
Pengamat pasar modal dan perbankan. Sebelumnya dia menjabat Director, Head of Research and Strategist di Morgan Stanley Indonesia. Memiliki karier di dunia keuangan dan investasi selama lebih dari 20 tahun. Beliau memimpin tim riset yang telah berprestasi menduduki peringkat atas dalam polling tahunan Institutional Investor sejak tahun 2015. Sebelum berkarir di Morgan Stanley, beliau pernah berkarier di berbagai institusi, seperti CIMB Securities dan Danareksa Sekuritas. Beliau adalah pemegang charter CFA, dan sebelumnya aktif menjadi instruktur CFA. Mulya memiliki ijin Wakil Manajer Investasi (WMI), dan Wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE). Selain bidang investasi, Mulya juga pemegang CA (Indonesia) dan pernah berkarier sebagai financial auditor di KPMG.
Profil SelengkapnyaStrategi Investasi 2022: Back to Earnings

Jakarta, CNBC Indonesia - Beranjak dari 2021 yang cukup dinamis dalam dunia investasi, 2022 pun akan memiliki karakter tersendiri. Dengan adanya beberapa perubahan tren mainstream, investor mungkin perlu melakukan rotasi dan penyesuaian pada strategi investasi mereka.
Beberapa pakar kesehatan dunia memprediksi pandemi Covid-19 akan berubah menjadi endemik pada 2022, yang juga berarti pembukaan kembali kegiatan publik dan normalisasi kegiatan manusia secara fisik dalam skala luas. Permintaan atas barang dan jasa pun dapat tumbuh lebih cepat.
Namun, ada kemungkinan pemulihan pasokan barang dan jasa kalah cepat dikarenakan banyak fasilitas produksi telah ditutup atau dinon aktifkan selama masa pandemi dua tahun terakhir.
Ketidakserasian permintaan dan pasokan tersebut dapat mengerek inflasi, yang mana diantisipasi oleh bank-bank sentral dunia dengan bersiap-siap mengubah kebijakan moneter mereka dari relaksasi menjadi pengetatan.
Jika demikian, apa dampaknya terhadap strategi investasi? Inflasi berarti uang akan menjadi kurang berharga, dan investor sedapat mungkin perlu memobilisasi uang mereka menjadi aset yang dapat mempertahankan nilai. Adapun karakteristik dasar aset tersebut adalah memiliki permintaan ekonomis yang nyata, dan/atau memiliki nilai instrik, seperti menghasilkan laba, atau earnings, yang menjadi tema sentral artikel ini.
Kelompok aset ekuitas dan komoditas lebih menarik
Pada tingkatan kelompok aset (asset class), ekuitas atau saham lebih menarik daripada instrumen pendapatan tetap (seperti obligasi) dalam keadaan inflasioner. Hal ini disebabkan ekuitas memiliki laba yang cepat beradaptasi dengan inflasi, di mana pelaku usaha dapat menyesuaikan harga produk.
Laba juga dapat menyerap dampak positif dari pertumbuhan ekonomi atas pembukaan/normalisasi kegiatan ekonomi nasional, melalui peningkatan volume penjualan. Sebaliknya aset pendapatan tetap cenderung tidak beradaptasi dengan kondisi inflasi dan tidak memberikan tambahan pendapatan pada saat perputaran ekonomi meningkat. Malah pada saat suku bunga pasar harus naik, nilai dari aset pendapatan tetap akan berkurang karena kupon yang diberikan semakin tidak menarik dibandingkan pasar.
Kelompok aset komoditas atau harta nyata (tangible asset) lebih menarik dari harta moneter (yang tidak memiliki laba) dan tidak nyata. Permintaan konsumen yang lebih tinggi karena pembukaan ekonomi akan berujung kepada permintaan akan berbagai macam komoditas dasar seperti minyak bumi dan batu bara, minyak kelapa sawit, nikel, tembaga, dan lain-lain. Emas juga termasuk di sini karena memiliki fungsi lindung nilai.
Harta tidak nyata, terutama yang tidak memiliki nilai intrinsik jelas seyogyanya dihindari. Cryptocurrencies masuk dalam kategori ini.
Likuiditas global yang berlebihan dalam 2 tahun terakhir menyebabkan aset ini rentan akan penggelembungan harga. Pengetatatan likuiditas global yang serentak mulai 2022 dapat menjadi reality check, dan katalis penurunan harga berkelanjutan.
Strategi Ekuitas
Di dalam kelompok aset ekuitas pun, kita dapat melakukan pembedaan atas sektor-sektor untuk alokasi penempatan. Alokasi berikut selaras dengan tema yang kita bahas sebelumnya:
- Underweight sektor teknologi.
Saham-saham teknologi berkinerja terbaik dan mendominasi pasar saham tahun lalu, didorong oleh melonjaknya tren masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi secara virtual.
Namun, kenaikan harga saham yang sangat cepat melahirkan ekspektasi pasar yang sangat tinggi pada perusahaan-perusahaan tersebut, yang ditandai rasio P/E menembus ratusan kali, dibandingkan dengan rata-rata pasar yang hanya belasan kali.
Dari sini, perusahaan teknologi harus dapat menunjukkan kinerja pertumbuhan fantastis untuk memuaskan ekspektasi pasar yang sudah sangat tinggi tersebut. Pembukaan kembali kegiatan publik dapat mempersulit pencapaian tersebut, karena sebagian kegiatan akan dikembalikan secara fisik.
- Overweight saham-saham komoditas, terutama sektor energi.
Saham-saham batubara meskipun akan sulit berkembang pada era green energy di masa depan, namun dalam waktu dekat ini berpotensi cemerlang, dikarenakan pasokan energi global belum dapat mengimbangi naiknya permintaan. Saham-saham kelapa sawit juga menarik karena meningkatnya kebutuhan dasar konsumen; demikian pula nikel dan timah, meskipun lebih bersifat musiman.
- Overweight saham logistik dan pengangkutan.
Meningkatnya permintaan konsumen global dapat mendorong perdagangan dunia, yang berujung pada naiknya permintaan jasa pengangkutan dan pelayaran.
- Selektif underweight bank.
Potensi pengetatan moneter dapat menyebabkan marjin bunga bersih (NIM) berkurang, dikarenakan kenaikan biaya dana yang lebih tinggi daripada bunga kredit; kecuali pada beberapa bank. Namun, saham bank-bank besar Indonesia dapat diminati, apabila investor asing kembali masuk ke pasar saham.
- Selektif overweight sektor properti.
Properti juga sering diasosiasikan sebagai instrumen peredam inflasi (inflation hedge), yang berpotensi melahirkan peningkatan permintaan pada dunia nyata. Namun, peningkatan permintaan tersebut mungkin akan tidak seragam, karena daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Karena itu, perusahaan properti yang memiliki biaya rendah dan dapat berinovasi menciptakan produk yang terjangkau yang dapat menikmati peningkatan permintaan.
(hps/hps)