Mengintip Korelasi KUR dengan Tingkat Pendidikan Debitur

Andi Dzul Ikhram Nur, CNBC Indonesia
18 August 2023 16:30
Andi Dzul Ikhram Nur
Andi Dzul Ikhram Nur
Andi Dzul Ikhram Nur merupakan Magister Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia, dan alumni Sarjana Hukum dari Universitas Hasanuddin. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari tempat penulis bekerja... Selengkapnya
Seorang difabel melukis kerajinan miniatur Ondel-ondel di Panti Sosial Loka Bina Karya, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Foto: Ilustrasi UMKM (Muhammad Sabki/CNBC Indonesia)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

"Kita memiliki 65,4 juta UMKM, sekali lagi 65,4 juta UMKM ini data per 2021 dan kontribusi terhadap perekonomian kita, PDB kita, besar sekali 61%, besar sekali. Oleh sebab itu pemerintah kalau enggak mengurus UMKM, keliru, salah besar. Karena kontribusi terhadap ekonomi nasional 61% dan penyerapan tenaga kerja 97% itu di UMKM, bukan yang gede-gede, ini perlu dicatat. Penyerapan tenaga kerja itu bukan di perusahaan-perusahaan besar."

Pernyataan di atas disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada acara Pemberian NIB Pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) Perseorangan Tahun 2022 di Gedung Olahraga Nanggala Kopassus, Jakarta Timur pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2022.

Perihal yang disampaikan Jokowi menjadi gambaran urgensi atau vitalnya peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi keberlangsungan perekonomian negara Indonesia. Peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha.

Tulus Tambunan dalam bukunya 'Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia', mengemukakan beberapa hal yang menjadi karakteristik dari sebuah UMKM sehingga dapat menjadi pilar ekonomi bangsa dan negara di masa-masa sulit, yaitu:

Pertama, pelaku bisnis UMKM sangat banyak dan tersebar di perkotaan, perdesaan, dan daerah terpencil sekalipun;

Kedua, kualitas dan kreativitas para pelaku bisnis UMKM tergolong berpotensi membuka kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan bagi para pelaku usaha UMKM;

Ketiga, lini bisnis UMKM yang digeluti oleh masyarakat Indonesia paling banyak ada di sektor pertanian sehingga secara tidak langsung menjadi salah satu aset pendukung pembangunan negara;

Keempat, bisnis UMKM tidak menuntut jenjang pendidikan yang tinggi sehingga masyarakat Indonesia dengan tingkat pendidikan rendah pun mampu menjadi pelaku usaha ini;

Kelima, pada 1997/1998 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi global yang mengakibatkan negara Indonesia mengalami inflasi berlebihan, bisnis UMKM masih mampu bertahan;

Keenam, menjadi titik permulaan investasi di daerah pedesaan sekaligus wadah padat karya untuk meningkatkan kemampuan berwiraswasta;

Ketujuh, barang-barang yang disediakan oleh para pelaku bisnis UMKM relatif murah sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia dapat dialihkan menjadi tabungan;

Kedelapan, fleksibilitas jenis usaha UMKM sangatlah tinggi dan beragam;

Kesembilan, mampu beradaptasi dengan cepat mengikuti perkembangan zaman.

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah mengubah beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Salah satunya adalah aturan terkait kriteria UMKM.

Meski memiliki dasar hukum yang cukup kuat dan peran yang sangat besar dari potensi ekonomi, UMKM sendiri masih menghadapi banyak permasalahan, yang mana secara garis besar, terdapat 2 (dua) masalah utama dari UMKM. Keduanya yaitu masalah finansial dan non finansial (organisasi manajemen). Menurut Urata, masalah finasial di antaranya adalah:

* - Kurangnya kesesuaian (terjadinya mismatch) antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh UMKM,
* - Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM,
* - Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil,
* - Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik yang disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai,
* - Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi,
* - Banyaknya UMKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kuranya kemampuan manajerial dan finansial.

Sedangkan termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non finansial) diantaranya adalah:

* - Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan,
* - Kurangnya pengetahuan akan pemasaran, yang disebabkan terbatasnya informasi yang dapat dijangkau UMKM mengenai pasar, selain karena keterbatasan kemampuan UMKM menyediakan produk/ jasa yang sesuai dengan keinginan pasar,
* - Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya sumber daya untuk mengembangkan SDM.

Guna mengatasi permasalahan finansial, dalam hal ini permodalan, Pemerintah memiliki program yang disebut Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Pelaksanaan KUR bertujuan untuk:

* a. meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif;
* b. meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
* c. mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Penyaluran KUR di Provinsi Sulawesi Tenggara
Program KUR diluncurkan pada November 2007 dengan dilandasi keluarnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007. Hal ini bertujuan memperluas akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah agar dapat menikmati kredit perbankan serta meningkatkan produksi pada sektor riil di Indonesia.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, penyaluran KUR selama Bulan Juni 2023 adalah sebesar Rp 316,07 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5.841 Debitur. Adapun untuk jumlah keseluruhan sampai dengan Juni 2023, KUR telah disalurkan hingga sebesar Rp 1.407,56 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 25.020 Debitur.

Dalam press release-nya, Kepala Kanwil DJPB Provinsi Sulawesi Tenggara, Syarwan menyampaikan penyaluran KUR di tahun 2023 ini mengalami pelambatan, hal ini dapat dilihat dari progres penyaluran KUR sejak tahun 2018 yang mana terus meningkat, bahkan di tahun 2022 mencapai total debitur sebanyak 85.946 debitur. Yang mana jumlah debitur di Semester 1 Tahun 2023 baru berjumlah 5.841 Debitur.

Adapun untuk target realisasi penyaluran KUR di Provinsi Sulawesi Tenggara untuk tahun 2023 adalah sebesar Rp 4.767,56 miliar, sehingga penyaluran KUR di Provinsi Sulawesi Tenggara hingga semester 1 tahun 2023 yang baru senilai Rp Rp 1.407,56 miliar bahkan belum setengah dari target realisasi yang ada.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkannya, di antaranya yaitu penyaluran KUR 2023 yang baru dimulai di bulan Maret dan masih belum masifnya sosialisasi produk KUR ini dilakukan. Oleh karena itu, menurut Syarwan, sosialisasi oleh seluruh stakeholders terkait seperti dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak Perbankan perlu untuk lebih ditingkatkan.

Tingkat Pendidikan Debitur KUR di Provinsi Sulawesi Tenggara
Jumlah debitur KUR di Provinsi Sulawesi Tenggara hingga Juni 2023 adalah sebanyak 25.020 debitur. Dari jumlah debitur tersebut, debitur KUR yang memiliki pendidikan tertinggi Sekolah Dasar berjumlah 13.589 debitur atau 54,31% merupakan mayoritas debitur yang ada. Adapun debitur KUR yang memiliki pendidikan tertinggi Sekolah Menengah Atas berada dibawahnya dengan jumlah debitur sebanyak 8.366 debitur atau 33,49%.

Debitur KUR dengan pendidikan terakhir adalah Sarjana sebanyak 1.236 debitur atau hanya sebesar 4,9% dari total debitur yang ada. Berdasarkan potret tersebut, bila dikhususkan pada debitur berpendidikan sarjana yang hanya 4,9%, hal ini ternyata sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.

Di tahun lalu (2022), jumlah debitur KUR berpendidikan terakhir sarjana adalah sebanyak 2.022 debitur atau 2,35 % dari total 85.946 debitur. Kemudian di tahun 2021, jumlah debitur berpendidikan terakhir sarjana sebanyak 1.972 debitur atau 2,32% dari total 84.736 debitur.

Sedangkan di tahun 2020, jumlah debitur berpendidikan terakhir sarjana sebanyak 1.500 debitur atau 2,1% dari total 71.256 debitur. Adapun di tahun 2019, jumlah debitur berpendidikan terakhir sarjana sebanyak 1.547 debitur atau 2,78% dari total 55.451 debitur. Di tahun 2018, jumlah debitur berpendidikan terakhir sarjana sebanyak 1.406 debitur atau 2,75% dari total 50.965 debitur.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa jumlah debitur dengan pendidikan terakhir Sarjana sejak tahun 2018 hingga tahun 2022 cenderung meningkat, hanya di tahun 2020 yang sempat mengalami penurunan.

Kendati cenderung meningkat, bilamana dirata-ratakan maka rata-rata debitur KUR dengan pendidikan terakhir adalah Sarjana sebesar 2,46%. Hal ini tentunya menjadi perhatian tersendiri dan menimbulkan pertanyaan 'apa yang menyebabkan para Sarjana belum cukup tertarik untuk mengakses KUR'.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 5 Mei 2023 merilis Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara Februari 2023. Dalam rilis tersebut, BPS Sulawesi Tenggara menyampaikan Karakteristik Penduduk Bekerja berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan mayoritas memiliki pendidikan tertinggi SD ke bawah, yakni sebanyak 471,65 ribu orang atau sebesar 36,77%.

Adapun untuk Penduduk Bekerja berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dengan pendidikan tertinggi DIV/S1/S2/S3 sebanyak 176,07 ribu orang atau sebesar 13,73%. Adapun untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama sebanyak 203,24 ribu orang atau sebesar 15,85%.

Sedangkan untuk lulusan Sekolah Menengah Atas sebanyak 334,35 ribu orang atau sebesar 26,07% dan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 72,27 ribu orang atau sebesar 5,63%. Sisanya lulusan Diploma I/II/III sebanyak 25,06 orang atau sebesar 1,95%. Selanjutnya, dari 176,07 ribu orang lulusan DIV/S1/S2/S3, 2.022 orang diantaranya dapat diidentikkan sebagai debitur KUR, atau hanya 1,14%.

Berdasarkan data tersebut, bilamana dikorelasikan dengan tingkat pendidikan debitur KUR, maka akan memperoleh korelasi yang cukup kuat, yaitu pada dasarnya debitur KUR yang berpendidikan terakhir Sarjana cenderung cukup rendah diakibatkan oleh Penduduk Bekerja yang memiliki pendidikan terakhir yang ditamatkan dari Sarjana pada umumnya juga tidak terlalu tinggi di Sulawesi Tenggara.

Selain itu, dari jumlah penduduk bekerja tamatan DIV/S1/S2/S3, yang mengakses kredit program KUR juga tidak terlalu banyak dan bahkan cenderung rendah sekali. Untuk itu, hal ini perlu menjadi perhatian bersama oleh stakeholders terkait agar dapat meningkatkan akses terhadap KUR sehingga melahirkan entrepreneur muda yang juga dapat menumbuhkan perekonomian di Sulawesi Tenggara.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation