Jalan Berliku Aturan Konsesi bagi Penyandang Disabilitas

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Selama ini, kecerdasan murid kerap diukur hanya melalui penguasaan mata pelajaran ilmu pasti atau bahasa asing. Murid yang memperoleh nilai di atas Kriteria
Ketuntasan Tujuan Pembelajaran (KKTP) sering dianggap sebagai siswa yang cerdas.
Namun pada kenyataannya, capaian nilai yang tinggi tersebut baru merefleksikan pemahaman konseptual dasar, belum menyentuh aspek aplikatif maupun reflektif dari proses belajar. Hal ini menunjukkan adanya keterbatasan dalam pendekatan penilaian yang digunakan.
Sebagai contoh, meskipun mayoritas murid SMP Negeri 1 Ngawi memperoleh nilai sesuai atau melampaui KKTP dalam mata pelajaran Seni Musik selama tiga tahun, sebagian besar dari mereka ternyata belum benar-benar menguasai alat musik, khususnya gitar, sebagai salah satu materi pembelajaran utama.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses pembelajaran Seni Musik di sekolah masih minim praktik langsung dan eksplorasi kreatif. Di sisi lain, kebiasaan
murid menghabiskan waktu dengan doomscrolling terhadap konten-konten yang bersifat kurang mendidik (brainrot) turut berdampak pada menurunnya disiplin dan
daya cipta mereka.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan sebuah upaya untuk meningkatkan pengalaman belajar ke tingkat yang lebih aplikatif dan reflektif, yang tidak hanya menumbuhkan keterampilan praktis, tetapi juga kreativitas dalam memainkan alat musik. Inisiatif ini sejalan dengan tujuan utama Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menekankan pentingnya pengembangan potensi peserta didik secara utuh.
Oleh karena itu, mulai tahun ajaran 2024/2025, sekolah meluncurkan program "Generasi Inspiratif Terampil Alat Musik Remaja Spensa (GITAR SPENSA)" yang ditujukan bagi seluruh peserta didik baru kelas VII, dengan fokus pada penguasaan alat musik gitar secara bertahap, kreatif, dan menyenangkan.
Gitar merupakan instrumen yang paling sering dimainkan oleh musisi. Berdasarkan penelitian oleh Yüksel (2022) terhadap 188 siswa sekolah menengah pertama di Ankara, Turki, ditemukan bahwa siswa yang memainkan alat musik memiliki tingkat konsep diri yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak bermusik.
Penelitian tersebut menggunakan instrumen Piers-Harris Children's Self-Concept Scale dan menunjukkan bahwa siswa yang bermain alat musik menunjukkan peningkatan dalam aspek penyesuaian perilaku, kebebasan dari kecemasan, serta kebahagiaan dan kepuasan diri. Temuan ini menguatkan bahwa pembelajaran seni musik, seperti gitar, tidak hanya meningkatkan keterampilan musikal, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perkembangan psikologis dan emosional siswa pada usia remaja awal.
Maraknya konsumsi konten brainrot di kalangan siswa terbukti berdampak negatif terhadap rentang perhatian mereka. Akibatnya, kesabaran dan kedisiplinan
menjadi tantangan yang semakin sulit diwujudkan dalam proses pembelajaran. Musik menawarkan efek sebaliknya, yaitu melalui proses latihan yang konsisten untuk
menguasai sebuah lagu, siswa dilatih untuk fokus, tekun, dan disiplin, sehingga dapat memperpanjang rentang perhatian mereka secara bertahap.
Kebiasaan ini memberikan dampak positif yang dapat dialihkan ke berbagai aktivitas produktif lain yang merangsang kreativitas. Dari sisi kesehatan mental, aktivitas bermusik dapat menenangkan pikiran, menurunkan tingkat stres dan temperamen, bahkan berkontribusi pada penurunan tekanan darah. Selain itu, pembelajaran seni musik juga membuka peluang bagi siswa untuk mengeksplorasi potensi karier di masa depan, baik di bidang seni maupun industri kreatif lainnya.
Untuk mendukung keberhasilan program, muatan kurikulum Seni Musik disesuaikan secara terstruktur. Pada semester ganjil, peserta didik akan mempelajari
dasar-dasar teori musik meliputi tangga nada, teknik penjarian, dan pengenalan akor. Memasuki semester genap, pembelajaran difokuskan pada pendalaman akor serta
penerapannya dalam memainkan lagu-lagu sederhana.
Implementasi program GITAR SPENSA terintegrasi dalam mata pelajaran Seni Musik selama tiga jam pembelajaran setiap minggu, yang terdiri atas satu jam untuk teori dan dua jam untuk praktik permainan gitar. Pembagian ini dirancang untuk menyeimbangkan pemahaman konseptual dengan keterampilan teknis siswa secara berkelanjutan.
