Kurniawan Budi Irianto
Kurniawan Budi Irianto

Kurniawan Budi Irianto, Pejabat pengawas pada Kementerian Keuangan. Menulis untuk mengisi waktu luang. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari tempat penulis bekerja.

Profil Selengkapnya

Polemik Logo Halal dan Mimpi RI Jadi Pusat Industri Halal

Opini - Kurniawan Budi Irianto, CNBC Indonesia
21 March 2022 08:55
sertifkasi halal Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono

Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia selayaknya berbenah diri dalam tata kelola sertifikasi produk halal. Sekurang-kurangnya ada tiga kelompok produk yang harus mengantongi sertifikat halal apabila ditujukan bagi komunitas muslim sebagai konsumen. Pertama adalah makanan dan minuman, kedua adalah obat-obatan, dan ketiga adalah kosmetik.

Dari laporan yang dikeluarkan oleh The Global Islamic Indicator pada tahun 2019-2020 menunjukkan bahwa Indonesia tidak termasuk ke dalam 10 besar negara produsen makanan dan minuman, obat-obatan, serta kosmetik bersertifikat halal di dunia ini. Ironisnya posisi indonesia kalah dengan Singapura yang menempati peringkat keempat sebagai negara produsen obat-obatan dan kosmetik bersertifikat halal.

Dalam laporan tersebut juga disampaikan proyeksi pertumbuhan belanja produk halal pada tahun 2024 di mana belanja makanan dan minuman bersertifikasi halal akan mencapai $1,98 triliun, obat-obatan $134 miliar, dan kosmetik $95 miliar. Jumlah proyeksi belanja itu merupakan peluang ekonomi jika Indonesia mampu menjadi pusat industri halal dunia dan mampu merajai produk halal bagi komunitas muslim di seluruh dunia.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah tidak berpangku tangan dan membiarkan peluang yang ada terlewatkan begitu saja. Pemerintah telah melakukan penyempurnaan regulasi serta mendirikan badan khusus yang menangani sertifikasi produk halal di tanah air. Target yang ingin dicapai adalah menjadikan produk halal Indonesia menjadi urutan teratas di antara negara-negara di dunia.

Dalam regulasi mengenai jaminan produk halal disebutkan bahwa terdapat sekurang-kurangnya tiga lembaga yang terlibat dalam proses pengujian produk halal. Ketiga lembaga tersebut adalah laboratorium pengujian, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH). Masing-masing lembaga yang terlibat di dalam proses tersebut memiliki kewenangan masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya akan melakukan proses check and balance (saling uji) sesuai kewenangannya.

Penyempurnaan tata kelola tersebut yang bagi sebagian masyarakat dianggap mengeliminasi kewenangan salah satu lembaga dan mengalihkan ke lembaga yang lain. Pada kenyataannya dalam tata kelola yang ada tidak ada satu pun lembaga yang dihilangkan kewenangannya dalam proses penerbitan sertifikat halal. Yang terjadi adalah penegasan kewenangan sesuai dengan fungsi masing-masing. BPJPH tidak akan sepenuhnya mampu untuk mengambil alih peran MUI begitu juga kewenangan MUI dalam mengeluarkan fatwa halal tidak dihilangkan pasca adanya BPJPH.

Sinergi antara laboratorium penguji, MUI, dan BPJPH membuka peluang lebih cepat dan meratanya sertifikasi produk halal dilakukan. Pelibatan berbagai laboratorium dalam pengujian sampel merupakan terobosan yang dilakukan agar target Indonesia sebagai juara produsen produk halal di dunia tercapai. Proses menunggu antrean pengujian produk akan dipangkas waktunya dengan menambah jumlah laboratorium pengujian yang terlibat. Jumlah laboratorium pengujian produk halal pun tidak terbatas pada laboratorium milik MUI namun juga milik Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan laboratorium milik ormas Islam lainnya.

Secara singkat alur proses pengujian sebuah produk akan dimulai dari permintaan pengujian yang diajukan kepada BPJPH. Selanjutnya BPJPH akan menunjuk laboratorium pengujian yang terletak paling dekat dengan produsen. Hasil pengujian akan dilanjutkan kepada Komisi Fatwa MUI untuk dilakukan sidang mengenai produk yang diujikan sebelumnya. Hasil sidang komisi fatwa merupakan dasar bagi BPJPH untuk menerbitkan sertifikat halal sebagaimana dimohonkan oleh pemilik produk.

Gambaran alur proses di atas sebenarnya tidak ada yang perubahan yang mendasar dalam penerbitan sertifikat halal sebagaimana polemik yang menghiasi media masa akhir akhir ini. Pemerintah justru berupaya agar cakupan produk yang mendapatkan sertifikat halal menjadi semakin luas dan cepat dengan penambahan jumlah laboratorium pengujian.

Mungkin dari sekian banyak pro dan kontra yang ada terkait sertifikasi halal, masalah logo halal baru memang layak mendapatkan perhatian lebih. Ide mengenai setuhan nasional dalam logo halal baru patut mendapatkan apresiasi. Hanya saja perlu dipikirkan masak-masak untung dan ruginya atas penggunaan logo baru tersebut.

Menjadi pusat industri halal dunia artinya fokus pemasaran produk halal Indonesia adalah komunitas muslim di seluruh dunia. Faktor yang sangat diperhatikan dalam menjaring konsumen muslim di luar negeri terletak pada keumuman simbol/logo yang digunakan. Tidak dimungkiri logo halal sudah menjadi logo standar yang berlaku secara internasional. Sama halnya ketika kita berbicara mengenai logo palang merah yang menjadi logo standar bagi aksi humanitarian di seluruh dunia. Meskipun masing-masing negara memiliki varian logo palang merah namun secara visual logo yang digunakan memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya.

Begitu juga pencantuman logo halal baru, faktor kelaziman penting sebagai pertimbangan dalam merumuskan logo yang akan digunakan nantinya. Untung rugi pemilihan logo harus dipikirkan dengan masak-masak karena target pasar produk halal Indonesia akan berfokus ke konsumen muslim dari berbagai negara.

Pemerintah perlu menjaring masukan tidak hanya dari sisi produsen dan konsumen tapi juga dari sudut pandang ahli bisnis terkait desain logo yang akan digunakan. Jangan sampai niat baik untuk memperkenalkan logo baru dengan sentuhan nasional menjadi kontra produktif bagi produk halal asal Indonesia. Konsumen menjadi antipati dengan produk halal Indonesia karena gagal mengenali logo yang digunakan. Akibat yang terjadi adalah target menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia tidak tercapai dan produk Indonesia tergeser serta tergantikan oleh produk halal dari negara lain.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading