Dilema Strategis Hubungan RI-China: Antara Balancing & Peluang Ekonomi

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Di tanah sekecil Djibouti, dua kekuatan terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China berdiri hanya beberapa kilometer. Tanpa suara tembakan, mereka sedang bersaing membangun dominasi.
Keduanya memiliki pangkalan militer tetap di Djibouti yang menjadikannya satu-satunya negara di dunia yang menjadi tuan rumah bagi dua kekuatan yang secara terbuka bersaing di berbagai hal.
Secara geografis, letak Djibouti sendiri di persimpangan jalur laut tersibuk dunia, yakni di Selat Bab el-Mandeb yang menghubungkan Laut Merah dengan Teluk Aden, yang merupakan akses utama menuju Terusan Suez.
Setiap tahun, jutaan barel minyak serta komoditas global melewati jalur ini, sehingga tak heran jika negara-negara besar berlomba untuk mengamankan jalur strategis yang mendukung kepentingan negara masing-masing di antaranya dengan menempatkan pangkalan militer strategis di luar negeri.
Secara politik luar negeri, negara-negara di sekitar Djibouti bergantung dengan Djibouti karena akses regional dan jalur transportasi, sedangkan Djibouti sendiri bergantung pada kemampuan finansial tetangganya.
Amerika Serikat: Camp Lemonnier dan Jaringan Regional
Untuk AS, Djibouti bukan mitra kecil, namun mitra strategis di kawasan Afrika. Adanya sebuah pangkalan militer AS bernama Camp Lemonnier di Djibouti menunjukkan
pentingnya peran Djibouti bagi AS khususnya untuk mendukung operasi militer sekaligus kepentingan AS di kawasan Afrika maupun Timur Tengah.
Lokasi Djibouti yang strategis dalam jalur perdagangan dunia serta berdekatan dengan hampir seluruh sekutu AS di kawasan sangat membantu, khususnya dalam dukungan logistik hingga operasi tempur, baik di udara maupun di laut.
Pangkalan militer AS di Djibouti terletak di sebelah Bandara Internasional Djibouti-Ambouli, lokasi yang sangat strategis karena cukup ideal untuk melaksanakan operasi tempur yang membutuhkan waktu cepat. Fasilitas militer tersebut awalnya milik Perancis yang kemudian disewa oleh AS sejak tahun 2002 dalam rangka kampanye Global War On Terror (GWOT).
Djibouti juga menjadi salah satu "hub" bagi AS dalam rangka upaya mendukung GWOT khususnya untuk kegiatan kontraterorisme. Ancaman bagi AS tidak berhenti di sana, keberadaan organisasi teroris yang terafiliasi Al Qaeda cukup berkembang di Somalia sehingga membutuhkan inisiasi keamanan yang lebih cepat.
Kemudian ancaman Yaman yang secara terus-menerus menunjukkan ancaman transnasional hingga keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang terus meningkatkan kewaspadaan AS yang berkaitan dengan stabilitas kawasan hingga kepentingan nasionalnya.
Dukungan operasional pangkalan ini juga diberikan kepada Central Intelligence Agency (CIA) untuk mendukung operasi mereka di kawasan itu. Secara strategis, selain Camp Lemonnier digunakan untuk pusat operasi kontra terorisme AS di kawasan Afrika, juga digunakan sebagai basis dari UAV MQ-1, predator yang digunakan
untuk mendukung operasi intelijen maupun operasi tempur ke Afrika maupun Timur Tengah.
Hubungan yang telah dibangun antara kedua negara sangat baik, hal ini dibuktikan pada tahun 2011, Pentagon memperluas Camp Lemonnier guna mendukung kepentingan AS dengan pasukan yang lebih lengkap dari tiga matra sehingga Camp Lemonnier yang dalam kendali United States Africa Command (USAFRICOM) sejak tahun 2008 ini turut berperan dalam situasi geopolitik di kawasan sekaligus kepentingan maritim AS.
Keuntungan dengan adanya pangkalan militer ini tidak hanya untuk AS saja namun juga bagi Djibouti. Adanya pusat kontra-terorisme di Camp Lemonnier sedikit banyak memberikan manfaat dengan turut berperan dalam stabilitas situasi di kawasan yang juga secara tidak langsung membantu Djibouti dalam pertumbuhan ekonomi dan keamanan dalam negeri.
Kerja sama dengan AS tentu membuka peluang untuk transfer teknologi serta pelatihan militer dan Djibouti juga menjadi tuan rumah bagi berbagai negara mitra AS turut berperan dalam memperluas jejaring diplomatik dan keamanannya.
Dari segi ekonomi, Camp Lemonnier juga berperan dalam hal ekonomi dengan status sewa, tentu AS perlu membayar sekitar $38 juta per tahun, belum lagi proyek pembangunan infrastruktur yang besar memberikan lapangan pekerjaan yang besar, dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonominya.