Untuk memantau keberhasilan program, asesmen terhadap peserta didik dan supervisi pembelajaran guru menjadi dua komponen utama yang diperhatikan. Asesmen teori relatif dapat dilalui dengan baik oleh sebagian besar siswa.
Sementara itu, supervisi dilaksanakan dua kali, masing-masing pada semester ganjil dan genap, dengan memberikan gambaran perkembangan yang berbeda. Pada supervisi semester ganjil yang dilaksanakan pada Oktober 2024, siswa menunjukkan antusiasme tinggi, tampak dari ekspresi gembira dan kesiapan mereka dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Praktik menguasai akor dasar memunculkan karakter positif, seperti ketangguhan dan semangat belajar yang mengesankan bagi guru pengampu. Dalam sesi wawancara, mayoritas siswa mengeluhkan rasa nyeri pada jari akibat adaptasi awal dengan instrumen gitar, terutama bagi mereka yang sebelumnya belum pernah bermain alat musik tersebut.
Meski demikian, kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus berlatih. Bahkan, kolaborasi spontan antarsiswa pun tumbuh ketika salah satu siswa mengalami kesulitan meletakkan jemari dengan benar, teman di sebelahnya sigap membantu mengoreksi.
Interaksi ini membentuk ekosistem pembelajaran yang suportif, di mana siswa menyadari bahwa proses belajar bukanlah perjalanan individual, melainkan usaha kolektif yang saling menguatkan.
Pada supervisi semester genap, suasana kelas tampak lebih hidup. Sebagian besar siswa telah menguasai akor dasar dan mulai mengaplikasikannya dalam bentuk
pengiring lagu. Hasil dari kedisiplinan dan ketekunan yang dibangun pada semester sebelumnya mulai terlihat.
Mereka mampu memainkan lagu-lagu sederhana, seperti lagu tradisional "Wiwit Aku Isih Bayi" dan lagu populer dari Sheila On Seven yang berjudul "Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki." Capaian ini menjadi bukti bahwa pendekatan pembelajaran berbasis praktik dan kolaboratif mampu meningkatkan kompetensi musikal sekaligus membentuk karakter positif pada siswa.
Seiring dengan meningkatnya keterampilan bermusik, rasa percaya diri siswa pun semakin tumbuh. Hal ini terlihat dari partisipasi siswa kelas VII dalam acara Comfest Ahad Pahingan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Ngawi pada 22 April 2025.
Dalam kegiatan yang berkolaborasi dengan Gelar Karya P5 dan mengangkat tema kearifan lokal tersebut, para siswa menampilkan pertunjukan gitar ansambel yang dipadukan dengan ekstrakurikuler kerawitan, membawakan lagu-lagu daerah dalam harmoni lintas budaya yang memukau.
Lebih dari itu, SMP Negeri 1 Ngawi berhasil melaju ke ajang seleksi nasional Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2025 dalam kategori ansambel campuran, mewakili Kabupaten Ngawi. Tim ansambel yang seluruh anggotanya berasal dari kelas VII ini membawakan perpaduan alat musik gitar, pianika, dan bass cello.
Sebuah pencapaian membanggakan yang menunjukkan bagaimana program ini membentuk keterampilan musikal sekaligus menumbuhkan semangat berprestasi.
Testimoni siswa pun memperkuat dampak emosional dan personal dari program ini.
Dalam sebuah wawancara, Aurel, salah satu siswa kelas VII, menyampaikan rasa bangganya karena kini ia mampu mengiringi pujian di gereja. Siswa lainnya mengaku bahwa ia telah menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan melalui alunan gitar. Bahkan, kemampuan teknis mereka pun berkembang.
Kini mereka sudah mampu melakukan stem gitar secara mandiri dengan menyelaraskan frekuensi antarsenar. Perubahan ini mencerminkan tumbuhnya karakter, kemandirian, dan rasa memiliki yang menjadi fondasi penting dalam pendidikan berbasis seni dan nilai.
Dengan berbagai capaian yang telah diraih, penulis meyakini bahwa program GITAR SPENSA telah memberikan dampak positif yang signifikan, baik pada level
individu maupun kelembagaan. Siswa menunjukkan semangat belajar yang meningkat, terbentuk kelompok musik yang aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sekolah maupun luar sekolah, serta meningkatnya citra sekolah sebagai institusi yang mendukung pengembangan potensi siswa secara menyeluruh.
Dalam jangka panjang, GITAR SPENSA diharapkan dapat menjadi model pembelajaran seni berbasis minat yang mampu di replikasi oleh satuan pendidikan lain sebagai bagian dari strategi pembelajaran yang adaptif, inspiratif, dan membentuk karakter.