QRIS Tap: Menjaga Literasi untuk Mendukung Inklusi Keuangan

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Inklusi keuangan merupakan indeks untuk mengetahui tingkat distribusi keuangan, bertujuan mengurangi angka kemiskinan dan menjaga kesejahteraan finansial.
Menurut World Bank (Grafik 1), proporsi penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun dan memiliki akun perbankan meningkat dari 19,6% pada 2011 menjadi 51,8% pada 2021. Namun, sekitar 40% populasi dewasa-setara dengan 78 juta penduduk-belum memiliki akses terhadap perbankan formal.
Tantangan tersebut disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur, biaya administrasi tinggi, dan literasi keuangan yang rendah. Masyarakat jadi tetap termotivasi untuk menggunakan metode tradisional seperti arisan dan pinjaman informal sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kerentanan inflasi.
Oleh karena itu, solusi inovatif berbasis teknologi seperti Bitcoin dapat menjadi katalisator untuk memperluas akses layanan keuangan.
Bitcoin sebagai Kunci Inklusi Keuangan
Di balik kenaikan inklusi keuangan konvensional, ada pula kenaikan inklusi keuangan komposit secara signifikan. Keuangan konvensional adalah keuangan yang berdasarkan mata uang fiat, sedangkan keuangan komposit berasal dari aset-aset investasi, termasuk mata uang digital, salah satunya adalah mata uang kripto.
Mata uang kripto seperti Bitcoin, berbasis teknologi blockchain, menawarkan alternatif dengan tingkat keamanan yang tinggi dan transparansi yang sempurna. Teknologi tersebut dapat mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi sistem keuangan konvensional, seperti keterbatasan infrastruktur dan biaya administrasi tinggi.
Di Indonesia, penggunaan kripto meningkat dari 9,9 juta pengguna pada 2021 menjadi 28,52 juta pada 2024, menurut Crypto for Innovation. Lalu, apa saja manfaat Bitcoin?
1. Akses Tak Terbatas
Bitcoin memungkinkan Anda untuk membuat "dompet digital" tanpa harus membuka rekening bank. Prosesnya mudah, tanpa perlu dokumen administratif yang kompleks.
Hal itu relevan bagi masyarakat di daerah terpencil yang terhambat mengakses layanan keuangan tradisional. Cukup dengan akses melalui smartphone dan koneksi internet, selain itu, Bitcoin memungkinkan transaksi lintas negara tanpa batas geografis, memberikan solusi bagi pekerja migran dan masyarakat pedesaan yang selama ini terisolasi.
2. Biaya Transaksi Rendah
Transaksi antarnegara melalui sistem perbankan sering membutuhkan waktu beberapa hari untuk diproses dan biaya tambahannya hingga 10% dari jumlah yang dikirim. Namun, itu sudah bisa berubah.
Bitcoin memungkinkan transfer uang ke manapun menjadi jauh lebih hemat dan cepat, cukup dalam hitungan menit. Kemampuan Bitcoin untuk menyediakan transaksi murah juga mendukung perdagangan lintas negara, memberikan akses yang luas kepada usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bersaing di pasar global.
3. Studi Kasus Internasional
Negara Filipina telah meningkatkan jumlah platform berbasis blockchain yang digunakan untuk menghubungkan pekerja migran dengan keluarganya sehingga memudahkan mereka dalam transfer uang secara cepat, murah, dan aman.
Sementara itu, negara El Salvador bahkan memanfaatkan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi, yang memberikan akses ke layanan keuangan formal bagi 70% populasi yang sebelumnya tidak memiliki rekening bank. Adopsi Bitcoin di El Salvador juga memberikan pelajaran tentang pentingnya infrastruktur teknologi dan dukungan kebijakan yang matang untuk memastikan keberhasilannya.
Tantangan Mengadopsi Bitcoin di Indonesia
1. Regulasi
Saat ini, pemerintah Indonesia melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran, tetapi mengizinkannya sebagai aset investasi. Kebijakan ini menciptakan keambiguan yang dapat menghambat adopsi Bitcoin untuk tujuan inklusi keuangan.