China & Pangkalan Militer Pertama di Luar Negeri
Ketergantungan Djibouti terhadap China dalam bidang ekonomi turut berpengaruh pada hubungan kedua negara. Investasi China dalam proyek infrastruktur Djibouti dan utang luar negeri yang besar turut mempengaruhi kepentingan China di kawasan.
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, tidak dapat dipungkiri bahwa kepentingan China dalam mewujudkan megaproyek Belt & Road Initiative (BRI) tentu perlu diperkuat dengan pengamanan yang mumpuni. Langkah yang diperlukan adalah dengan membangun pangkalan militer pertama China di luar negeri pada tahun 2017.
Kehadiran militer ini memungkinkan China memproyeksikan kekuatan, memperluas pengaruh di Afrika, serta mendukung operasi militer maupun nonmiliter, logistik, dan penjaga perdamaian di kawasan.
Djibouti adalah titik penting dalam proyek BRI. China berinvestasi besar-besaran di infrastruktur Djibouti, seperti pelabuhan, bandara, dan zona perdagangan bebas, untuk memperlancar arus barang dan memperkuat jaringan ekonomi lintas benua.
Kehadiran China di benua Afrika tidak hanya memantapkan posisi militernya dalam proyeksi yang jauh juga sekaligus menancapkan pengaruh ekonominya dengan payung militernya. Keuntungan adanya pangkalan ini juga tidak satu pihak saja, selain China yang mendapatkan akses terhadap pengaruhnya di Afrika, Djibouti juga mendapatkan beberapa keuntungan.
Secara ekonomi, tentu Djibouti mendapatkan dana sewa yang tidak sedikit yang diperoleh dari sewa tempat, pembangunan bandara, pelabuhan hingga fasilitas logistik yang berpengaruh pada sektor ekonomi maupun membuka lapangan kerja yang luas.
Kehadiran militer asing di negaranya, turut membantu Djibouti dalam meningkatkan statusnya sebagai pemain kunci dan memperluas jangkauan diplomatiknya di kawasan.
Djibouti dalam Proxy Besar Dua Negara
Keberadaan dua pangkalan militer asing yang berjarak tidak kurang dari 15 km turut membawa resiko bagi Djibouti baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan intersepsi dan spionase dapat membawa Djibouti ke dalam konflik internasional.
Pangkalan militer AS maupun China memiliki kemampuan Signal Intelligence (SIGINT) maupun electronic warfare (EW), tentunya masing-masing pihak akan menghindari untuk terjadinya konflik terbuka, namun pengumpulan data intelijen oleh masing-masing pihak tidak terhindarkan sehingga apabila di kemudian hari timbul suatu insiden maka konfrontasi ada di depan mata.
AS menempatkan Camp Lemonnier sebagai pangkalan militernya yang bersifat permanen di kawasan Afrika yang selama ini melaksanakan operasi yang bersifat strategis dari Somalia hingga Yaman. Bagi AS, Djibouti dapat digunakan untuk mengeliminir ancaman dari Yaman, khususnya terhadap milisi pro-Iran.
Sedangkan bagi Chinaa, Djibouti dapat digunakan untuk menilai potensi ancaman, serta menentukan strategi yang tepat dalam menghadapi AS beserta sekutunya di kawasan. Dalam konflik Iran-Israel, Djibouti tentu menjadi titik simpul strategis khususnya bagi AS, karena lokasinya yang strategis menjadi pintu keluar masuknya dukungan logistik di kawasan Afrika Timur maupun Timur Tengah.
Tidak berhenti sampai di situ, Camp Lemonnier dapat digunakan sebagai pendukung operasi dengan armada UAV. Tentu apabila AS terlibat secara aktif dalam konflik tersebut, Iran dapat menganggap Djibouti bukan lagi tempat netral, sehingga kemungkinan gangguan terhadap instalasi militer AS bahkan China dapat terjadi.
Kemungkinan ini tidak lain adalah dampak dari keterlibatan AS dalam konflik Iran-Israel. Ketika Iran-Israel saling serang, dan AS terlibat dalam konflik tersebut melalui kehadiran militernya, pangkalan seperti Camp Lemonnier tidak lagi merupakan sekedar fasilitas logistik-tapi berubah menjadi bagian dari medan perang regional.
Di sisi lain, China juga tidak akan tinggal diam, dari pangkalan militernya juga ikut memantau secara aktif beragam kemungkinan baik yang berdampak bagi Beijing secara langsung maupun tidak langsung.
Djibouti telah berubah dari negara kecil menjadi panggung sunyi dalam perebutan pengaruh militer global-di mana satu kesalahan kecil, bisa menyulut konflik besar.