Prabowo Menapaki Jejak Sumitro pada Masa Kini: Sebuah Tinjauan Kritis

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Kita menyambut baik ide dan gagasan Presiden Prabowo Subianto menggerakkan perekonomian masyarakat, dengan mendirikan sekitar 80.081 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). Tentunya kita berharap, peresmian kelembagaan koperasi ini merupakan bagian dari gerakan besar membangun ekosistem ekonomi desa yang modern dan berpihak pada rakyat kecil. Gagasan Koperasi Merah Putih kembali membangkitkan asa untuk menggerakkan ekonomi masyarakat secara masif.
Sebagaimana peran dan fungsi koperasi yang selama ini dipahami, tidak hanya menjadi wadah produksi dan distribusi ekonomi anggota atau masyarakat, tetapi juga punya misi tersendiri, yaitu untuk memotong rantai pasok yang sangat panjang, memberantas tengkulak dan rentenir yang selama ini menggerogoti penghasilan masyarakat kecil.
Tetapi juga, mampu melakukan pemberdayaan petani, nelayan, serta pelaku ekonomi desa dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan, serta ekonomi kerakyatan yang selama ini menjadi urat nadi perekonomian nasional.
Koperasi memiliki landasan yang kuat secara konstitusi dan aturan hukum. Pasal 33 (1) UUD 1945 adalah dasar konstitusional sistem perekonomian Indonesia. Pasal ini menekankan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Termasuk keberadaan regulasi yang mengatur koperasi di Indonesia saat ini adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Usaha bersama yang terdapat dalam konstitusi tersebut hanya pas jika disandingkan dengan koperasi. Oleh sebab itu, Koperasi Merah Putih yang baru diresmikan mampu mewujudkan cita-cita konstitusi tersebut.
Kisah sukses koperasi di berbagai negara selalu dikaitkan dengan alat perjuangan rakyat kecil untuk menjadi kuat secara ekonomi. Koperasi Merah Putih haruslah menjadi gerakan nasional strategis untuk memotong dominasi ekonomi oleh pihak-pihak besar (usaha besar) yang selama ini menghambat kemajuan rakyat. Di negara-negara yang memiliki koperasi yang berhasil, haruslah memiliki bidang usaha-usaha yang selaras dengan anggotanya, peternak, petani, nelayan serta pengrajin.
Kita berharap pemerintah benar-benar serius mempersiapkan Koperasi Merah Putih sebaik mungkin, dengan membangun infrastruktur yang kuat seperti gudang penyimpanan yang layak, cold storage, gerai sembako, apotek, hingga kendaraan logistik.
Bahkan perlu didukung, dengan fasilitas pinjaman super mikro untuk mempermudah distribusi barang dan perputaran ekonomi desa. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan dan kapasitas SDM yang memadai untuk mengelola Koperasi Merah Putih dengan profesional.
Beberapa Catatan Penting untuk Koperasi Merah Putih
Tetapi di balik gegap gempita untuk menyambut peresmian Koperasi Merah Putih tersebut, kita tetap perlu terus belajar dari kesalahan masa lalu dalam pengelolaan Koperasi Unit Desa (KUD) yang terlalu mengandalkan bantuan pemerintah, sehingga gagal membangun komunitas ekonomi (community base) yang kuat.
Jadi keberadaan koperasi tidak bisa dilepaskan dari komunitas ekonomi masyarakat yang kuat. Selain itu, kegagalan pengelolaan KUD banyak disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tata kelola yang buruk, kurangnya profesionalisme pengurus, korupsi, dan ketergantungan pada bantuan pemerintah yang berlebihan.
Sumber pembiayaan Koperasi Merah Putih juga perlu dicermati. Rencana Pemerintah Koperasi Merah Putih akan dibiayai oleh bank-bank anggota Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), memiliki beberapa kelemahan, terutama terkait potensi kredit macet, risiko korupsi, dan dampak negatif pada perekonomian desa.
Meskipun bertujuan untuk memberdayakan ekonomi desa, program ini juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan dana dan pengawasan yang lemah, yang dapat mengarah pada masalah keuangan dan penyalahgunaan. Jika Himbara ditugaskan mendanai Koperasi Merah Putih, maka dikhawatirkan akan berdampak terhadap reputasi Danantara Indonesia. Rencana untuk menarik investasi global dan berkolaborasi dengan SWF lainnya, tentunya akan sulit untuk dijalankan.
Rencana Koperasi Merah Putih untuk menjalankan sejumlah usaha yang sudah dijalankan selama ini oleh UMKM dan BUMDes di antaranya perdagangan sembako, bibit, pupuk, token Listrik, air galon dan lain-lain dikhawatirkan Koperasi Merah Putih tidak akan memberikan dampak besar (multiplier effect) bagi pertumbuhan ekonomi, karena ia hanya men-take-over bisnis yang sudah ada, justru ini berpotensi membuat bisnis UMKM atau BUMDes yang sudah berjalan selama ini menjadi bermasalah.
Alih-alih memperkuat BUMDes yang sudah ada, pemerintah justru menambah struktur kelembagaan baru tanpa kejelasan integrasi. Menambah koperasi baru justru bisa memperburuk situasi apabila tidak diiringi dengan koordinasi yang jelas dan sistem kelembagaan yang saling melengkapi.
Pengoperasian Koperasi Merah Putih secara masif sebanyak 80.081 tentunya memiliki risiko yang tidak ringan. Alangkah baiknya jika dilakukan secara bertahap, dengan membuat 1.000-5.000 pilot project. Pelaksanaan bertahap ini penting untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas koperasi, serta meminimalkan risiko.
Pendekatan bertahap memungkinkan evaluasi kinerja setiap tahap, sehingga dapat diidentifikasi kelebihan dan kekurangan sebelum diterapkan secara luas. Jika suatu tahap menunjukkan hasil yang baik, maka dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya dengan optimisme. Koperasi dapat mempersiapkan diri dengan baik, termasuk dalam hal sumber daya manusia, infrastruktur, dan sistem pengelolaan, sebelum memasuki tahap operasional penuh.
Pemerintah perlu segera melakukan pembaharuan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Regulasi UU Koperasi tersebut dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan koperasi modern. UU yang sudah berusia kurang lebih 30 tahun dan dianggap tidak lagi mampu menampung aspirasi serta kebutuhan koperasi saat ini.
Revisi UU Koperasi mendesak untuk mengakomodasi perkembangan koperasi yang dinamis. Selain itu, diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat dan relevan bagi perkembangan koperasi Merah Putih, serta mengakomodasi berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh Koperasi saat ini.
Koperasi Merah Putih sebagai inisiatif pemberdayaan ekonomi desa, diharapkan memperhatikan kearifan lokal dalam operasionalnya. Ini berarti koperasi perlu mempertimbangkan nilai-nilai, adat istiadat, dan potensi sumber daya alam serta manusia yang ada di desa tersebut.
Dengan demikian, koperasi dapat menjadi agen pembangunan yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik masyarakat setempat. Dengan memperhatikan kearifan lokal, Koperasi Merah Putih diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing.
Kita menyambut baik inisiatif dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan akselerasi perekonomian masyarakat dengan mendirikan Koperasi Merah Putih sebanyak 80.081 dan anggarannya mencapai Rp400 triliun. Sudah selayaknya Koperasi Merah Putih dipersiapkan secara matang dan terencana dengan baik. Jangan sampai yang sudah dilakukan hanya sebatas menggantang asap, sehingga asa yang sudah terbangun sirna begitu saja.