Memaksimalkan BUMDes Dalam Pembangunan: Tantangan & Strategi

Mashudi Nugroho, CNBC Indonesia
18 December 2023 17:45
Mashudi Nugroho
Mashudi Nugroho
Mashudi merupakan salah satu aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan. Saat ini bertugas sebagai pejabat pengawas pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Manado. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat r.. Selengkapnya
Kepala Otoritas Jasa keuangan (OJK) Perwakilan Malang Sugiarto Kasmuri (kedua kanan) dan Kepala Bagian Hubungan Media dan Masyarakat OJK Dody Ardiansyah (kanan) meninjau pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pujon Kidul di Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (26/9/2019). OJK mendorong optimalisasi peran BUMDes untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang hingga Triwulan II 2019 jumlah nasabahnya mencapai 3.611 orang dengan jumlah pembiayaan mikro yang disalurkan mencapai Rp49,07 miliar. Keberhasilan Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam mengelola dana desa mendapat acungan jempol dari berbagai kalangan. Dana desa yang digunakan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), telah berhasil menyulap desa ini menjadi lokasi wisata yang menyedot ribuan pengunjung setiap harinya. Desa Wisata Pujon Kidul memiliki ragam wahana menarik dengan nuansa asri perdesaan, seperti cafe sawah, panen hasil pertanian, memerah susu sapi, kolam renang untuk anak-anak, off road, hingga wisata berkuda. Desa Wisata ini juga memiliki banyak spot selfie yang sangat menarik. Wisatawan yang berkunjung pun tak sedikit jumlahnya, rata-rata 3.000 pengunjung saat hari kerja dan 5.000 pengunjung saat hari libur. Luas Desa Pujon Kidul 330 Hektare. Tanaman masyarakat kita jadikan wisata petik apel, wisata petik sayur, sehingga hasil pertanian warga juga menjadi mahal harganya.   (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Lokasi wisata Pujon Kidul di Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Salah satu strategi pembangunan yang dilakukan pemerintah adalah pembangunan yang bersifat sinergis dan simultan antara pusat dan daerah. Secara lebih perinci, konsep pembangunan yang tercantum dalam konsep Nawa Cita adalah membangun Indonesia dari pinggiran.

Secara praktis, konsep ini dapat diartikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak hanya dilakukan di kota-kota besar saja, tetapi juga dilakukan mulai dari tingkat daerah terendah atau perdesaan. Dari sudut pandang yang lain, konsep ini juga dapat diartikan bahwa pembangunan dapat dilakukan secara bersamaan, baik di kota-kota besar maupun di tingkat pedesaan, dengan arah dan tujuan pembangunan yang sama, sehingga hasil akhir dari pembangunan di kedua wilayah tersebut akan tetap sinkron satu sama lain.

Proses pembangunan di tingkat perdesaan dapat dimulai dari pembangunan ekonomi di desa. Sehingga dengan pondasi ekonomi yang kuat, maka desa akan memiliki kemandirian ekonomi, dan tingkat kesejahteraan warganya akan meningkat pula.

Salah satu strategi dalam pembangunan ekonomi di perdesaan adalah dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan optimalisasi sumber daya yang dimiliki desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes merupakan suatu badan usaha yang dikelola oleh Pemerintah Desa, dan memiliki badan hukum.

Institusi ini menjadi penting sejak berlakunya Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, di mana dalam peraturan tersebut telah secara eksplisit menegaskan tentang pendirian dan pengelolaan BUMDes.

Secara teknis, pendirian dan operasional BUMDes diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. BUMDes didirikan dengan tujuan sejumlah tujuan, yaitu:

a. Meningkatkan perekonomian Desa

b. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa

c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa

d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga

e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga

f. Membuka lapangan kerja

g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa,

h. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan beberapa jenis usaha yang dilakukan oleh BUMDes, yaitu bisnis sosial (social business), penyewaan (renting), usaha perantara (brokering), produksi dan/atau perdagangan (trading), dan bisnis keuangan (financial business).

Pentingnya peran dan fungsi BUMDes dalam mendorong pembangunan daerah membuat banyak desa selalu berusaha untuk mengoptimalkan BUMDes yang mereka miliki dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada.

Bahkan, dari data yang ada, jumlah BUMDes berkembang sangat signifikan dalam 5 tahun sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 6 tahun 2014, di mana pada tahun 2014, jumlah BUMDes sebanyak 1.022 unit, dan di tahun 2019 berkembang menjadi 50.199 unit.

Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya, Pemerintah Desa telah berperan aktif dalam proses pembangunan masyarakat desa melalui pendirian BUMDes, dengan harapan bahwa BUMDes dapat mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perekonomian desa.

Salah satu contoh BUMDes yang sukses dalam meningkatkan perekonomian adalah BUMDes milik desa Payang Sejahtera, di Kecamatan Loa Kulu, Kabupeten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Desa Payang Sejahtera pada awalnya merupakan desa tertinggal, namun dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada, BUMDes milik desa ini bisa berkembang sangat pesat dan memiliki omzet hingga miliaran rupiah.

Contoh lain dari kisah sukses BUMDes adalah BUMDes Pulosari, milik desa Pengalengan, Kabupaten Bandung Selatan, Jawa Barat yang berhasil memanfaatkan potensi alam nya untuk menghasilkan sayuran dan memasarkannya hingga negara lain.

BUMDes Pulosari telah melakukan ekspor produk pertanian unggulan mereka, yaitu kentang dan buncis hingga Singapura, atas kerja samanya dengan badan usaha lain. Tak tanggung-tanggung, bahkan jumlah yang diekspor mencapai 16 ton kentang dan 1,5 ton buncis per minggu.

