Gelombang Demonstrasi dan Ujian bagi Sektor Pariwisata Indonesia

Taufan Rahmadi CNBC Indonesia
Senin, 01/09/2025 09:15 WIB
Foto: Massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat terus memenuhi area di depan Gedung DPR/MPR/DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (29/8/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai kota besar Indonesia pascainsiden tragis tewasnya seorang pengemudi ojek daring di tengah aksi massa, kini bukan hanya menjadi sorotan domestik. Berbagai media internasional besar menyorotinya secara serentak.


Narasi mereka relatif seragam: Indonesia digambarkan sebagai negara yang sedang dilanda gejolak politik, aparat keamanan yang dinilai represif, serta kepemimpinan baru yang sedang menghadapi ujian berat di awal masa jabatan.

Framing seperti ini tentu cepat membentuk persepsi global. Dalam era keterhubungan informasi yang begitu cepat, citra Indonesia di mata publik dunia bisa dalam sekejap bertransformasi dari destinasi yang semarak budaya dan ramah wisatawan, menjadi negara yang dipandang penuh risiko instabilitas.

Dampak Langsung bagi Pariwisata
Pertama, persepsi keamanan akan langsung terpengaruh. Label "destinasi yang tidak aman" mudah melekat, terutama bagi kota-kota yang disebut dalam liputan internasional. Persepsi inilah yang paling sulit dipulihkan karena menyangkut trust wisatawan, baik individu maupun kelompok.

Kedua, konsekuensinya adalah munculnya travel advisory dari sejumlah negara. Biasanya, status yang diberikan minimal berupa exercise increased caution bagi warganya yang hendak berkunjung. Meski terkesan sederhana, imbauan semacam ini kerap memicu penurunan kunjungan wisatawan mancanegara secara signifikan.

Ketiga, ancaman terbesar ada pada sektor MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions). Indonesia sedang berusaha keras menjadi tuan rumah berbagai event internasional, namun persepsi instabilitas politik dan keamanan dapat membuat para penyelenggara global menunda, bahkan memindahkan lokasi acara mereka ke negara lain yang dianggap lebih stabil.

Keempat, investasi pariwisata ikut terdampak. Hotel, resort, hingga taman rekreasi adalah sektor yang sangat sensitif terhadap isu stabilitas. Ketika media internasional menggarisbawahi potret gejolak sosial-politik di Indonesia, investor tentu akan bersikap lebih hati-hati dalam mengambil keputusan ekspansi.

Potensi Efek Domino
Jika situasi ini tidak segera direspons dengan langkah pemulihan citra yang tegas, Indonesia berpotensi mengalami efek domino jangka menengah.

Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa gejolak politik yang diliput masif media internasional dapat menekan kunjungan wisatawan secara drastis. Thailand pada 2010, atau Hong Kong pada 2019, adalah contoh nyata di mana kunjungan turis turun hingga 20%-40% hanya dalam kurun waktu kurang dari setahun.

Jalan Pemulihan
Menghadapi situasi ini, yang dibutuhkan bukan sekadar manajemen krisis di level politik, tetapi juga langkah strategis untuk menjaga citra Indonesia sebagai destinasi wisata dunia. Pemerintah perlu tampil dengan clear statement dan fast action yang menegaskan keberpihakan pada keadilan, penegakan hukum yang transparan, serta jaminan keamanan bagi publik dan wisatawan.

Di sisi lain, pemangku kepentingan pariwisata, mulai dari pelaku industri hingga asosiasi, harus bersatu mengirim pesan positif bahwa Indonesia tetap ramah, terbuka, dan aman untuk dikunjungi. Diplomasi pariwisata juga perlu digerakkan, bukan hanya lewat promosi destinasi, tetapi melalui komunikasi yang menyejukkan di ranah internasional.

Penutup
Pariwisata adalah sektor yang paling cepat menerima dampak dari persepsi ketidakstabilan, namun juga yang paling cepat bangkit ketika citra positif berhasil dipulihkan. Situasi ini hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk merespons dengan bijak, memastikan bahwa krisis yang terjadi tidak berlarut-larut menjadi krisis kepercayaan internasional.

Indonesia punya modal besar keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramahtamahan masyarakat. Namun semua itu hanya akan bernilai bila dunia melihat Indonesia sebagai negara yang stabil dan aman. Karena itu, respons cepat, tepat, dan menyejukkan menjadi kunci agar pariwisata tetap dapat menjadi wajah terbaik bangsa di mata dunia.


(miq/miq)