Menanam untuk Negeri: Pelajaran dari Jorong Sianggai-Anggai Solok

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Meranti dikenal sebagai pohon primadona penghasil kayu dari kawasan hutan alam Indonesia. Keberadaannya di habitat alami semakin terpinggirkan, jarang dan terancam.
Banyak spesies Meranti sulit diketemukan, dikhawatirkan telah punah sebelum diketahui pemanfaatan bukan kayu atau HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yang diprediksi bernilai lebih komersial serta konservatif. Oleh karena itu perlu mengeksplor HHBK Meranti untuk menunjang upaya pemanfaatan berkelanjutan dan lestari.
Karakteristik Habitus, Sebaran, Hingga Terancam Punah
Meranti (Shorea spp.) dari famili Dipterocarpaceae, merupakan kelompok pohon besar menjulang tinggi mendominasi kawasan hutan dataran rendah Kalimantan dan Sumatera. Kelompok pohon ini pada kawasan hutan mudah dikenali dari tajuk yang selalu hijau, bentuk tajuk setengah bulat, kompak atau tidak beraturan.
Karakteristik yang dapat membedakan dengan pohon bukan Meranti antara lain berbatang silindris lurus, berbanir atau tidak berbanir; permukaan batang beretak, beralur atau bersisik, pohon muda memiliki permukaan batang licin, berlentisel atau berbenjol bulat kecil, kadang bergelang. Batang berdamar, warna putih bening, putih kekuningan hingga kecoklatan dan hitam.
Meranti berdaun tunggal, kedudukan daun berselang-seling, pinggir daun rata, helaian daun berbulu atau tidak berbulu, pertulangan daun sekunder menyirip sempurna atau hampir sempurna, pertulangan daun tersier bentuk tangga atau tangga campur jala. Tangkai daun silindris, membengkok menyerupai lutut. Kuncup daun tertutup oleh sepasang daun penumpu, dan daun penumpu mudah luruh atau tetap menempel pada pangkal tangkai daun.
Perbungaan malai, pada ujung ranting atau ketiak daun. Buah bundar telur, bersayap lima, tiga sayap diantaranya berukuran lebih besar.
Pohon Meranti di Indonesia tercatat ada 114 spesies, 95 spesies diantaranya tumbuh alami di kawasan hutan Kalimantan dan 51 spesies di hutan Sumatera. Daerah persebaran alami meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa.
Kawasan hutan dengan jumlah spesies Meranti sedikit yaitu Sulawesi (2 spesies), Maluku (3 spesies) dan Jawa (1 spesies). Shorea javanica Koord. & Valeton, satu spesies Meranti yang tumbuh di Jawa diprediksi punah di habitatnya.
Habitat tempat tumbuh mulai dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 1200 m dari permukaan laut (dpl.). Tumbuh pada hutan lahan kering, perbukitan, hutan kerangas, hutan pantai dan beberapa jenis tumbuh di lahan basah seperti lahan gambut atau rawa air tawar.
Sifat kayu tergolong bagus, menjadikan Meranti sebagai primadona hutan pemasok devisa cukup tinggi. Kayu keras, kuat dan awet, sering dimanfaatkan untuk konstruksi, bahan bangunan seperti dinding, lantai, panel pintu, panel jendela, dan bahan industri kayu lapis.
Kegiatan pemanenan kayu berlebihan tanpa peningkatan upaya budidaya dan konservasi, serta semakin maraknya alih fungsi kawasan hutan, mengakibatkan keberadaan Meranti di habitat alaminya semakin langka, terancam punah, bahkan dapat menjadi punah.
Beberapa spesies Meranti langka atau terancam punah dan masuk dalam Daftar Merah IUCN (The International Union on Conservation of Nature-Red List), antara lain Shorea stenoptera Burck (genting-Endangered), S. singkawang (Miq.) Burck (genting-Endangered), S. pinanga Scheff. (genting-Endangered), S. javanica Koord. & Valeton (genting-Endangered), S. balangeran Burck (kritis-Critically Endangered), S. ovalis (Korth.) Blume (genting-Endangered), S. hopeifolia (F. Heim) Symington (kritis-Critically Endangered).
Kondisi kelangkaan bahkan kepunahan spesies Meranti sangat disayangkan, sebelum sempat mengeksplor atau mengetahui pemanfaatan bukan kayu yang berprospek bernilai komersial dan konservatif lebih tinggi dibanding kayu.
HHBK Meranti
Salah satu upaya pendukung penyelamatan plasma nutfah spesies Meranti, adalah menggali potensi HHBK. Dengan peningkatan pemanfaatan HHBK, diharapkan dapat memberikan dampak positif dan menumbuhkan nilai ekonomis maupun nilai konservatif terhadap masyarakat sekitar kawasan hutan.