Lalu, apakah seluruh BUMDes berhasil mencapai tujuan mereka? Jawabannya: belum. Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo mendapatkan laporan bahwa dari jumlah yang ada, sebanyak 2.188 BUMDes tidak beroperasi, dan 1.670 BUMDes beroperasi namun belum memberikan kontribusi kepada pendapatan desa.

Jumlah tersebut menandakan bahwa belum semua BUMDes bisa berjalan dengan baik. Beberapa faktor yang melatarbelakangi suatu BUMDes belum berjalan secara optimal antara lain adalah jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship dari warga desa/pengurus BUMDes.

Kewirausahaan menjadi salah satu faktor kunci, karena seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan, akan dapat memiliki gambaran mengenai apa yang kurang, apa yang kita miliki, dan bagaimana kita melakukan suatu usaha untuk menutupi kekurangan itu.

Selain itu, seseorang dengan jiwa kewirausahaan akan memiliki visi dan misi yang jelas, tentang bagaimana cara mengembangkan usaha yang dimiliki agar pemasarannya bisa menjangkau wilayah sejauh mungkin. BUMDes perlu memiliki pimpinan atau orang yang memiliki jiwa kewirausahaan baik di level pimpinan maupun manajerial, sehingga sebuah BUMDes bisa memiliki visi, misi, dan target pengembangan yang jelas.

Selain itu, kualitas sumber daya manusia masyarakat juga menjadi salah satu faktor penting dalam pengelolaan BUMDes. Hal ini sangat berlaku umum di dalam sebuah institusi, baik pemerintah maupun swasta, Lembaga profit maupun non-profit, bahwa kualitas sumber daya manusia dalam suatu institusi akan memengaruhi capaian kinerja institusi tersebut.

Sama halnya dengan BUMDes, suatu BUMDes akan bisa mencapai kinerja yang maksimal apabila didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni. Ketidakmerataan kualitas sumber daya manusia di tingkat pedesaan ini dapat mempengaruhi ketimpangan dari hasil usaha BUMDes.

Karena pada dasarnya, BUMDes dikelola oleh masyarakat suatu desa, maka kualitas sumber daya manusia di suatu desa bisa berbeda dengan desa yang lain. Penduduk desa yang memiliki kualitas Pendidikan lebih baik, sudah pasti akan memberikan efek yang baik pula terhadap BUMDes, dan sebaliknya.

Hal lain yang tidak kalah penting dari keberhasilan BUMDes adalah potensi di suatu daerah. Dengan jiwa kewirausahaan yang dimiliki, suatu desa dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada melalui BUMDes. Potensi desa bisa berasal dari berbagai macam sektor, misalnya sektor pariwisata, sektor sumber daya alam, perkebunan, pertambangan, dan lain-lain.

Permasalahan yang terjadi adalah, tidak semua desa memiliki potensi yang cukup menonjol untuk dapat didorong dalam program usaha BUMDes. Desa yang memiliki pantai, sudah pasti akan lebih mudah untuk mengelola wisata alam daripada desa yang memiliki kontur wilayah pegunungan.

Dari penjelasan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwasanya, kemampuan desa dan pengelola BUMDes bisa berbeda antara desa yang satu dengan yang lain. Dengan jiwa kewirausahaan yang tinggi, kualitas sumber daya yang baik, serta potensi yang menonjol, suatu BUMDes bisa memaksimalkan potensi dan usaha yang mereka miliki dan meningkatkan perekonomian di desa mereka.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengetahui dan meningkatkan jiwa kewirausahaan dan kualitas SDM warga suatu desa. Pembinaan jiwa kewirausahaan bisa dilakukan sehingga para pemimpin dan jajaran manajerial BUMDes, sehingga mereka bisa memiliki visi dan misi yang jelas bagi perkembangan BUMDes.

Selain itu, pembinaan terhadap sumber daya manusia warga desa, khususnya yang bekerja di BUMDes bisa meningkatkan kemampuan warga, sekaligus meningkatkan kinerja nya dalam bekerja di BUMDes yang pada akhirnya dapat mendorong kinerja BUMDes itu sendiri.

Terkait dengan potensi daerah yang mungkin berbeda antara desa satu dengan desa yang lain, suatu desa juga bisa melakukan kerja sama dengan desa lain dalam bentuk BUMDes Bersama, sehingga dapat saling mengisi kebutuhan satu sama lain.

Pemerintah juga dapat memberikan dukungan bagi BUMDes dalam bentuk penentuan besaran alokasi penyertaan modal BUMDes dalam peraturan perundang-undangan, baik dalam peraturan daerah (perda) maupun peraturan desa (perdes). Dengan demikian, suatu desa dapat memastikan alokasi yang bersifat mandatory bagi usaha beserta pengembangan dari BUMDes.

Harapannya, dengan adanya penyertaan modal tersebut, BUMDes memiliki modal yang cukup untuk memulai usaha dan memperoleh laba yang maksimal sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli desa. Selain itu, dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi tertentu juga bisa memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan usaha BUMDes.

Sebagai contoh, jika dalam suatu institusi pemerintah (baik tingkat daerah maupun tingkat desa) mewajibkan pembelian hasil produksi suatu BUMDes untuk konsumsi sehari-hari perkantoran, maka BUMDes tersebut sudah pasti akan memiliki jumlah demand yang tinggi dan sustainable sehingga bisa terus melanjutkan proses produksinya.

Dukungan juga bisa dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk lain, misalnya pemberian insentif seperti insentif pajak, insentif retribusi daerah, atau bentuk insentif bagi BUMDes yang memiliki omzet tertentu, sehingga bisa mendorong BUMDes untuk dapat bersaing dengan badan-badan usaha swasta lainnya dan meningkatkan omzetnya.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation