AI dan Kepemimpinan: Ilusi Netralitas & Ancaman Otokrasi Algoritmik

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) bukan lagi sekadar jargon teknologi; AI telah mengubah cara bisnis berjalan dan berkembang. Di Indonesia, negara dengan basis konsumen terbesar di Asia Tenggara dan ekonomi digital yang berkembang pesat, pertanyaannya bukan lagi apakah AI akan berdampak, tetapi seberapa cepat pelaku bisnis akan mengadopsinya.
Bagi perusahaan yang siap dengan perubahan, AI menawarkan berbagai mekanisme untuk mengubah pengalaman pelanggan secara signifikan, meningkatkan efisiensi, dan membuka pertumbuhan yang berkelanjutan.
Sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi tepat untuk menjadi yang terdepan dalam transformasi berbasis AI di kawasan ini. Investasi di bidang AI generatif di Asia Pasifik diperkirakan akan melonjak hingga 110 miliar USD pada 2028, menunjukkan peran teknologi yang semakin besar dalam membentuk lanskap bisnis.
Inilah saatnya bagi pelaku bisnis untuk membuka potensi AI demi pengalaman pelanggan yang lebih baik dan pertumbuhan bisnis yang lebih pesat.
Peluang di AI: Momentum Tepat untuk Pendekatan yang Lebih Personal
Perilaku konsumen Indonesia berubah dengan cepat, dan pelaku bisnis harus mengimbanginya. Dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang bertahan di bawah 5% selama beberapa kuartal berturut-turut dan peringatan ekonom tentang daya beli yang menyusut, strategi engagement tradisional tidak lagi memadai.
Namun, riset dari laporan NielsenIQ yang bertajuk Top Trends Shaping Tech & Durables Spending in 2025 memberikan secercah harapan: 40% konsumen bersedia menerima rekomendasi berbasis AI untuk belanja sehari-hari mereka.
Alat berbasis AI memberdayakan bisnis untuk memenuhi ekspektasi ini melalui pendekatan yang sangat personal. Dengan memanfaatkan data konsumen first-party, AI memungkinkan segmentasi dan analisis prediktif yang menghasilkan pengalaman yang disesuaikan. Manfaatnya jelas-tingkat konversi yang lebih tinggi, peningkatan loyalitas pelanggan, dan optimalisasi biaya pemasaran.
Salah satu kisah sukses mengenai bagaimana perusahaan global memanfaatkan potensi transformatif oleh AI datang dari sebuah perusahaan telekomunikasi Eropa.
Perusahaan ini menggunakan AI generatif untuk membuat kampanye outreach hyperlocal, dan mencapai peningkatan 40% dalam tingkat respons sembari memangkas biaya implementasi sebesar 25%. Hasil seperti ini menunjukkan nilai strategi pendekatan konsumen berbasis AI, dan pelaku bisnis di Indonesia berpotensi mendapatkan manfaat yang sama besarnya.
Mendorong Pertumbuhan: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang dengan AI
Adopsi AI di Indonesia memiliki potensi besar untuk pertumbuhan bisnis, tetapi seperti teknologi transformatif lainnya, ada tantangan yang harus dihadapi. Adopsi AI di kalangan perusahaan Indonesia masih belum merata. Meski pelaku bisnis yakin AI akan meningkatkan daya saing, adopsi AI di perusahaan Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain di Asia Pasifik.
Menurut survei terbaru PwC, lebih dari setengah (53%) CEO Indonesia mengakui organisasi mereka belum mengintegrasikan AI generatif ke dalam operasional perusahaan mereka. Ketidakpastian regulasi menjadi kekhawatiran utama bagi 75% CEO Indonesia, diikuti oleh kemampuan teknologi (63%) dan ketersediaan tenaga kerja yang terampil (61%).
Regulasi, yang sering dianggap sebagai hambatan, bisa menjadi pendorong yang kuat jika didekati secara strategis. Kementerian Komunikasi dan Digital telah meletakkan dasar dengan pedoman AI untuk industri tertentu, dan mengambil langkah signifikan untuk menyelaraskan kerangka regulasi AI dengan standar global, disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks spesifik Indonesia.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria membagikan perkembangan ini dalam World Public Relations Forum (WPRF) yang baru-baru ini diselenggarakan di Bali. Secara internal, membangun kepercayaan terhadap AI adalah kunci.
Organisasi dapat memulai proyek percontohan, memberikan edukasi dan pelatihan tentang kemampuan AI, dan berkolaborasi dengan para ahli untuk menunjukkan manfaat nyatanya. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu menjembatani kesenjangan antara ambisi dan eksekusi tetapi juga memposisikan perusahaan Indonesia sebagai pelopor dalam revolusi AI.
Kabar baiknya, menurut riset Oliver Wyman ada data menjanjikan yang menunjukkan bahwa karyawan di Indonesia sudah mulai menggunakan AI dalam alur kerja mereka-50% menggunakannya setiap minggu, dan 21% mengandalkannya setiap hari.
Sementara itu, studi dari SAP turut mengungkapkan bahwa 92% perusahaan menengah (antara 250 hingga 1.500 karyawan) telah memanfaatkan AI dalam berbagai kapasitas, dengan fokus signifikan pada peningkatan konten pemasaran dan penjualan.
Langkah ke Depan: Pendekatan Strategis terhadap AI
Jalan menuju adopsi AI memang tidak mudah, tetapi manfaatnya jauh lebih besar dari risikonya. AI lebih dari sekadar alat-ini adalah mitra strategis yang memungkinkan bisnis untuk mendesain ulang hubungan pelanggan, mengefisienkan operasi, dan membuka peluang pertumbuhan baru.
Bagi Indonesia, mengadopsi AI bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan untuk tetap kompetitif di pasar global yang berkembang pesat. Pelaku bisnis di Indonesia harus mulai dari hal kecil-bereksperimen dengan solusi berbasis AI yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pertumbuhan mereka.
Banyak penyedia layanan kini menawarkan periode uji coba, memungkinkan perusahaan untuk mencoba sebelum berkomitmen pada implementasi skala besar. Semakin cepat bisnis berinvestasi di AI, semakin cepat pula mereka akan menerima manfaat yang berlipat ganda seiring penerapan teknologi ini dari waktu ke waktu.
Masa depan lanskap bisnis Indonesia sangat cerah, tetapi hanya bagi mereka yang bersedia merangkul kemungkinan yang ditawarkan oleh AI. Pertanyaannya bukan lagi apakah bisnis Anda siap untuk AI-tetapi apakah bisnis Anda siap untuk berkembang pesat.