Di bawah pengawasan Bappebti, Bitcoin diperlakukan sebagai sebuah komoditas yang hanya berperan untuk diperdagangkan di bursa yang berlisensi. Kini, pengawasan tersebut telah pindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga patut dinantikan arah kebijakan terkait pengawasan tersebut.
2. Votalitas
Harga Bitcoin bersifat sangat fluktuatif dan bisa menjadi hambatan utama untuk diadopsi secara keseluruhan. Contohnya dalam sehari, Bitcoin bisa meningkat 5% dan menurun 7%, dan kebalikannya.
Oleh karena itu, Bitcoin sebenarnya kurang ideal jika digunakan sebagai aset transaksi barang atau jasa. Namun, masih bisa digunakan sebagai aset tabungan jangka panjang.
3. Literasi Digital
Meskipun penggunaan smartphone di Indonesia terus meningkat, rata-rata kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia masih sangat minim. Apalagi bagi masyarakat yang tidak berasal dari keluarga yang berpendidikan atau yang berada di daerah-daerah terperincil.
Oleh karena itu, banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tetang cara kerja Bitcoin atau teknologi blockchain.
Peluang bagi Indonesia
"Bersama kesulitan, pasti ada kemudahan."
Meskipun ada tantangan, Indonesia masih bisa memanfaatkan Bitcoin untuk membuka peluang besar dengan mengadopsi teknologi blockchain-nya untuk mengakselerasi inklusi keuangan dan transformasi digital negara sebagai berikut:
1. Modifikasi Regulasi yang Lebih Inklusif
Pemerintah dapat memepertimbangkan regulasi untuk penggunaan Stablecoin-mata uang kripto yang nilainya dipatok pada mata uang fiat-sebagai solusi transaksi di daerah terpencil. Stablecoin menawarkan stabilitas nilai, sehingga lebih cocok untuk transaksi sehari-hari dibandingkan Bitcoin.
Regulasi tersebut dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif, memungkinkan masyarakat terpencil untuk mengikuti secara aman dan efisien.
2. Kemitraan Publik-Swasta
Kolaborasi antara pemerintah, startup teknologi, dan lembaga keuangan dapat mempercepat adopsi Bitcoin melalui edukasi digital dan pelatihan gratis. Program ini dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang mengidentifikasi manfaat dan risiko Bitcoin.
Selain itu, subsidi perangkat lunak untuk dompet digital dapat mempermudah masyarakat mengakses teknologi ini.
3. Blockchain Mempermudah Transparansi Bantuan Sosial
Teknologi blockchain memungkinkan transparansi dalam distribusi dana bantuan sosial. Riwayat transaksi dapat dilacak secara langsung-real-time-sehingga berpotensi mengurangi risiko korupsi dan penyalahgunaan dana.
Regulasi yang ketat terkait identifikasi pengguna juga diperlukan untuk mencegah pencucian uang. Dengan memanfaatkan teknologi ini, pemerintah dapat memastikan bantuan sosial menjangkau pihak yang benar-benar membutuhkan, sekaligus meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana publik.
4. Capaian Ekonomi Digital Indonesia
Dengan proyeksi nilai ekonomi digital Indonesia sebesar USD 146 miliar pada tahun 2025 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Bitcoin bisa menjadi salah satu bagian integral strategi nasional untuk memperkokoh sektor digital.
Teknologi blockchain yang mendasarinya juga dapat diintegrasikan ke dalam e-commerce, logistik, dan sistem pembayaran digital lainnya. Integrasi ini tidak hanya mempercepat transformasi digital tetapi juga menciptakan peluang kerja baru di berbagai sektor terkait teknologi.
Kesimpulan
Bitcoin memiliki potensi besar untuk mempercepat inklusi keuangan Indonesia, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh sistem perbankan konvensional. Dengan regulasi yang inklusif, kolaborasi publik-swasta, dan edukasi masyarakat, Bitcoin dapat menjadi katalisator transformasi ekonomi digital Indonesia.
Jika diadopsi dengan tepat, teknologi ini tidak hanya membantu mengurangi kesenjangan inklusi keuangan tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi digital global. Selain itu, integrasi teknologi blockchain yang mendasari Bitcoin dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih transparan, efisien, dan berkelanjutan.