Merajut Asa Pertumbuhan Ekonomi & Rancangan APBN 2025

Fakhrul Fulvian, CNBC Indonesia
19 August 2024 14:55
Fakhrul Fulvian
Fakhrul Fulvian
Fakhrul Fulvian adalah Chief Economist di Trimegah Sekuritas Indonesia. Titel sarjana ekonomi diraih dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2010. Sepanjang kariernya sebagai ekonom yang berkecimpung di dunia keuangan, Fakhrul telah terlibat.. Selengkapnya
Suasana gedung bertingkat tertutup kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (8/8/2023). Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga menggunakan masker untuk mengantisipasi polusi udara di Ibu Kota akibat polusi udara Jakarta dinilai sangat buruk.  (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Ilustrasi gedung bertingkat di Jakarta. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan pelaku ekonomi pada khususnya, perayaan HUT kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, tidak hanya menjadi ajang penuh keria-an, namun juga ajang untuk menatap masa depan. Sebab, setiap tanggal 16 Agustus, Presiden akan memberikan paparan tentang rencana APBN di tahun ke depan.

Paparan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Rancangan APBN 2025 minggu lalu juga memberikan asa tentang keberlanjutan dari pembangunan, yang nantinya akan dilanjutkan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto. Pelaku ekonomi juga sangat menanti-nantikan paparan ini, karena arahan tersebut akan menjadi hal penting dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dunia belakangan ini.

Dalam RAPBN 2025 yang merupakan RAPBN transisi, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 2.996 triliun, sementara belanja ditetapkan sebesar Rp 3.613 triliun, dengan defisit anggaran sebesar Rp 616 triliun atau setara dengan 2,53% dari PDB.

Kemudian asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, inflasi 2,5%, nilai tukar ada pada Rp 16,100, asumsi lifting minyak sebesar 600 ribu barel per hari, lifting gas 1,005 juta barel per harga minyak pada US$ 82 per barel dan imbal hasil obligasi negara dengan tenor 10 tahun pada 7,1%.

Beberapa program unggulan pun sudah dikomunikasikan pada konferensi pers, antara lain: makan bergizi gratis, renovasi sekolah, lumbung pangan, bantuan sosial, keberlanjutan pembangunan infrastruktur IKN, peremajaan alutsista, dan berbagai program lainnya.

Selain perencanaan yang matang, eksekusi yang baik dalam penerapan anggaran negara menjadi sangat penting, dikarenakan ruang untuk akselerasi perekonomian, untuk mencapai Indonesia Maju 2045, cenderung terbatas, karena puncak bonus demografi akan kita capai kurang dari 10 tahun lagi.

Terkait dengan optimalisasi APBN 2025, dari pandangan pelaku ekonomi, terdapat beberapa isu yang harus diperhatikan, baik dari sisi penerimaan, pengeluaran dan pendanaan, untuk mengoptimalkan potensi APBN dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Untuk sisi penerimaan, disarankan pemerintah untuk menurunkan informalitas yang ada dalam perekonomian. Untuk pengeluaran, fokus pada program unggulan dengan multiplier ekonomi yang tinggi harus dilaksanakan. Dari sisi pembiayaan, diversifikasi pembiayaan non rupiah mutlak diperlukan.

Menurunkan Informalitas
Untuk sisi penerimaan negara, beberapa inisiatif telah dilaksanakan, terutama Core Tax Administration System (CTAS). Dengan sistem ini, nantinya otomatisasi dalam pembayaran pajak akan meningkatkan kepatuhan dan pendapatan pajak negara.

Di sisi lain, ada hal yang juga harus diperhatikan, yakni masih tingginya tingkat informalitas di dalam perekonomian kita, seiring dengan meningkatnya PHK di sektor formal, terutama yang disebabkan meningkatnya impor illegal dan juga semakin tingginya own account worker.

Data BPS juga menunjukkan bahwa walaupun tingkat pengangguran kita turun, ternyata jumlah pekerja sektor informal kita masih 59%, dan tentunya ini belum berkorelasi positif sempurna untuk pendapatan negara. Pelaku ekonomi yang masih berada di sektor informal, harus merasakan dampak positif dari menjadi formal. Sehingga nantinya, dampak dari CTAS bisa dirasakan maksimal, sehingga pendapatan negara bisa ditingkatkan.

Tingginya informalitas juga tertangkap dari cenderung stagnannya penerimaan cukai negara di kala kenaikan tarif cukai rokok terus meningkat tiap tahunnya. Porsi dari rokok yang informal juga meningkat, terlihat dari semakin maraknya rokok ilegal.

Perbedaan nilai yang terlalu jauh antara cukai dan harga keekonomian rokok ternyata membuat informalisasi terjadi di industri ini. Ini hal yang penting untuk diperhatikan, bisa jadi metode kenaikan cukai yang dilakukan bertahun-tahun belakangan ini telah membuat meningkatnya informalitas pada industri, yang berujung kontraproduktif baik untuk kesehatan masyarakat dan keuangan negara.

Menanggulangi informalitas yang terjadi di berbagai bidang dengan memberikan layanan publik yang optimal, tarif yang masuk akal secara ekonomi, serta meningkatkan kepercayaan dari berbagai pelaku industri mutlak dilakukan, sehingga nantinya kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri harus dilaksanakan.

Fokus pada Multiplier Ekonomi Dan Proyek Dengan Dampak Tenaga Kerja Yang Tinggi
Terkait belanja, hal yang harus dioptimalkan oleh pemerintah, adalah bagaimana setiap belanja negara akan membuat ekonomi bergulir dan meningkatkan uang beredar di masyarakat. Terkait dengan hal ini, program unggulan pemerintahan presiden dan wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran, yakni Makan Bergizi Gratis bisa memberikan dampak multiplier ekonomi yang tinggi, antara 1,3x-1,5x.

Keberhasilan Makan Bergizi Gratis untuk mendatangkan dampak berganda ekonomi yang tinggi akan bergantung dari seberapa banyak program ini menggunakan sumber daya ekonomi setempat, menggunakan tenaga kerja baru yang sebelumnya menganggur dan meminimalisasi penggunaan barang impor.

Anggaran Untuk Program Makan Bergizi Gratis, sebesar Rp 70 trilliun, setara dengan 2% dari APBN 2025, akan memberikan manfaat untuk 20 juta anak sekolah, balita dan ibu hamil. Menurut Indonesia Food Security Review, selain dampak langsung, dampak turunan dari Makan Bergizi Gratis akan memberikan dampak penghematan bagi keluarga-keluarga penerima manfaat.

Selain itu, akan ada dampak langsung penggunaan tenaga kerja, dengan 250 ribu lapangan kerja baru, yang sebagian besar tentunya akan meningkatkan tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan dalam perekonomian.

Terkait program ini, kapasitas perekonomian Indonesia, bisa digunakan, mengingat saat ini Indonesia mengalami surplus ayam sebesar 1,4 juta ton setahun, surplus telur sebesar 3,8 juta ton dan surplus ikan sebesar 20 juta ton satu tahun (data dari Badan Pangan Nasional). Program Makan Bergizi Gratis bisa menjadi solusi kebijakan fiskal yang redistributif mengingat terdapat gap daya beli di masyarakat, di saat beberapa sumber protein ternyata mengalami oversupply.

Untuk program lainnya, seperti renovasi sekolah, keberlanjutan proyek IKN, dan lain sebagainya juga harus difokuskan untuk meningkatkan multiplier ekonominya. Program APBN harus memicu meningkatkan formalitas dalam perekonomian, dan dalam waktu bersamaan meningkatkan arus kas yang ada di dalam masyarakat, sehingga nantinya ini akan kembali lagi ke negara dalam bentuk penerimaan baik itu PPn ataupun PPh yang muncul karena adanya aktivitas baru yang muncul dari inisiatif-inisiatif tersebut.

Untuk IKN sendiri, dampak positif telah muncul pada perekonomian Kalimantan Timur yang tumbuh sebesar 7,26% pada kuartal satu 2024. Ke depannya, tentunya kebutuhan untuk meningkatkan multiplier ekonomi harus tetap mempertimbangkan faktor kestabilan sektor keuangan. Dengan ini, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan bisa kita capai dari perputaran ekonomi internal dalam negeri.

Perbanyak Diversifikasi Sumber Pembiayaan Negara
Terkait pembiayaan APBN, hal yang niscaya terjadi ke depannya adalah semakin tingginya tingkat rata-rata tingkat suku bunga global, dan akan tetap tingginya permintaan dolar Amerika Serikat, karena secara perlahan dolar akan berubah dari Bad Money, menjadi Good Money.

Yang mana Good Money ini akan cenderung jarang digunakan dalam bertransaksi karena adanya usaha-usaha dedolarisasi, tapi di saat yang bersamaan nilainya masih akan naik dalam jangka panjang karena perannya sebagai aset atau store of value akan meningkat.

Untuk mengatasi hal ini, menyambut siklus penurunan suku bunga global, Indonesia harus mengambil kesempatan ini untuk melakukan diversifikasi sumber pembiayaan. Dikarenakan likuiditas dalam negeri yang terbatas dan telah berhasilnya Indonesia melaksanakan bilateral Currency Swap Agreement dengan beberapa negara, ada baiknya Indonesia juga membuka kerjasama arus modal (capital flow) dengan negara mitra dagang, terutama dalam penawaran surat utang negara langsung ke negara yang mengalami surplus dengan Indonesia seperti Thailand dan China.

Adanya kebijakan ini, akan menjadi tambahan otot baru bagi rupiah dan pasar surat utang negara, karena uang rupiah yang diterima mitra dagang dalam bilateral Currency Swap Agreement bisa langsung menjadi permintaan baru untuk surat utang negara Indonesia.

Dan di tengah ancaman risiko deglobalisasi dan geopolitik, kebutuhan untuk diversifikasi portofolio pembiayaan untuk mulai berdiversifikasi ke mata uang lain tidak akan menjadi isu Indonesia saja, tapi pasti juga dari negara-negara mitra utama dagang. Dengan ini, kita bisa mendapatkan satu tameng baru yang kuat untuk menghadapi volatilitas.

Dalam menghadapi berbagai tantangan makroekonomi baik domestik dan global ke depan, kita harus mulai membuka pandangan terhadap berbagai metode dan pengembangan baru dalam kebijakan publik.

Ekonom Masyhur Keynes berkata: "Kesulitan Seringkali Muncul Bukan Karena Kita Tidak Mau Melihat Ide-Ide Baru, Tetapi Kesulitan Seringkali Muncul Dalam Bentuk Keengganan Kita Untuk meninggalkan Ide-Ide Lama".

Semoga Allah SWT memberikan keberkahan pada kita semua bangsa Indonesia dalam melaksanakan APBN 2025 dan menyongsong Indonesia maju.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation