Merdeka Energi: Warisan Sejati Kemerdekaan untuk Generasi Selanjutnya

Feiral Rizky Batubara, CNBC Indonesia
18 August 2025 04:30
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara merupakan pemerhati kebijakan publik dan praktisi ketahanan energi. Feiral telah lama berkiprah dalam perumusan kebijakan energi nasional, mengawal transisi menuju ketahanan energi yang berkelanjutan. Ia juga merupakan Ketua Dewan P.. Selengkapnya
Prosesi upacara peringatan penurunan bendera pusaka merah putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Sekretariat Presiden)
Foto: Prosesi upacara peringatan penurunan bendera pusaka merah putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025). (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Setiap Agustus kita kibarkan bendera merah-putih, tapi ada pertanyaan penting yang perlu kita jawab, apakah kita benar-benar merdeka dalam mengelola energi bangsa?

Bagi penulis, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai karena kita belum sepenuhnya "merdeka" dalam energi: kemampuan mengelola sumbernya secara mandiri, berkelanjutan, dan adil. Ketergantungan terhadap impor minyak dan LPG yang nilainya tembus US$ 36,2 miliar pada 2024. Hal ini menjadikan ekonomi kita rentan.

Krisis energi global 2022 kemudian sempat menghantam, harga minyak mencapai US$ 120/barel, subsidi pun melejit, pangan dan neraca dagang ikut terguncang.
Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa kekayaan alam harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.

Kini saatnya semangat itu diwujudkan lewat energi terbarukan yang ekonomis dan merata. Indonesia sejatinya memiliki berkah energi yang melimpah, lebih dari 200GW potensi surya, 75GW hidro, 29GW panas bumi, 60GW angin, dan 32GW biomassa. RUPTL 2025-2034 pun menganggarkan penambahan besar: angin7,2GW, surya17,1GW, hidro11,7GW, panas bumi5,2GW, dan bioenergi0,9GW.

Kemerdekaan energi tak hanya mengenai pembangkit besar, tapi soal kehidupan sehari-hari. Di desa perbatasan Kalimantan Utara, listrik genset 6 jam kini berganti 24 jam lewat kombinasi PLTS, PLTB, dan baterai lokal. Anak-anak bisa belajar malam, UMKM berkembang, biaya hidup turun. Praktik ini membuktikan bahwa merdeka dari sisi akses dan suplai energi dapat membuka pintu ekonomi dan kebanggaan.

Namun, merdeka energi membutuhkan strategi konkret. Setiap daerah perlu memanfaatkan potensi lokal: angin di NTT dan Sulsel, air di Papua dan Kalimantan, panas bumi di Jawa dan Sumatra, serta energi pantai di Maluku dan Sulawesi. Peta potensi energi per provinsi yang terkoneksi transmisi nasional menjadi kunci pemerataan pasokan.

Kemandirian juga berarti mengolah sendiri bahan baku kritis seperti nikel, kobalt, mangan, dan litium, bukan hanya mengekspor bahan mentah. Targetnya: pada 2030 seluruh baterai EV dan penyimpanan energi diproduksi dalam negeri, dan pada 2045 Indonesia menjadi eksportir teknologi energi bersih, bukan cuma komoditas.

Cadangan strategis energi juga harus diprioritaskan. Perpres Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE) membentuk mekanisme penyediaan minyak, bensin, dan LPG sebagai buffer menghadapi krisis atau darurat energi. Ini diamanatkan melalui Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, UU Nomor 30/2007, dan PP Nomor 79/2014, serta dioperasikan oleh DEN dan ESDM untuk jangka panjang hingga 2035.

Transisi berkelanjutan harus disertai juga keadilan sosial: pekerja tambang dan minyak harus mendapat pelatihan ulang untuk pekerjaan di era hijau. Subsidi energi mesti difokuskan untuk melindungi kelompok rentan dan mendorong efisiensi. Tanpa keadilan, transformasi tidak akan berjalan lancar.

Jika konsisten dijalankan, proyeksi tahun 2045 adalah 100% elektrifikasi dengan 80% pasokan dari energi terbarukan, impor BBM dan LPG bisa dipangkas hingga 90%, devisa bisa mengalami penghematan lebih dari US$ 30 miliar per tahun, dan emisi energi turun lebih dari 70% dibanding 2020. Indonesia bisa jadi pengekspor energi bersih ke ASEAN, memanfaatkan ASEAN Power Grid dan perdagangan hidrogen hijau ke Singapura, Jepang, Korea, dan Uni Eropa.

Kini saatnya pemerintah, pelaku bisnis, akademisi, dan masyarakat menyatukan visi untuk menjadikan Merdeka Energi sebagai warisan kemerdekaan sejati. Dengan komitmen kuat, investasi strategis, dan kebijakan progresif, Indonesia bisa menjadikan energi bersih, terjangkau, dan mandiri sebagai motor penggerak kemajuan bangsa, sebuah warisan nyata untuk anak dan cucu.


(miq/miq)