akan membeli 48 unit. Sementara di sisi lain, Indonesia justru sangat berhasrat memborong jet tempur yang secara sepihak diklaim oleh pembuatnya sebagai generasi kelima, walaupun tidak ada data yang dapat mendukung klaim tersebut.
Terkait dengan pertanyaan itu, Defense Acquisition Program Administration dan Kementerian Pertahanan Indonesia pada Juli 2025 di Sacheon telah menjajaki partisipasi lanjutan Indonesia dalam program KF-21 pascatahapan EMD fase pertama berakhir. Penjajakan tersebut menyangkut cost share Indonesia dalam program KF-21, di mana sebelumnya sudah disepakati bahwa Jakarta hanya menanggung tujuh persen pada EMD tahap pertama.
Mengingat bahwa EMD tahap kesatu akan berakhir 2026, Korea Selatan memiliki aspirasi agar cost share Indonesia dalam program KF-21 tetap 20 persen dengan perincian 13 persen dibayarkan antara 2026 hingga 2034. Dana senilai KRW 1,1 triliun yang akan dibayarkan oleh Indonesia saat fase produksi dimaksudkan untuk membiayai program pengadaan KF-21 Indonesia.
Penjajakan pembayaran 13 persen cost share selama tahap produksi KF-21 berangkat dari surat Menteri Keuangan kepada Menteri Pertahanan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran pada pertengahan 2023 yang menyatakan bahwa pada periode 2025-2034 pemerintah memiliki ruang fiskal sebesar Rp 1,3 triliun per tahun bagi pembiayaan program KF-21. Karena Korea Selatan akan menutup rekening EMD tahap pertama pada tahun depan, kini dijajaki peluang agar dana yang disiapkan oleh Kementerian Keuangan tetap dapat dibelanjakan sebagaimana mestinya.
Sudah seharusnya Indonesia melakukan akuisisi KF-21 dalam beberapa tahun ke depan untuk kepentingan pertahanan mengingat bahwa negeri ini sudah berinvestasi para program tersebut. Bila dalam satu tahun ke depan Indonesia memutuskan menandatangani kontrak jet tempur itu, penyerahan dua unit pertama KF-21 berkursi tandem dapat dilakukan kepada Indonesia pada 2028 atau sebelum pemilu presiden 2029.
Terkait dengan aspirasi Indonesia untuk mengoperasikan pesawat tempur generasi kelima, KF-21 adalah low hanging fruit bagi negeri ini untuk mencapai keinginan tersebut. Seperti telah disebutkan, KAI akan mengembangkan KF-21 yang saat ini berstatus generasi 4.5 menjadi generasi kelima (KF-21EX) pada dekade mendatang dengan perubahan desain rak penempatan senjata menjadi internal weapon bay dan adopsi engine buatan domestik.
Hanwha Aerospace bersama mitra asing akan segera mengembangkan sistem pendorong baru yang akan mendukung KF-21EX dengan perkiraan daya dorong antara 15.000 lbf hingga 18.000 lbf. Langkah Korea Selatan menggandeng produsen engine asing dalam pengembangan engine baru dengan daya dorong yang telah disebutkan sangat masuk akal dengan mempertimbangkan desain airframe KF-21 dan kerumitan teknis dalam pengembangan sistem pendorong dengan thrust 20.000 lbf ke atas.
Dengan kata lain, Korea Selatan ingin mematangkan kemampuan pengembangan engine dengan daya dorong di bawah 20.000 lbf terlebih dahulu dan tidak meniru Turki yang hendak meloncat dari pengembangan sistem pendorong dengan thrust 6.000 lbf langsung ke 35.000 lbf. Kompleksitas pengembangan sistem pendorong jet tempur tidak dapat dipandang sebelah mata, bahkan hal ini menimpa pula China yang sampai kini belum dapat menghasilkan engine yang dapat memadukan antara kinerja, keandalan dan produksi dengan presisi tinggi seperti kemampuan yang dimiliki oleh beberapa produsen Barat.
Apabila Indonesia memutuskan menjadi konsumen asing pertama KF-21, PT Dirgantara Indonesia bukan saja akan melakukan manufaktur sejumlah komponen jet tempur pesanan Indonesia, namun juga produksi komponen serupa pesanan negara-negara lain. Dengan kata lain, KAI akan menjadikan PT Dirgantara Indonesia sebagai tier satu rantai pasok global KF-21 di mana semua pesanan yang diterima pasti akan diberikan ke Indonesia untuk beberapa pekerjaan terkait aerostructure.
Jika pemerintah Indonesia memiliki niat, Indonesia bisa mendesak kepada Korea Selatan agar menjadikan PT Dirgantara Indonesia sebagai Final Assembly and Check-Out (FACO) bagi setiap KF-21 yang dipesan oleh negara-negara Asia Tenggara. Kini pilihan tergantung pada pemerintah Indonesia, apakah akan mengambil KF-21 sebagai low hanging fruit dengan segala potensi ekonomi yang akan mengikuti atau mengikuti bisikan pihak tertentu untuk membeli pesawat tempur yang dikategorikan sebagai kucing dalam karung.