Hasil hutan bukan kayu dari Meranti berupa damar dan buah tengkawang sudah lama dikenal dalam dunia perdagangan. Damar digunakan pada industri cat, kosmetika, farmasi, dan pewarna batik.
Damar mata kucing yang dihasilkan dari Meranti S. javanica adalah resin dalam bentuk kristal atau bongkahan berwarna putih bening, sedangkan damar Meranti S. ovalis berupa kristal atau bongkahan berwarna putih kekuningan atau putih krem.
Buah tengkawang menghasilkan minyak tengkawang untuk bahan industri kosmetika, farmasi dan minyak coklat. Meranti penghasil buah tengkawang, diantaranya dihasilkan dari pohon Meranti S. stenoptera, S. pinanga, S. singkawang.
Pemanfaatan damar dan buah tengkawang belum optimal, pada masa mendatang dengan peningkatan pengelolaan akan memberikan peningkatan nilai ekonomi dan nilai konservasi lebih tinggi.
Potensi Meranti
Pesatnya berkembang ilmu pengetahuan serta teknologi, pemanfaatan HHBK Meranti tidak hanya sebatas pada buah dan damar, melainkan bisa berkembang pada pemanfaatan organ tumbuhan lain seperti kulit batang/pepagan, ranting dan daun. Organ tumbuhan Meranti ini berpotensi sebagai bahan obat komersial.
Hasil penelitian beberapa peneliti mengemukakan adanya senyawa fitokimia pada kulit batang/pepagan Meranti yang dapat merespon suatu penyakit dan memiliki sifat sitotoksit terhadap sel tumor atau sel kanker. Kulit batang S. ovalis mengandung senyawa tannin, alkaloid, fenol dan senyawa ini memiliki sifat antibakteri, antivirus, antioksidan serta antinyeri.
Meranti S. hopeifolia, kulit batang teridentifikasi mengandung 32 senyawa kimia dengan kandungan senyawa fenol paling tinggi. Senyawa kimia ini potensial dimanfaatkan untuk bahan obat maupun kosmetika.
Potensi Meranti S. balangeran sebagai bahan obat tidak hanya pada kulit batang, melainkan juga terdapat pada ranting dan daun. Analisis fitokimia pada kulit batang, ranting dan daun S. balangeran, teridentifikasi mengandung delapan senyawa terdiri dari: alkaloid, fenolik, flavonoid, glikosida, saponin, steroid, tannin, triterfenoid.
Senyawa fenol diketahui dapat berperan sebagai antioksidan, disinyalir dapat menghambat pertumbuhan sel kanker.
Masyarakat sekitar kawasan hutan secara tradisional sudah memanfaatkan kulit batang atau pepagan beberapa spesies Meranti untuk obat. Pemanfaatan Meranti sebagai bahan obat tradisional secara tidak langsung dapat menumbuhkan nilai konservasi.
Pemanfaatan bahan obat dari ranting dan daun akan memberikan dampak lebih ekonomis dan konservatif. Di mana daun dan ranting selalu tersedia sepanjang tahun, dan dalam pemanfaatan tidak melakukan perusakan batang atau penebangan tegakan pohon.
Dengan pengelolaan optimal, akan tercipta pemanfaatan HHBK Meranti berkelanjutan yang lestari. Dalam hal ini, penelitian mengungkap kandungan senyawa fitokimia berpotensi obat pada daun dan ranting Meranti masih sangat terbatas.
Dalam hal menggali potensi HHBK Meranti sebagai bahan obat komersial atau obat kanker masih diperlukan ketersediaan informasi akurat dari berbagai aspek, salah satu diantaranya ialah kandungan senyawa fitokimia pada seluruh bagian organ tumbuhan.
Untuk pemanfaatan yang lebih efisien dan konservatif, perlu informasi kandungan fitokimia bahan obat pada daun dan ranting, termasuk kandungan senyawa fitokimia berdasarkan ukuran diameter batang atau umur pohon serta kondisi tempat tumbuh.
Umumnya, informasi yang tersedia masih fokus pada kandungan senyawa fitokimia organ tertentu (kulit batang/pepagan) tanpa memperhatikan kondisi individu pohon seperti umur atau ukuran diameter batang dan kondisi tempat tumbuh.
Pemanfaatan potensi HHBK Meranti secara tepat guna dapat menunjang upaya konservasi plasma nutfah species dan tercapai pemanfaatan yang optimal, komersial, berkelanjutan dan lestari.